Conversations, Feedback, and Recognition dalam OKR

Objectives and Key Results (OKR) merupakan salah satu framework yang diandalkan beberapa perusahaan besar, seperti Google dan Youtube dalam merumuskan sasaran. OKR pertama kali diperkenalkan oleh Andy Groove dan dipopulerkan John Doerr saat ia berhasil mengimplementasikan OKR pada Google. Setelah OKR, dalam bukunya “Measure What Matters”, John Doerr juga memperkenalkan framework baru, yaitu Conversations, Feedback, and Recognition (CFR) untuk membantu perusahaan dalam menjalankan OKR. John Doerr mengatakan bahwa CFR merupakan bahan bakar bagi OKR karena tiga elemen CFR akan membantu perusahaan mengomunikasikan, mengukur, dan menilai kebutuhan karyawan dalam mencapai OKR, baik individu atau perusahaan.

Tiga Komponen CFR:

  1. Conversations. Komponen ini mendorong pemimpin untuk melakukan komunikasi kepada setiap anggota tim mengenai perkembangan proses pencapaian OKR. Biasanya, conversations dalam OKR identik dengan weekly check-in sehingga karyawan dapat lebih nyaman dalam menyampaikan masalah, keluhan, dan kebutuhannya dalam pencapaian sasaran. Berikut beberapa pertanyaan yang biasa digunakan untuk membangun conversations mengenai OKR.
    • Bagaimana perkembangan OKR Anda?
    • Kemampuan atau sumber daya apa yang Anda butuhkan untuk mencapai sasaran OKR?
    • Apakah ada hambatan dalam proses pencapaian OKR?
    • OKR mana yang perlu disesuaikan, atau ditambahkan, atau dihilangkan?

Baca Juga: Weekly Check-In Dalam OKR

  1. Feedback. Komponen ini mendorong tim untuk bertukar pikiran, ide, kritik konstruktif, dan diskusi mengenai masalah yang timbul pada OKR. Biasanya, pemimpin dapat memberikan umpan balik secara langsung kepada karyawan atas kinerjanya selama seminggu. Setelah itu, masing-masing karyawan diharapkan melakukan evaluasi diri atas umpan balik yang diberikan, baik positif maupun negatif. Umpan balik positif bertujuan untuk memberikan penghargaan kepada karyawan atas kinerja baik yang mereka berikan, sedangkan umpan balik negatif (teguran atau masukan) bertujuan agar karyawan mampu meningkatkan produktivitasnya dalam mencapai sasaran OKR.
  1. Recognition. Menurut What Matters, recognition atau pengakuan merupakan komponen CFR yang paling disepelekan banyak perusahaan. Nyatanya, pengakuan merupakan komponen yang krusial dalam OKR karena pada dasarnya manusia ingin diakui oleh orang di sekitarnya, termasuk perusahaan. Selain itu, komponen ini memengaruhi motivasi, kinerja, dan produktivitas anggota dalam mencapai sasaran OKR. Karyawan yang merasa tidak dihargai cenderung tidak termotivasi untuk mencapai sasaran OKR, meskipun sasaran yang ditetapkan sudah aspirasional.

 

Referensi:
https://www.whatmatters.com/resources/difference-between-okr-cfr
https://www.profit.co/blog/performance-management/what-is-conversations-feedback-recognition-cfr/
https://blog.inspiresoftware.com/conversations-feedback-recognition-make-okrs-better

Company Stories: Google Meet OKR

Google merupakan salah satu perusahaan yang memopulerkan Objectives and Key Result (OKR), yaitu alat untuk menentukan sasaran (Objective) organisasi/ unit/ individu, berkomunikasi, mengukur, dan mencapai sasaran tersebut. Google mengimplementasikan OKR di awal kariernya pada tahun 1999 karena John Doerr, salah satu investor Google datang dan memperkenalkan framework tersebut setelah ia mempelajari OKR dari Andy Grove, selaku pendiri OKR di Intel.

Pada dasarnya konsep OKR Google adalah sebagai berikut:

  • Konsep OKR, yang diperkenalkan oleh John Doer, didasarkan pada penetapan sasaran triwulanan dan tahunan.
  • Google menggunakan maksimal lima Objectives per kuartal dengan masing-masing dua hingga empat Key Results.
  • Key Results harus terukur dan berfungsi untuk mencapai sasaran tersebut.
  • Lebih dari 50% sasaran harus berasal dari individu (pendekatan bottom-up). Jika sasaran ditetapkan berdasarkan pendekatan top-down, karyawan tidak akan terinspirasi untuk mengerjakan tujuan tersebut.
  • OKR tidak boleh dianggap sebagai alat evaluasi kinerja individu atau tim sehingga target yang ditentukan bisa aspirasional dan menantang.

