Sebuah riset yang dilakukan oleh Institute of Leadership and Management (diambil dari Inc, 2016) menunjukkan bahwa meskipun 83% manajer menyatakan bahwa organisasi mereka memiliki value statement, ternyata hanya 38% dari mereka yang benar-benar menjalankan statement tersebut. Lebih buruk lagi, 63% dari responden umum merasa bahwa mereka pernah diminta untuk bekerja di luar value bisnis mereka.Continue reading
BUSINESS ACUMEN DALAM SOSOK PEMIMPIN
Dalam dunia bisnis yang kompleks ini, Business Acumen adalah kemampuan yang menentukan sukses atau tidaknya sebuah organisasi atau seorang individu. Dikenal juga sebagai business sense, Business Acumen adalah kemampuan untuk memahami dan menghadapi berbagai situasi bisnis, segala risiko dan peluangnya, dengan tajam dan akurat untuk mendapatkan hasil yang menguntungkan. Dengan memiliki kemampuan ini, pemimpin dapat membuat keputusan yang tepat untuk mendorong hasil bisnis terbaik bagi perusahaan dan pelanggan.
MEMBENTUK PEMIMPIN DARI DALAM
Selama beberapa tahun terakhir ini, banyak perusahaan besar di Indonesia lebih memilih untuk mencangkok para eksekutif mudanya dari luar perusahaan karena adanya anggapan bahwa talent internal suka berpindah-pindah perusahaan untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi atau memilih untuk memulai bisnis mereka sendiri.
Mendatangkan pemimpin baru dari luar memang dapat membawa benefit tersendiri, yaitu ketika perusahaan mengalami masalah yang besar dan membutuhkan solusi dan persepsi orang luar, atau ketika perusahaan besar melakukan merger dengan perusahaan besar lainnya. Namun, pemimpin baru dari luar tidak selalu menjamin dapat memberikan kontribusi dan loyalitas yang sepadan. Selain itu, pemimpin dari luar juga belum tentu cocok dengan budaya perusahaan sehingga dapat menyebabkan konflik daripada sinergi.
Keuntungan membentuk pemimpin dari dalam
Selain lebih murah dibandingkan merekrut pemimpin dari luar, pengalaman manajemen menunjukkan bahwa pemimpin dari dalam lebih memahami budaya serta visi dan misi perusahaan. Pemimpin dari dalam memperbesar peluang untuk melestarikan dan memperkokoh budaya perusahaan. Selain itu, pemimpin dari dalam juga cenderung lebih loyal dan tidak perhitungan terhadap perusahaan. Berbagai perusahaan besar di Cina, Jepang, dan Korea Selatan juga lebih memilih untuk membangun pemimpin dari dalam dan hal ini pun dibuktikan oleh kesuksesan perusahaan-perusahaan tersebut hingga saat ini.
Perlu ada serangkaian pelatihan khusus untuk membentuk pemimpin dari dalam
Perlu diadakan serangkaian pelatihan khusus untuk membentuk pemimpin dari dalam yang berkualitas. FIF Group adalah salah satu perusahaan di Indonesia yang menyadari pentingnya kemampuan perusahaan membangun sosok pemimpin dari dalam. Dalam membangun sosok calon pemimpinnya, FIF Group memberikan 4 pelatihan khusus, yaitu Employee Orientation Program, Development Program, Update Training, dan General Leadership Program.
FIF Group menetapkan 3 karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu Caring, Competent, dan Inspiring. Karakter Caring dibentuk melalui sesi coaching pemimpin terhadap bawahan, Competent dengan menjadikan pemimpin sebagai coach dalam berbagai pelatihan, dan Inspiring dengan mengadakan Inspiring Leader Award.
Apakah yang menarik dari pembentukan pemimpin dalam FIF Group?
Bukannya merahasiakan apabila seorang karyawan termasuk dalam kandidat pemimpin berbakat seperti perusahaan lain, FIF Group justru menginformasikan kepada para kandidat dan memasukkan mereka ke dalam sebuah komunitas khusus.
Berbagai perlakuan khusus juga diberikan kepada para kandidat pemimpin berbakat, seperti memberikan hadiah ulang tahun dan gaji yang lebih tinggi dibandingkan dengan para karyawan lain dalam posisi yang relatif sama. Selain itu, para kandidat juga mendapatkan sesi makan siang dan dialog langsung dengan sang CEO perusahaan. Dengan mengadakan serangkaian program ini, mayoritas kandidat promosi berasal dari karyawan internal perusahaan, dengan jumlah mencapai 99,62%.
