EKSEKUTIF YANG EFEKTIF

Seorang eksekutif yang efektif tidak harus menjadi seorang pemimpin dalam pengertian yang paling lazim digunakan sekarang. Harry Truman tidak punya karisma setitik pun, misalnya, tetapi dia salah seorang eksekutif yang paling efektif dalam sejarah Amerika Serikat. Demikian pula, sebagian CEO bisnis dan nirlaba terbaik yang telah bekerja sama selama lebih dari 65 tahun sebagai konsultan bukanlah para pemimpin yang stereotipikal. Mereka memiliki beraneka kepribadian, sikap, nilai, kekuatan, dan kelemahan. Di antara mereka, ada yang ekstrovert hingga yang nyaris mengucilkan diri, dari yang santai hingga suka mengontrol, dari yang murah hati hingga sangat kikir.

Apa yang membuat mereka semua efektif adalah bahwa mereka mengikuti delapan kebiasaan yang sama:

  1. Mereka bertanya, “Apa yang perlu dilakukan?”

    Eksekutif yang efektif mencoba berfokus pada pekerjaan yang paling dia bisa lakukan dengan baik.

  1. Mereka bertanya, “Apa yang tepat bagi usaha ini?”

    Mereka mengetahui bahwa sebuah keputusan yang tidak tepat bagi perusahaan pada akhirnya tidak tepat bagi seluruh pemangku kepentingan.

  1. Mereka mengembangkan rencana aksi, (action plan).

    Menerjemahkan pengetahuan menjadi tindakan dengan mendefinisikan hasil yang diinginkan serta batasan-batasan tindakan tersebut.

  1. Mereka mengambil tanggung jawab atas berbagai keputusan.

    Meninjau ulang keputusan-keputusan secara periodik sama pentingnya dengan membuat keputusan itu secara hati-hati pada awalnya agar kesalahan dapat dikoreksi dengan segera.

  1. Mereka mengambil tanggung jawab atas komunikasi.

    Menyebarkan rencana mereka dan meminta pendapat/ komentar dari semua pemangku kepentingan.

  1. Mereka berfokus pada peluang, alih-alih masalah.

    Melihat perubahan sebagai peluang.

  1. Mereka mengadakan rapat-rapat yang produktif.

    Membuat pertemuan-pertemuan menjadi produktif dan memastikan bahwa pertemuan tersebut adalah bagian dari pekerjaan, bukan obrolan informal.

  1. Mereka berpikir dan berkata “kami”, bukannya “aku”.

    Memikirkan kepentingan perusahaan sebelum kepentingan diri sendiri.

Dua kebiasaan pertama memberi mereka pengetahuan yang mereka butuhkan. Empat selanjutnya membantu mereka mengalihkan pengetahuan ini menjadi tidak efektif. Dua terakhir menjamin bahwa keseluruhan organisasi merasa bertanggung jawab dan akuntabel.

 

Referensi:
Drucker, P. (2006). The Effective Executive. Saint Louis: Routledge

Recommended Posts