Saat ini, Google memiliki 135.000 lebih karyawan dan masih menggunakan pendekatan OKR untuk menetapkan tujuan, bahkan boleh dikatakan bahwa saat ini OKR menjadi DNA bagi Google.

Mengapa perusahaan inovatif seperti Google masih menggunakan pendekatan yang sama selama 20 tahun?

Manfaat OKR di mata Google:

  1. OKR memotivasi karyawan. Salah satu ciri khas OKR adalah menetapkan tujuan aspirasional dengan target yang fantastis, namun dapat dicapai, sehingga karyawan termotivasi dan bekerja lebih keras untuk mencapai tujuan tersebut. Google mengatakan pencapaian OKR tidak harus 100% setiap saat.  Jika OKR tercapai 100 persen setiap saat, tujuannya tidak cukup ambisius. Pada Google, tingkat pencapaian 60%-70% sudah dianggap luar biasa.
  2. Fokus yang lebih terarah melalui Key Results yang terukur dan dibatasi jumlahnya. Dibandingkan dengan metode manajemen sasaran dan kinerja yang tradisional seperti Management by Objective (MBO), OKR diatur dalam siklus yang lebih pendek. Biasanya, OKR memiliki jangka waktu tiga sampai enam bulan saja dengan weekly check-in yang dilakukan mingguan untuk membahas perkembangan OKR sehingga perusahaan dapat melacak kemajuan serta masalah dengan lebih mudah. Cara ini juga memungkinkan karyawan secara konsisten melacak OKR individunya sendiri dan tetap dalam konteks tujuan perusahaan yang menyeluruh.
  3. Transparansi pada semua level. Bagi Google, transparansi juga merupakan fondasi dalam pembuatan OKR. Itulah mengapa setiap OKR dapat dilihat secara langsung oleh setiap karyawan. Dengan demikian, kontribusi setiap individu terhadap kesuksesan perusahaan dapat terlacak secara konsisten. Cara ini dilakukan bukan untuk menarik perhatian pada setiap masalah atau kesalahan karyawan, melainkan agar setiap karyawan dapat membantu satu sama lain.

 

Referensi:
https://felipecastro.com/en/okr/what-is-okr/
https://www.roslinlab.com/blog/google-s-okr-system-and-how-it-can-work-for-your-teams
https://kanbanize.com/okr-resources/okr/google-okr
https://www.whatmatters.com/resources/google-okr-playbook
https://www.workpath.com/magazine/okr-google

 

 

 

 

 

Weekly Check-in dalam OKR

Objective and Key Result (OKR) adalah suatu kerangka berpikir kritis dan disiplin berkelanjutan yang berupaya memastikan karyawan bekerja sama dan memfokuskan upaya mereka untuk memberikan kontribusi terukur yang memajukan perusahaan (Niven & Lamorte, 2018). OKR memiliki jangka waktu tertentu pada setiap periode, umumnya tiga atau enam bulan sehingga perusahaan harus melakukan weekly check-in atau rapat mingguan yang rutin untuk memantau dan menjaga kinerja organisasi, unit, dan individu karyawan agar selaras dengan Objective (sasaran) yang telah ditentukan.

Pada umumnya, weekly check-in dilaksanakan pada hari Senin karena Senin adalah hari pertama dalam minggu itu. Dengan demikian, karyawan mengetahui target dan apa yang harus mereka kerjakan dalam satu minggu ke depan. Intinya terdapat tiga tujuan utama weekly check in yaitu:

  • Menilai kemajuan (progress) pencapaian sasaran.
  • Mengidentifikasi masalah potensial sebelum berkembang menjadi masalah yang signifikan.
  • Memastikan tim tetap fokus dan termotivasi untuk mencapai sasaran.

Weekly check in biasanya dilakukan dengan gaya komunikasi yang informal sehingga mendorong karyawan agar lebih nyaman untuk menyampaikan hasil kerja atau masalah yang dialami. Setelah melakukan weekly check-in, setiap anggota tim diharapkan mampu memperbaiki atau meningkatkan kinerjanya dalam mencapai objectives.

