Peran Manajer: Melampaui Rutinitas, Menggagas Inovasi

Dalam dinamika perusahaan yang terus berkembang, peran seorang manajer sering kali disalahpahami. Terkadang, mereka terjebak dalam rutinitas operasional, padahal kontribusi utama mereka seharusnya terletak pada inovasi dan perbaikan berkelanjutan. Artikel ini akan membahas pentingnya peran manajer dalam menggagas perubahan strategis dan bagaimana hal ini seharusnya tercermin dalam konsep performance management perusahaan.

Manajer vs Staf & Supervisor: Perbedaan Fokus

  • Staf dan Supervisor: Bertanggung jawab atas kelancaran operasional sehari-hari. Mereka memastikan tugas-tugas rutin terselesaikan dengan efisien dan sesuai standar.
  • Manajer: Berperan sebagai visioner dan penggerak perubahan. Mereka menganalisis tren, mengidentifikasi peluang, dan merancang strategi untuk membawa perusahaan ke level berikutnya.

Manajer sebagai Agen Perubahan

  • Pemikiran Strategis: Manajer harus mampu melihat gambaran besar dan merumuskan strategi jangka panjang yang selaras dengan visi perusahaan.
  • Inovasi: Mereka harus mendorong inovasi dan kreativitas dalam tim, mencari cara baru untuk meningkatkan proses, produk, atau layanan.
  • Peningkatan Berkelanjutan: Manajer harus terus-menerus mencari cara untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas.
  • Pengembangan Tim: Mereka harus membimbing dan mengembangkan anggota tim, membantu mereka mencapai potensi penuh mereka.

Refleksi dalam Performance Management

  • KPI vs Inisiatif Strategis: Performance management tidak boleh hanya berfokus pada Key Performance Indicators (KPI) operasional. Harus ada ruang untuk mengevaluasi kontribusi manajer dalam hal inisiatif strategis dan perbaikan berkelanjutan.
  • Sasaran yang Berorientasi pada Pertumbuhan: Tetapkan tujuan yang mendorong manajer untuk berpikir di luar kotak dan mengambil risiko yang terukur.
  • Pengembangan Kemampuan Strategis: Sediakan pelatihan dan pengembangan yang berfokus pada peningkatan kemampuan manajer dalam hal pemikiran strategis, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan.
  • Pengakuan atas Inovasi: Berikan penghargaan dan pengakuan kepada manajer yang berhasil menggagas perubahan positif dan membawa dampak nyata bagi perusahaan.

Sering kali manajer terjebak dalam rutinitas operasional karena tuntutan pekerjaan sehari-hari. Mereka lebih menyukai adrenalin operasional dibandingkan duduk tenang untuk menganalisis permasalahan, isu, dan tren. Namun, penting untuk diingat bahwa peran mereka jauh lebih besar dari itu. Manajer adalah pemimpin yang harus mampu menginspirasi dan memotivasi tim untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi.

Oleh karena itu, perusahaan perlu menciptakan budaya yang menghargai inovasi dan memberikan ruang bagi manajer untuk mengembangkan dan menerapkan ide-ide baru. Performance management harus mencerminkan hal ini, dengan memberikan bobot yang lebih besar pada kontribusi strategis dan inisiatif perbaikan berkelanjutan. Dengan memberdayakan manajer untuk menjadi agen perubahan, perusahaan dapat meningkatkan daya saing, mendorong pertumbuhan, dan mencapai kesuksesan jangka panjang.

– 0 –

Why OKR doesn’t Work?

OKR (Objective and Key Results) merupakan salah satu kerangka kerja yang biasanya digunakan organisasi untuk menetapkan tujuan dan mengukur kinerja organisasi maupun individu. Google tercatat sebagai salah satu perusahaan yang menuai kesuksesannya melalui kerangka kerja ini. Meskipun sederhana, implementasi OKR dapat menjadi suatu tantangan tersendiri dan pada akhirnya membuat organisasi menjadi burnout.

