CARA MENGUKUR BUDAYA ORGANISASI YANG EFEKTIF

Seorang direktur manajemen perubahan sebuah BUMN bertanya apakah pemikiran direktur utamanya benar atau tidak. Dirut tersebut berpendapat bahwa jika budaya perusahaan dalam status yang ideal, maka pendapatan perusahaan akan meningkat 200% – 300% dalam setahun. Budaya perusahaan memang memiliki korelasi dengan peningkatan pendapatan perusahaan, tetapi jangan sampai kita serta merta mereduksi semua proses bisnis yang lain, seperti: inovasi produk dan layanan, kebijakan penetapan harga, strategi pemasaran, dan lain sebagainya. Namun, jika seperti yang telah kita sepakati, bahwa karyawan dengan tingkat engagement yang tinggi akan memberikan kontribusi terbaiknya, maka benarlah jika budaya menjadi faktor pendorong terciptanya kinerja produktif yang mampu melebihi batas normal.

Lalu, bagaimana kita bisa mengatakan bahwa budaya yang kita harapkan sudah terbentuk? Apakah pertumbuhan pendapatan dapat kita klaim sebagai tolok ukurnya? Kami yakin akan terjadi perdebatan sengit antar divisi jika Anda mengatakan bahwa peningkatan atau penurunan pendapatan semata akibat dari budaya kerja. Jawabannya terdapat dalam respons Anda terhadap pertanyaan berikut ini:

  1. Perilaku apa yang akan hilang jika budaya perusahaan sesuai dengan apa yang kita harapkan?
  2. Perilaku apa yang muncul jika budaya perusahaan sesuai dengan apa yang kita harapkan?
  3. Masalah apa yang akan hilang jika perilaku dalam perusahaan selaras dengan budaya yang kita harapkan?

Ya, sesederhana itu… kembali pada titik awal ketika kita mengidentifikasi ada yang salah dengan budaya perusahaan, biasanya kita merujuk pada serangkaian perilaku teramati yang dinilai kontraproduktif. Karena itu, sebelum kita mengaitkannya dengan tolak ukur lainnya, tiga poin di atas adalah indikator yang utama dalam mengenali keberhasilan perubahan budaya. Mengapa tiga hal di atas harus terjadi? Jika kita telusuri lebih lanjut, maka semuanya akan bermuara pada tiga hal, yaitu:

  1. Pencapaian finansial
  2. Pertumbuhan organisasi
  3. Proses bisnis

Kami berharap di sini kita bisa memiliki sistematika berpikir yang benar dalam mengukur keberhasilan perubahan budaya. Namun, apakah mungkin perilaku-perilaku anggota organisasi yang sudah sesuai dengan yang diharapkan, tetapi hasilnya masih berbanding terbalik dengan 3 nilai di ujung satunya? Jawabannya mungkin akan mengecewakan Anda, tetapi kemungkinan itu masih bisa terjadi karena jelas kita tidak dapat mengabaikan faktor eksternal seperti force majeure, kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi makro, dan persaingan disruptif. Namun, organisasi dengan budaya yang sehat akan memberikan respons yang tepat terhadap krisis dan kegagalan, jauh lebih baik dibandingkan perusahaan dengan budaya yang buruk.

Budaya juga berkaitan erat dengan engagement karena jika karyawan dengan level engagement yang tinggi akan memberikan kontribusi yang positif, maka ini menjadi penting. Khususnya setelah kita memahami bahwa level aktivitas employee engagement yang tinggi terbentuk karena budaya yang sehat. Dengan pemahaman ini, maka employee engagement juga menjadi tolok ukur keberhasilan perubahan budaya.

Budaya yang sehat memiliki beberapa indikator yaitu:

  1. Keseragaman persepsi akan visi, misi, dan nilai-nilai para anggota organisasi dibandingkan dengan pernyataan resmi yang dirilis manajemen
  2. Intensitas perilaku merusak (toxic behaviour) yang dipersepsikan seluruh anggota organisasi
  3. Kepercayaan anggota organisasi akan pentingnya program pengembangan budaya.

    Pada dasarnya ada 3 tipe aspirasi terhadap program pengembangan budaya, yaitu:

    • Unbelievers Mereka yang sejak awal menilai budaya perusahaan adalah hal yang tidak penting untuk dipikirkan, mengganggu tatanan yang sudah terbentuk, dan cenderung menganggapnya sebagai pengganggu.
    • Agnostic Mereka yang percaya bahwa budaya adalah hal yang baik untuk diperhatikan, tetapi bukan sesuatu yang krusial.
    • Believers Orang-orang yang sangat percaya bahwa program budaya adalah hal yang strategis dan kunci dari kemajuan dan kesejahteraan perusahaan. Mereka akan sangat aktif terlibat dan mempromosikan program-program yang berkaitan dengan budaya.

Secara praktis, program-program kerja untuk mengembangkan budaya memiliki misi yang terkait dengan tiga indikator di atas, yaitu:

  1. Memastikan orang-orang dalam organisasi memiliki pemahaman dan rasa memiliki yang sama akan visi, misi, dan nilai-nilai inti perusahaan
  2. Mengurangi intensitas perilaku merusak (toxic behaviour) yang didahului dengan merumuskan daftar perilaku yang diturunkan dari definisi nilai-nilai utama perusahaan
  3. Memperbanyak komposisi Believers dalam organisasi/ perusahaan.

Ketiga indikator di atas diukur dengan instrumen yang berbeda namun sama-sama dilakukan pada awal dan akhir periode implementasi program.

Recommended Posts