Tiga manfaat weekly check-in adalah sebagai berikut:

  1. Penyelesaian masalah yang lebih cepat. Weekly check-in membantu pemimpin maupun karyawan untuk mengetahui setiap tanda-tanda masalah yang ada sehingga mereka dapat melakukan problem solving secara real time. Semakin cepat masalah diselesaikan, maka semakin kecil risiko yang muncul.
  1. Membangun kepercayaan dan loyalitas. Weekly check-in dapat digunakan pemimpin untuk membangun hubungan yang lebih dekat dengan anggota timnya karena pada pertemuan ini, pemimpin dapat memberikan perhatian lebih dengan bertanya mengenai keluhan, masalah, atau tantangan yang dihadapi anggota dalam setiap progress-nya. Setelah itu, pemimpin dapat memberikan saran atau masukan untuk anggota tim dalam menyelesaikan masalahnya. Dengan pertemuan ini, karyawan akan merasa lebih diperhatikan dan mereka tidak merasa bekerja sendirian.
  1. Meningkatkan produktivitas. Weekly check-in dapat meminimalisir risiko miss communication sehingga tim dapat bekerja lebih efektif dan efisien. Selain itu, weekly check-in yang sudah terjadwal dapat membantu karyawan untuk mengumpulkan pertanyaan-pertanyaan terkait dengan tugasnya. Weekly check-in juga dapat digunakan untuk menciptakan momen bagi pemimpin dalam menyampaikan ekspektasi kinerja setiap anggota tim sehingga mereka memahami kejelasan peran masing-masing dalam mencapai objective.

 

Referensi:
https://inside.6q.io/the-weekly-check-in/#:~:text=The%20focus%20of%20weekly%20check,employees%20to%20table%20their%20concerns.
https://www.indeed.com/career-advice/career-development/benefits-of-weekly-check-in#:~:text=A%20weekly%20check%2Din%20is%20a%20one%2Don%2Done,or%20the%20staff%20member%20have.
https://inside.6q.io/the-weekly-check-in/

Sejarah OKR

Objective and Key Results (OKR) merupakan alat manajemen kinerja yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan maupun individu. OKR memiliki dua komponen, yaitu Objective, yaitu deskripsi kualitatif tentang apa yang ingin dicapai perusahaan. Objective sebaiknya singkat, inspirasional, dan memotivasi tim. Objective dapat disebut sebagai sasaran strategis yang ingin dicapai perusahaan. Komponen kedua adalah Key Results, yaitu serangkaian deskripsi kuantitatif yang mengukur kemajuan perusahaan menuju Objective. KRs dapat diartikan sebagai ukuran keberhasilan yang menunjukkan kemajuan perusahaan menuju Objective. KRs harus berbentuk kuantitatif, spesifik, dapat diukur, dan dapat diraih.

OKR pertama kali dicetuskan oleh Andy Grove, CEO Intel pada tahun 1970-an untuk mengukur kinerja perusahaannya. Andy Grove menyaring ide cemerlang Manajemen by Objectives (MBO) milik Peter Drucker dan mengembangkannya menjadi konsep Key Results. Idenya sederhana, bahwa KR berperan untuk mengukur dan memfasilitasi pencapaian Objective dan perlu ada beberapa, tidak hanya satu saja, mengingat pentingnya Objective tersebut.

Peter Drucker dan MBO, 1954

Pada tahun 1954 Drucker menerbitkan buku “The Practice of Management“, yang memicu gagasan bahwa Objective atau sasaran itu penting sebagai dasar untuk menilai kinerja. Lalu, Drucker mengusulkan sistem manajemen kinerja yang disebut Management by Objectives (MBO) yang kemudian menginspirasi munculnya OKR. Dalam prakteknya, MBO dipandang memiliki beberapa kelemahan, seperti:

  • Menetapkan sasaran dengan ukuran tertentu yang ternyata memicu cara kerja yang tidak berkualitas.
  • Tujuan perusahaan tidak secara otomatis selaras dengan tujuan karyawannya.

Andy Grove dan OKRs, tahun 1970-an

Sebagai CEO di Intel, Andy Grove mengambil ide MBO oleh Peter Drucker dan mengembangkannya menjadi OKR. Dengan OKR, Objective memiliki beberapa Key Results yang memastikan tim bergerak ke arah yang benar dengan pengukuran yang tepat. Beberapa KRs ini dipandang sebagai peta jalan menuju pada pencapaian sasaran.