Continue reading

Walmart SWOT Analysis Study Case

Walmart adalah perusahaan ritel terbesar di dunia yang menjual segala sesuatu mulai dari bahan makanan hingga alat musik. Lebih dari 270 juta pelanggan mengunjungi Walmart untuk melakukan pembelian setiap minggunya, sementara banyak pelanggan melakukan pembelian online melalui situs webnya. Walmart dimulai sebagai toko diskon kecil pada tahun 1962 di Arkansas. Setelah 50 tahun Walmart kini telah berkembang menjadi perusahaan pengecer terbesar dengan lebih dari 11.200 toko di 27 negara dan situs web (e-commerce) di 10 negara.

Salah satu cara yang membantu Walmart menggunakan keunggulan kompetitifnya untuk mendominasi dan berhasil tumbuh di industri ritel adalah menggunakan Analisis SWOT. Alat ini memberikan gambaran mengenai posisi Walmart saat ini dalam industri ritel dan menyoroti bidang-bidang di mana perusahaan dapat memanfaatkan kekuatannya, mengatasi kelemahannya, memanfaatkan peluang, dan memitigasi ancaman untuk mempertahankan keunggulan kompetitifnya.

Berikut rincian Analisis SWOT yang dimiliki oleh Walmart:

Kekuatan

  • Kehadiran ritel global: Walmart memiliki jangkauan global yang luas dan beroperasi di banyak negara sehingga memungkinkan Walmart menjangkau beragam pasar dan segmen pelanggan.
  • Skala ekonomi: Ukuran dan daya beli perusahaan yang sangat besar memungkinkannya menegosiasikan persyaratan yang menguntungkan Walmart terhadap pemasoknya sehingga menghasilkan keunggulan biaya dan kemampuan untuk memberikan harga yang kompetitif kepada konsumen.
  • Rantai pasokan yang efisien: Manajemen rantai pasokan Walmart sangat efisien serta menampilkan kemampuan logistik dan distribusi yang canggih. Hal ini mengurangi biaya persediaan dan meningkatkan ketersediaan produk.
  • Beraneka ragam produk: Walmart menawarkan beragam produk, termasuk bahan makanan, elektronik, pakaian jadi, dan barang-barang rumah tangga, menarik basis pelanggan yang luas dan mempromosikan one-stop shopping.
  • Memiliki label pribadi: Merek label pribadi Walmart, seperti Great Value, sering kali menyediakan produk berkualitas dengan harga lebih rendah dibandingkan merek nasional sehingga menumbuhkan loyalitas pelanggan dan meningkatkan margin labanya.
  • Transformasi digital: Walmart telah berinvestasi secara signifikan dalam e-commerce dan teknologi digital, memperkuat kehadiran online dan pengalaman pelanggannya, termasuk inisiatif seperti belanja bahan makanan online dan layanan pengiriman ke rumah.

Kelemahan

  • Masalah ketenagakerjaan: Walmart menghadapi kritik dan tantangan hukum terkait praktik ketenagakerjaan, termasuk masalah upah yang rendah, tunjangan yang tidak memadai, dan tuduhan perlakuan tidak adil terhadap karyawan.
  • Kesuksesan yang terbatas: Meskipun Walmart adalah merek global, tetapi Walmart menghadapi tantangan di beberapa pasar internasional yang memiliki perbedaan budaya dan persaingan lokal yang menghambat pertumbuhannya di negara tersebut.
  • Tekanan kompetitif dari E-commerce: Munculnya raksasa e-commerce seperti Amazon telah meningkatkan persaingan dan mengganggu model ritel tradisional, termasuk Walmart, sehingga mendorong perlunya investasi besar dalam operasional online.

Peluang

  • Pertumbuhan teknologi: Pertumbuhan e-commerce yang berkelanjutan menghadirkan peluang bagi Walmart untuk memperluas kehadiran online dan meraih pangsa pasar ritel digital yang lebih besar.
  • Inisiatif keberlanjutan: Permintaan konsumen akan produk yang berkelanjutan dan ramah lingkungan menciptakan peluang bagi Walmart untuk meningkatkan inisiatif keberlanjutannya, menarik konsumen yang juga ramah lingkungan, dan mengurangi jejak lingkungannya.
  • Tren kesehatan: Meningkatnya fokus pada kesehatan dan kebugaran menawarkan potensi bagi Walmart untuk memperluas penawaran produknya dalam kategori ini, termasuk pilihan makanan organik dan sehat.