Leadership Development pada akhirnya menjadi sebuah strategi yang penting bagi perusahaan karena menggunakan employee life cycle model untuk membuat jalur suksesi kepemimpinan yang nantinya melanjutkan jabatan kritis di perusahaan. Leadership Development dapat digunakan sebagai komponen kunci strategi bisnis yang efektif di dalam kondisi ekonomi saat ini untuk mendapatkan orang-orang hebat dalam menjalankan organisasi hebat.
LEADERSHIP: THE MORE HAPPY, THE MORE TRUST
Dalam sebuah forum diskusi Ted X, Simon Sinek, pengarang buku bestseller “Start With Why: How Great Leaders Inspire Everyone to Take Action”, memberikan sebuah perumpamaan dan gambaran mengenai gaya kepemimpinan manajemen yang cenderung tragis, namun sangat relevan dengan keadaan sekarang ini. Sinek menjelaskan, bagaimana dalam gaya kepemimpinan militer bahwa orang yang rela berkorban agar orang lain mendapat untung akan diberi penghargaan. Sementara dalam bisnis, sering kali pemimpin ‘memberikan penghargaan’ pada orang-orang yang mengorbankan orang lain agar dirinya bisa mendapat untung. Konsep ini kemudian mendorong orang-orang bisnis untuk berkompetisi satu sama lain, tidak memercayai satu sama lain, dan cenderung saling menjatuhkan.
Dalam konteks manajemen, karyawan yang kurang memiliki kepercayaan dengan sesamanya akan berusaha mempertahankan diri, bagaimanapun caranya. Secara alamiah, manusia membutuhkan rasa aman dan akan berusaha melakukan segala hal untuk mencapainya. Bahkan dari zaman primitif, manusia berusaha mempertahankan diri dari ancaman eksternal dengan membuat peralatan tarung.
Pemikiran mengenai upaya pertahanan diri kemudian mengalami pengembangan. Untuk mempermudah dan memperkuat upaya pertahanan diri, manusia membentuk sebuah kelompok masyarakat yang terdiri dari beberapa orang. Orang-orang tersebut adalah orang-orang yang saling memercayai sesamanya untuk mempertahankan dirinya saat ia sedang dalam bahaya. Konsep ini mengangkat sebuah kesimpulan bahwa dengan gotong royong, lebih banyak keuntungan yang bisa didapat. Permasalahannya adalah, saat seseorang dalam kelompok—secara sengaja ataupun tidak sengaja—berbuat sesuatu yang merusak kepercayaan dalam kelompok. Akhirnya, manusia kembali bergantung pada dirinya sendiri untuk mempertahankan keberadaannya. Sering kali dalam manajemen, lingkungan sesama karyawan tidak memberikan support yang dibutuhkan seorang karyawan sehingga karyawan merasa ‘harus berupaya mempertahankan diri’ dari faktor-faktor yang dapat membahayakan keberadaannya. Dalam beberapa kasus yang sering terjadi, ancaman itu malah datang dari kelompok karyawan sendiri sehingga karyawan tidak memercayai rekan kerjanya.
The Science of Trust
Secara ilmiah, ada sebuah hormon yang diproduksi otak untuk mendorong seseorang untuk memercayai orang lain. Hormon ini disebut oxytocin, diproduksi dalam hypothalamus, dan disimpan dalam bagian otak depan atas (posterior pituitary gland). Fungsi hormon oxytocin yang terkenal adalah untuk membantu proses persalinan, namun ternyata hormon ini juga berfungsi mendorong seseorang untuk dapat memercayai orang lain. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Michael Kosfeld dari UC Berkeley, orang-orang yang diinjeksi dengan ekstra oxytocin menunjukkan perilaku “percaya” yang lebih tinggi dibanding normalnya, meskipun dalam konsekuensi dan resiko yang sama dengan orang yang tidak menerima ekstra oxytocin. Kosfeld menyimpulkan bahwa oxytocin mendorong orang untuk lebih “rela” percaya pada orang lain. Oxytocin tidak membuat orang menjadi semakin optimis terhadap peluang yang ada di hadapannya, namun memberikan rasa “aman” saat mereka memutuskan untuk memercayai orang lain. Saat oxytocin bereaksi, oxytocin membantu amygdala, bagian otak yang berfungsi mendeteksi bahaya agar lebih tenang. Dengan begitu, seorang individu akan merasa lebih mampu untuk memercayai orang lain. Karena itu juga, hormon oxytocin juga dikenal dengan sebutan “the love hormone” karena hormon oxytocin cenderung naik saat adanya sebuah interaksi sosial yang positif dengan manusia lain.