John Doerr dan Google, 1999

Saat 1999 Kleiner Perkins berinvestasi di Google dan John Doerr didaulat menjadi penasihat Google. Sebagai penasihat, Doerr memperkenalkan OKR ke Google sehingga Larry Page dan Sergey Brin selaku pendiri Google mengadopsinya di seluruh tim (sekitar 30 karyawan pada waktu itu).

Larry Page: “OKRs have helped lead us to 10x growth, many times over. They’ve helped make our crazily bold mission of “organizing the world’s information” perhaps even achievable. They’ve kept me and the rest of the company on time and on track when it mattered the most.”

OKR Setelah Google, 2010+

Pertumbuhan Google menjadi salah satu fenomena atau model yang mempopulerkan konsep OKR. Google meluncurkan resource re:Work untuk membagikan prinsip OKR-nya. Selain itu, John Doerr juga menerbitkan sebuah buku tentang OKRs “Measure What Matters” sehingga sejak saat itu banyak perusahaan mulai mengadopsi kerangka kerja OKR, seperti Airbnb, LinkedIn, Dropbox, Spotify, Netflix, Amazon, Facebook, Gap, Lear, Deloitte, dan Adobe.

 

Referensi:
https://www.leapsome.com/blog/the-rise-of-okrs-a-short-history-of-objectives-and-key-results
https://www.perdoo.com/okr-guide/#:~:text=OKR%20has%20a%20long%20history,OKR%20during%20his%20time%20there.
https://okrframework.org/en/okr-blog/okr-history
https://www.talbit.io/blogs/brief-history-of-okrs
Tedja, Wirawan. (2021). Objective & Key Results. Jakarta: Samahita Wirotama

OKR Case Study: GOJEK

Objective & Key Results (OKR) merupakan alat manajemen strategis yang berorientasi pada tindakan/aksi. Kerangka kerja ini populer di kalangan start-up karena OKR mendorong perusahaan untuk fokus pada pertumbuhan. Ada beberapa contoh bisnis di dunia yang berhasil mencapai pertumbuhan yang signifikan dengan menggunakan OKR, salah satunya adalah Swipely. Tidak hanya menggunakan OKR sebagai sistem penetapan tujuan, perusahaan ini juga menggunakan OKR sebagai alat komunikasi yang mempersatukan perusahaan dan meningkatkan proses bisnis mereka. Dengan pergeseran secara fundamental dan penerapan OKR, perusahaan ini mampu mencapai angka penjualan sebesar satu miliar dolar Amerika Serikat.

Continue reading

MENGAPA OKR TIDAK MENGGANTIKAN PERFORMANCE REVIEW?

OKR merupakan bagian besar dari manajemen kinerja, tetapi tidak menggantikan performance review. Meskipun demikian, beberapa perusahaan masih berusaha menggunakan OKR sekaligus untuk mengevaluasi kinerja. Hal ini dikarenakan performance review dianggap mampu mendorong pencapaian tujuan, sama seperti OKR.

Sebenarnya, performance review kurang efektif untuk mencapai tujuan karena lebih fokus untuk merefleksikan masa lalu daripada masa depan. Dalam periode yang sama pun, performance review tidak dapat meramalkan keberhasilan pencapaian tujuan. Sebaliknya, performance review lebih efektif digunakan untuk menyoroti hal-hal yang perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, performance review lebih cocok digunakan sebagai metrik kesehatan daripada penentu arah dan tujuan perusahaan.

Karakteristik performance review dan OKR berbeda. Dari sisi subjeknya, performance review menilai karyawan secara individual. Di sisi lain, OKR adalah tentang bisnis secara keseluruhan. Oleh karena itu, jika perusahaan bersikeras mendorong penggabungan OKR dan performance review, maka akan ada beberapa isu yang muncul.

  • Performance Review Menjadi Tidak Adil & Tidak Akurat

    Karyawan menginginkan penilaian kinerja yang adil, tetapi seperti apa penilaian kerja yang adil tersebut? Menurut penelitian HBR (2018), performance review yang efektif dilakukan dengan cara membandingkan kinerja karyawan dengan dirinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan membandingkan kinerja karyawan di periode saat ini dan periode yang lalu serta dengan membandingkan kinerja dalam satu periode yang sama.