Ancaman

  • Persaingan digital: Persaingan yang ketat dari raksasa ritel online, seperti Amazon, menimbulkan ancaman yang signifikan terhadap model ritel tradisional Walmart sehingga memerlukan adaptasi dan investasi berkelanjutan dalam kemampuan digital.
  • Peraturan dan hukum: Walmart menghadapi tantangan peraturan dan hukum yang berkelanjutan terkait praktik ketenagakerjaan, masalah antimonopoli, dan masalah kepatuhan lainnya.
  • Gangguan rantai pasokan: Gangguan pada rantai pasokan global, seperti yang disebabkan oleh bencana alam, ketegangan geopolitik, atau pandemi (misalnya, COVID-19) dapat berdampak pada ketersediaan dan profitabilitas produk.
  • Preferensi konsumen yang berubah: Pergeseran dalam preferensi dan perilaku konsumen dapat mempengaruhi penjualan Walmart dan memerlukan penyesuaian dalam penawaran dan strategi produk.

 

Referensi:

https://thestrategystory.com/blog/walmart-swot-analysis/
https://strategicmanagementinsight.com/swot-analyses/walmart-swot-analysis/
https://businessmodelanalyst.com/walmart-swot-analysis/

 

DIMENSI ASSESSMENT CENTER

Assessment center dapat didefinisikan sebagai teknik uji yang dirancang agar kandidat dapat mendemonstrasikan kemampuan yang esensial dalam kesuksesan sebuah pekerjaan dalam situasi tertentu yang distandarisasi (Coleman, 1987). Dalam definisi lain yang lebih sederhana, assessment center adalah prosedur yang komprehensif dan fleksibel untuk menguji kandidat dan untuk mengembangkan karyawan (Thornton & Rupp, 2006). Banyak bentuk assessment center yang umum dipakai perusahaan, contohnya wawancara, tes psikometri, simulasi, presentasi, dan lain-lain. Sifatnya yang fleksibel membuat assessment center dapat disesuaikan dengan jenis pekerjaan apapun, baik yang sifatnya teknis nyata, kemampuan manajerial, bahkan yang sifatnya abstrak seperti menguji cara pikir seseorang. Namun sering kali perusahaan tidak mampu mengidentifikasi kebutuhannya dan sembarang melakukan assessment center. Ada juga kasus dimana perusahaan salah menganalisa hasil assessment center sehingga hasil assessment center yang sebenarnya dapat dioptimalkan manajemen hanya sekedar dipakai untuk proses rekrutmen. Alhasil, sumber daya perusahaan untuk assessment center terbuang sia-sia.

Untuk memahami fungsi assessment center dan mengoptimalkan hasilnya, pertama-tama perusahaan harus mengerti dimensi apa yang dinilai oleh assessment center. Memang sifat assessment center dapat menyesuaikan kebutuhan masing-masing pekerjaan, namun secara general, perusahaan dapat mempertimbangkan teori 6 Dimensi Utama Assessment Center oleh Arthur, et. al. (2003).

  1. Communication

    Dimensi komunikasi menilai sampai sejauh mana seorang individu dapat memahami informasi secara verbal maupun tertulis dan dapat menanggapi pertanyaan dan tantangan yang berhubungan dengannya. Dimensi ini juga mengkaji bagaimana seorang individu dapat menyampaikan informasi secara verbal maupun tertulis, termasuk kemampuan presentasi dan surat menyurat.

  1. Consideration/Awareness of Others

    Dimensi ini menilai sampai sejauh mana tingkah laku seseorang merefleksikan perasaan dan kebutuhannya terhadap orang lain dan juga menilai tingkat kesadaran akan dampak dan implikasi dari keputusan mereka terhadap komponen dalam maupun luar perusahaan. Dimensi ini menilai tingkai kesadaran seorang individu terhadap lingkungan sosialnya, bagaimana ia berkonfrontasi, kemampuan interpersonal, dan objektivitas sosial. Selain itu, kerjasama, kemampuan untuk mengerti orang lain, kemauan untuk berkomunikais dalam kelompok, dan kepekaan juga dikaji dalam dimensi ini. Secara singkat, dimensi ini mengukur kemampuan interaksi sosial individu terhadap lingkungan sekitarnya.