Ada banyak cara untuk menaikkan kadar oxytocin dan banyak di antaranya merupakan hal-hal sederhana yang sering dilupakan. Padahal hal-hal sepele ini ternyata banyak digunakan para marketer untuk meningkatkan kepercayaan pelanggan pada mereka. Contohnya seperti senyuman dan sentuhan. Jabat tangan memang terlihat sepele, namun ternyata dapat meningkatkan kesan “dapat dipercaya” pada orang yang melakukannya. Dalam lingkungan kerja, dukungan, motivasi, dan pujian juga berpengaruh untuk meningkatkan kadar oxytocin. Peran pemimpin adalah untuk memastikan setiap anggota timnya mampu percaya dengan sesamanya. Kegiatan di luar kantor seperti team bulding dan team bonding juga efektif untuk meningkatkan rasa percaya pada karyawan. Dengan begitu, budaya kerja sama juga bisa dipupuk sedari dini sehingga atmosfir kantor dapat memberikan rasa aman dan nyaman bagi setiap karyawan.
FAKTA TENTANG PELATIHAN MANAJER
Posisi seorang pemimpin akan selalu menjadi faktor penting di tempat kerja. Menurut Towers Watson, 55% karyawan terinspirasi oleh pemimpinnya. Jika seorang pemimpin tidak mampu memberikan motivasi dan arahan yang baik, karyawan akan merasa kurang menerima dukungan yang adekuat sehingga hal ini dapat meningkatkan turn over. Sayangnya, menurut Gallup, hanya 18% manajer mampu mengelola orang lain dengan efektif.
Dalam mengembangkan wawasan dan kompetensi kepemimpinannya, manajer sebenarnya juga membutuhkan training lain di luar teknis pekerjaannya, seperti:
-
Human Resource
Forbes (2016) melaporkan bahwa 98% manajer memerlukan pelatihan tambahan. Dalam kesehariannya, manajer akan menghadapi permasalahan terkait konflik karyawan, performance reviews, rekrutmen karyawan, dan sebagainya. Di dalam proses tersebut, manajer membutuhkan pengetahuan tambahan seperti kebijakan dan prosedur HRD, hukum ketenagakerjaan, rekrutmen yang efektif, dan performance management.
-
Coaching
Seiring meningkatnya kesadaran perusahaan untuk mengevaluasi keakuratan sistem performance management, proses coaching semakin menjadi hal yang penting. Perhatian perusahaan akan tertuju kepada para manajer yang bertugas memotivasi dan mengelola kinerja karyawannya. Menurut Payne (2017), 93% manajer masih membutuhkan pelatihan dalam melakukan coaching ke karyawan dan menjalani transisi dari peran sekedar “bos” menjadi seorang “coach”.
-
Compensation & benefit
Pembicaraan terkait gaji bisa jadi menakutkan untuk sebagian manajer, terutama manajer yang suka menghindari konflik. Menurut PayScale’s Compensation Best Practice Reports (2017), hanya 19% karyawan yang yakin dengan kemampuan manajer menghadapi pembicaraan yang alot terkait gaji dan hanya 38% manajer yang yakin mampu mengomunikasikan compensation & benefit kepada karyawan dengan baik.
(Baca Juga: Bagaimana Mengelola Pelaksanaan Kompensasi dan Benefit)
Sama halnya seperti karyawan lain, seorang manajer juga membutuhkan feedback setelah training. Penilaian 360 derajat, feedback app, pertemuan tatap muka atau one on ones dengan bawahan, ataupun sistem umpan balik yang lain sebenarnya dapat menjadi competency booster.
Ada kalanya manajer tidak mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana cara melakukan beberapa hal, bahkan sebagian kurang peduli terhadap segala hal yang penting untuk perkembangan karyawannya. Pelatihan untuk para manajer dapat membantu mengatasi kebingungan sehingga mereka dapat berfungsi sebagai atasan dengan lebih optimal. Pada akhirnya manajer yang efektif dapat membuat komunikasi dan kinerja tim menjadi lebih baik sehingga mendorong meningkatkan employee engagement.
Referensi:
https://employeeengagement.com/wp-content/uploads/2012/11/2012-Towers-Watson-Global-Workforce-Study.pdf
https://www.gallup.com/workplace/231593/why-great-managers-rare.aspx
https://www.forbes.com/sites/victorlipman/2016/10/01/a-startling-98-of-managers-feel-managers-need-more-training/
https://www.workhuman.com/resources/globoforce-blog/survey-93-of-managers-need-training-on-coaching-employees
https://www.payscale.com/compensation-trends/payscales-2017-compensation-best-practices-report/