    Masalahnya, OKR bersifat kolaboratif. Ketika performance review dilakukan berdasarkan OKR, maka akan terjadi perbandingan kinerja antar karyawan sehingga terjadilah penilaian kinerja yang tidak adil. “[OKR] is not a legal document upon which to base a performance review, but should be just one input used to determine how well an individual is doing,” jelas Andy Grove. Artinya, OKR hanya menjadi salah satu masukan untuk memastikan seberapa baik performa individu, bukan keseluruhan.

  • OKR Akan Menjadi Alat Kontrol

    Organisasi yang menggunakan OKR sebagai alat evaluasi biasanya tidak sengaja mengubah gaya manajemennya menjadi lebih “mengontrol”. Bisa jadi, tujuan awal penggunaan OKR sebenarnya adalah untuk membebaskan karyawannya berambisi dan mengerjakan apa yang menjadi passion-nya. Di sisi lain, ketika OKR dan performance review berada di dalam platform yang sama, manajemen menuntut lebih kinerja masing-masing individu.

    Pada saat yang bersamaan, ketika OKR dipersepsikan sebagai performance review, engagement dan kinerja karyawan akan berkurang. Karyawan cenderung memandang rendah kemampuannya untuk mencapai tujuan sehingga menurunkan target yang disasar. Hal tersebut akan menjadi hambatan bagi perusahaan karena kurangnya target-target yang ambisius.

  • Menjadi Fokus pada Output

    OKR seharusnya fokus pada outcome, bukan output. Untuk menjaga keselarasannya, perusahaan dapat mengoordinasi karyawannya untuk mengerjakan pekerjaan atau proyek yang berkontribusi untuk mencapai outcome tersebut. Di sisi lain, jika OKR digunakan sebagai performance review, OKR akan menjadi sangat output-driven.

    Perusahaan cenderung akan berusaha mempermudah penilaian kinerja karena terikat dalam periode tertentu. Performance review akan menjadi sulit ketika outcome digunakan sebagai metrik keberhasilan OKR. Oleh karena itu, perusahaan akan mengubah fokus OKR menjadi output. Spotify mengatakan bahwa OKR di level individu hanya menghambat kemajuan perusahaan. Oleh karena itu, mereka hanya menggunakan OKR di level korporat untuk memvisualisasikan tujuan dan outcome sehingga semua orang dapat bergerak ke arah yang sama.

  • Cenderung Mempertimbangkan Orang sebagai Starting Point

    Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang berfokus pada pencapaian strateginya, bukan pada karyawan yang sudah dimiliki. Pertanyaannya adalah, “Apakah perusahaan dapat mengeksekusi strategi dengan tim yang ada?”, bukan, “Apakah perusahaan memiliki strategi untuk mempermudah kerja karyawan?” Faktanya, tipe pekerjaan akan menyesuaikan sasaran akhir strategi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, OKR juga dapat digunakan untuk menentukan kriteria rekrutmen.

    Ketika berhasil mengoptimalkan kekuatan anggota tim, perusahaan akan dapat menjalankan taktik untuk jangka waktu pendek. Namun, untuk mempertahankan bisnis secara berkelanjutan, perusahaan membutuhkan strategi yang tepat untuk jangka waktu yang panjang.

BACA JUGA: 4 KESALAHAN IMPLEMENTASI OKR

Berdasarkan penjelasan di atas, data disimpulkan bahwa OKR dan performance review mempunyai tujuan yang berbeda. OKR digunakan untuk mencapai tujuan yang ambisius, sedangkan performance review digunakan untuk menilai kinerja karyawan dalam periode tertentu. Karyawan memang merupakan aset yang dapat mendorong pencapaian sasaran ambisius OKR sehingga OKR dapat menjadi salah satu sumber wawasan kinerja karyawan, tetapi bukan satu-satunya sumber penilaian kinerja.

Referensi:
https://www.perdoo.com/resources/okrs-and-performance-reviews/
https://hbr.org/2018/03/people-dont-want-to-be-compared-with-others-in-performance-reviews-they-want-to-be-compared-with-themselves
https://hrblog.spotify.com/2016/08/15/our-beliefs/

4 KESALAHAN IMPLEMENTASI OKR

Referensi mengenai OKR yang tersedia secara online dan gratis tergolong kurang memadai, tetapi ada salah satu referensi video YouTube yang sering digunakan, yaitu karya Rick Klau, mitra Google Venture saat itu. Dalam video tersebut, ia memberikan pengenalan mendalam tentang OKR dengan menggunakan presentasi asli John Doerr dari tahun 1999 sebagai referensi utama. Meski OKR telah berkembang sejak saat itu, Google belum membuat video baru sehingga menyebabkan kebingungan bagi pendatang baru OKR. Mereka mencoba meniru pendekatan Rick dan contoh yang diberikan dalam video tersebut, tetapi gagal. Hal ini diperparah dengan informasi di dalam buku terkenal John Doerr, “Measure What Matters” yang terkadang menambah kebingungan bagi kaum awam OKR.