  1. Drive

    Dalam dimensi ini, ukuran sejauh mana individu dapat menciptakan dan memelihara tingkat keaktifannya, menetapkan standar performa pribadi yang tinggi, dan mengungkapkan keinginan mereka untuk naik ke tingkatan pekerjaan yang lebih tinggi. Kandidat diuji tingkat agresifitasnya, komitmen priadi terhadap karir, dan motivasinya untuk pengembangan berkelanjutan. Dalam aspek perilaku, individu juga diuji energi, ketahanan, inisiatif, dan potensinya.

  1. Influencing Others

    Dimensi Influencing Others secara garis besar mengukur kemampuan leadership dan kemampuan persuasi seseorang. Seberapa mampu seorang individu mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu atau mengadopsi sebuah cara pandang tertentu untuk menghasilkan hasil yang diinginkan pemimpin? Apakah dalam proses melakukan kegiatan tersebut, orang lain dapat diyakinkan untuk melakukannya atas motivasinya sendiri dan bukan atas dominasi si pembawa pengaruh tersebut? Dalam dimensi ini, yang dikaji adalah integritas, kemampuan negosiasi, independensi, dan karakter partisipan.

  1. Planning and Organizing

    Dimensi ini mengukur sampai sejauh mana seorang individu dapat mengatur pekerjaan dan sumber daya yang dimilikinya secara sistematis untuk pencapaian tugas yang efisien. Selain itu dari aspek masa depan, dimensi ini juga menilai sejauh mana individu dapat mengantisipasi masa depan dan menyiapkan diri terhadapnya. Dimensi ini mencakup kemampuan administratif, controlling, penjadwalan, pengaturan prioritas, pembentukan rencana taktis, strategic thinking, dan kepekaan terhadap waktu.

  1. Problem Solving

    Dimensi ini mengukur bagaimana individu dapat mengumpulkan informasi, memahami informasi teknis dan profesional yang relevan; menganalisa dan menggunakan informasi dengan efektif; menghasilkan pilihan, ide, dan solusi yang layak; memilih tindakan yang sesuai dengan masalah dan situasi; menggunakan sumber daya dengan cara-cara baru; dan kemampuan menghasilkan dan mendeteksi solusi yang imajinatif. Dimensi ini banyak berbicara mengenai tingkat kreatifitas individu ketika dihadapkan pada masalah dan sumber daya yang terbatas. Karena itu, dalam dimensi ini menilai kemampuan analitis, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan mengartikan informasi, kemauan untuk belajar, kepekaan terhadap detail dan lain-lain.

  1. Stress Tolerance (opsional)

    Dimensi ini bukan dimensi utama yang wajib, namun dalam berbagai penelitian dimensi ini ikut dimasukkan. Dimensi ini mengukur sampai sejauh mana seorang individu dapat menjaga efektifitasnya dalam situasi yang berbeda dan dalam derajat tekanan, oposisi, dan kekecewaan yang beragam. Beberapa jenis pekerjaan sangat memerlukan penilaian dari dimensi ini, namun sebagian lain juga tidak banyak mementingkan sektor ini. Karena itu, dimensi ini dijadikan cadangan dan dapat dipertimbangkan perusahaan sesuai dengan job description yang dibutuhkan. Dimensi ini mengukur kemampuan beradaptasi, fleksibilitas perilaku, stress management, tingkat toleransi untuk keadaan yang tidak menentu, dan sampai sejauh mana individu dapat mempertahankan perilaku baik dalam krisis.

 

Referensi:

Arthur, Jr, W. & Bennett, W. & Edens, P. & Bell, S. (2003). Effectiveness of Training in Organizations: A Meta-Analysis of Design and Evaluation Features. The Journal of applied psychology. 88. 234-45. 10.1037/0021-9010.88.2.234.

Coleman, J. S. (1987). Families and Schools. Educational Researcher, 16(6), 32–38. https://doi.org/10.3102/0013189X016006032

Thornton, G. C. III, & Rupp, D. E. (2006). Assessment centers in human resource management: Strategies for prediction, diagnosis, and development. Lawrence Erlbaum Associates Publishers.