Jangan salah paham. Tanpa perkataan dan wawasan yang dibagikan oleh John Doerr dan Rick Klau, OKR tidak akan ada apa-apanya. Kami senang Rick Klau mengakui beberapa kesalahan yang dibuat. Ini akan memberikan kita pelajaran dan kepercayaan diri yang lebih besar untuk meningkatkan praktik OKR dalam bisnis.

4 Isu yang Diperbaiki oleh Rick Klau

  1. Key Results (KR) mengukur outcome, bukan output.

KR dapat membuat OKR berhasil atau gagal. Sayangnya, contoh KR dalam video tersebut tidak mendorong keberhasilan OKR. Dua kesalahan utama dalam contoh yang diberikan adalah:

  1. Terdapat metrik di dalam Objective
  2. KR mengukur output

Untuk memastikan pemahaman kita, mari kita lihat salah satu contoh yang ada dalam video Rick Klau:

Objective  :Meningkatkan web traffic Blogger sebesar xx% dibandingkan pertumbuhan organik
KR 1           :Luncurkan 3 fitur yang terukur dan berdampak pada web traffic Blogger
KR 2           :Tingkatkan penanganan 404 blogger, perpanjang time on site dan pageviews per sesi pada sesi yang dimulai dengan error 404 sebesar xx%

 

Berikut kesalahan yang terdapat di dalam contoh:

  1. Objective ini pada dasarnya adalah KR. Dalam kasus ini, KR tidak dapat membuat Objective menjadi spesifik dan juga tidak dapat mengukur kemajuan.
  2. KR 1 cocok menjadi Inisiatif karena mengukur output, bukan outcome. Anda mungkin berhasil meluncurkan 3 fitur, tetapi apakah itu menjamin peningkatan web traffic? Sulit untuk dikatakan.
  3. KR 2 cukup membingungkan. Ada terlalu banyak hal yang diuraikan di sana.

 

Sebaiknya, tuliskan OKR seperti berikut ini:

Objective  :Halaman Blogger mendapatkan lebih banyak web traffic daripada halaman North America’s Highway 404
KR 1           :Meningkatkan total web traffic Blogger dari x% menjadi y%
KR 2           :Meningkatkan total waktu di tempat per sesi dari x% menjadi y%
KR 3           :Meningkatkan jumlah pageviews per sesi dari x ke y
IN 1            :Meluncurkan 3 fitur yang terukur dan berdampak pada web traffic Blogger
IN 2            :Memperbaiki error 404 yang ada

 

  1. OKR Individu bukanlah yang terpenting

    Dalam videonya, Rick Klau menyarankan untuk menjalankan OKR di tingkat individu/pribadi. Sebaliknya, dalam blog baru Klau, dikatakan bahwa Anda harus “mengabaikan” OKR individu untuk “memberi tim kesempatan melihat OKR bekerja dengan baik dalam menyelaraskan tim di seluruh organisasi, dan berdampak lebih besar jika terdapat komitmen bersama.” Oleh karena itu, jangan terlalu khawatir untuk mendorong setiap karyawan memiliki OKR individu.

    OKR adalah tentang organisasi secara keseluruhan, bukan tentang individu. Meski dipimpin oleh satu orang, keberhasilan OKR adalah upaya kolaboratif, dan jarang merupakan upaya individu mencapai seluruh sasaran organisasi. Dari strategi dan sasaran tahunannya, arah keseluruhan organisasi ditentukan. Selanjutnya, dengan menggunakan kesatuan arah sebagai pedoman, tim bersatu dan berjalan dalam irama triwulanan serta menentukan apa yang paling penting bagi mereka dan organisasi. Dan di situlah eksekusi terjadi.

  2. OKR seharusnya tidak menggantikan sistem Performance Review

    Di dalam videonya, Klau menyebutkan bahwa meskipun OKR bukanlah alat evaluasi kinerja, OKR dapat dimasukkan sebagai bagian dari prosesnya. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah.

    OKR adalah bagian besar dari alat manajemen kinerja organisasi. Tidak diragukan lagi bahwa timlah yang mendorong eksekusi dan bekerja secara langsung untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, OKR dapat memberikan wawasan yang bagus tentang kinerja karyawan. Meski demikian, hal tersebut seharusnya hanya menjadi bagian kecil dari ulasan kinerja karyawan, bukan menjadi acuan mengukur kinerja mereka secara keseluruhan.

    Selanjutnya, Klau mengatakan bahwa dia lebih suka OKR menjadi bagian yang lebih besar dari evaluasi tahunan karena akan memberikan informasi yang jelas tentang apa yang telah dilakukan selama seperempat tahun. Baginya, nilai OKR akan menjadi bukti dampak pekerjaannya.

    Pernyataan ini dikoreksi dengan mengatakan: “jika Anda menggunakan OKR sebagai tinjauan kinerja (yang sering kali memiliki komponen kompensasi yang terkait dengannya), Anda akan mendorong tim Anda untuk memasukkan OKR mereka, dan menetapkan tujuan yang sepenuhnya dapat dicapai sehingga mereka bisa mendapatkan bonus mereka.” Kebijakan ini akan memadamkan ambisi karena hanya mereka yang mencapai target 100% yang akan mendapatkan bonus. Hal ini sepenuhnya bertentangan dengan gagasan bahwa OKR harus mencerminkan tujuan yang ambisius.

BACA JUGA: MENGAPA OKR TIDAK MENGGANTIKAN PERFORMANCE REVIEW
  1. Mengatakan “tidak” sama baiknya dengan mengatakan “ya”

    Ketika berbicara tentang OKR, ingatlah: lebih sedikit lebih banyak. Klau menyinggung hal ini dalam videonya dan menyarankan untuk menjaga OKR Anda seminimal mungkin di setiap kuartal. Bahkan, ia juga berbagi pengalamannya bahwa ia pernah memiliki tujuh Objective dalam satu kuartal dan menyebut pengalaman itu “melelahkan”. Kami setuju dengan gagasan tersebut, tetapi bukan hanya itu saja.

    Menetapkan OKR dengan tim bukanlah hanya permainan angka tentang seberapa banyak OKR yang harus dikerjakan, melainkan juga tentang percakapan sulit seputar fokus pada kuartal tersebut. Itu bahkan mungkin berarti Anda perlu mengesampingkan beberapa ide terbaik. Pastikan hanya hal-hal yang benar-benar penting yang diprioritaskan dan dikerjakan.

    • Mengapa ini penting?
    • Mengapa mendesak?

Jika telah menyepakati OKR dan setelah menjawab dua pertanyaan tersebut, Anda mungkin perlu menghapus ide-ide tersebut sepenuhnya atau menugaskannya ke kerangka waktu di masa mendatang. Itu tidak masalah. Jangan takut untuk mengatakan “tidak”.

Referensi:

https://www.perdoo.com/resources/klau-admits-errors-about-okr

ENAM NILAI KPI UNTUK PERUSAHAAN

Untuk mencapai tujuan, organisasi biasanya menggunakan metrik kinerja sebagai alat untuk melacak dan memonitor progres atau keberhasilan kinerja. Metrik yang bersifat strategis ini disebut sebagai Key Performance Indicators (KPI). Menurut Warren (2011), KPI merupakan sebuah ukuran yang menilai bagaimana sebuah organisasi mengeksekusi visi strateginya. Dengan menggunakan KPI, perusahaan akan mendapatkan gambaran milestone yang akan dilalui dalam bentuk angka atau deskripsi keberhasilan yang diangkakan.

(BACA JUGA: STRATEGY FORMULATION: THE STRATEGIC THINKING APPROACH)

KPI memberikan nilai untuk perusahaan sebagai berikut:

  • Memberikan kejelasan

    Dengan adanya KPI, karyawan akan mendapatkan kejelasan tentang apa yang harus dikerjakannya. Job Description (JD) memang membantu, namun sering kali JD tidak memberikan informasi yang jelas apa yang menjadi hasil utama pekerjaan tersebut. Tabel KPI, yang berisi sekumpulan ukuran kinerja yang menjadi tanggung jawab karyawan, akan memandu mereka bekerja menuju pada hasil yang sudah ditetapkan.

  • Sarana komunikasi

    KPI dapat digunakan untuk mendorong diskusi antara pemimpin dan karyawannya. Adanya ukuran dan target yang jelas akan memandu diskusi atasan dan bawahan dalam konteks pekerjaan dan perusahaan. Sedangkan komunikasi mengenai kinerja dapat dilakukan melalui berbagai kesempatan, seperti rapat kinerja bulanan, weekly check-in, one-on-one meeting, bahkan saat melakukan percakapan informal.

  • Memberikan fokus

    Ukuran kinerja yang jelas dan dikomunikasikan dengan baik akan memberikan fokus kinerja yang jelas dan memicu semangat tim. Dengan jumlah yang imbang (tidak lebih dan kurang) dan relevan dengan peran yang diemban oleh individu, KPI akan memberikan fokus yang sehat sehingga energi dapat terkelola dan memberikan hasil yang optimal.

  • Peningkatan kinerja

    Semua KPI adalah kuantitatif sehingga memiliki angka yang bisa dikelola atau diperbaiki. Misal: kita memiliki KPI soal jumlah karyawan yang kompeten. Bila tahun lalu perusahaan memiliki 100 karyawan yang kompeten, maka tahun ini dapat ditingkatkan hingga mencapai 150 orang. Dengan demikian, target yang bertumbuh akan memicu kreativitas dan proses pembelajaran.

  • Sebagai kesempatan belajar dan berkembang

    Target KPI yang baik adalah target yang relevan, sesuai dengan kondisi internal serta eksternal perusahaan, dan memicu semangat/motivasi untuk mencapainya. Target yang rendah biasanya menimbulkan kebosanan, sementara jika terlalu tinggi akan mematikan harapan untuk mencapainya. KPI dengan target yang sesuai dan sebaiknya tinggi, akan memicu proses belajar, yaitu kita termotivasi untuk mencari cara baru dalam mencapai target yang bertumbuh tersebut. Jelas cara lama sudah tidak berlaku lagi dan perlu cara kreatif lainnya untuk mencapainya.

  • Sarana keterlibatan karyawan

    Biasanya KPI diganjar dengan penghargaan finansial, seperti bonus, sehingga timbullah komitmen individu untuk mencapainya. Beberapa individu dengan semangat moral yang tinggi mengganggap KPI adalah kontrak kinerja yang akan mengikat mereka sampai akhir periode tahun fiskal KPI. Adanya KPI sering kali membuat karyawan tidak putus di tengah jalan dan KPI menjadi status prestasi pekerja yang patut dibanggakan.

KPI mampu membantu meningkatkan kinerja organisasi dalam mencapai tujuan organisasi secara terintegrasi. KPI dapat diukur dalam periode harian, mingguan dan bulanan sehingga membutuhkan perhatian lebih dari pihak manajemen untuk terus mengawasi dan menilai perkembangannya. Dalam merumuskan KPI, terdapat beberapa tantangan juga dalam menentukan indikator. Apa saja tantangan tersebut? Silakan baca selengkapnya di: Enam Tantangan Mengukur Kinerja.

Referensi:
https://smallbusiness.co.uk/kpis-why-benefit-business-2541248/
https://www.klipfolio.com/resources/articles/what-is-a-key-performance-indicator
https://www.unboxedtechnology.com/blog/advantages-and-disadvantages-of-performance-indicators/
https://www.staceybarr.com/questions/howtousekpis/
https://www.testgorilla.com/blog/factors-of-employee-engagement/
https://www.ckju.net/en/dossier/introduction-key-performance-indicators-kpis-what-are-they-and-how-can-they-be-used
https://www.ringcentral.co.uk/gb/en/blog/definitions/kpi-key-performance-indicators/
https://www.forbes.com/sites/louismosca/2019/06/18/key-performance-indicators-101-why-theyre-important/?sh=7d185a042652
https://www.sodexo.co.id/key-performance-indicator-adalah/
https://smartpresence.id/blog/pekerjaan/manfaat-kpi-untuk-karyawan-dan-perusahaan
https://qwords.com/blog/kpi-adalah/

Systemic Flow Analysis: Alat Penghasil KPI

Salah satu tantangan dalam menyusun Key Performance Indicators (KPI) adalah menentukan indikator yang relevan dengan Objective. Untuk menyusun KPI, organisasi memiliki banyak pilihan sumber yang secara garis besar terbagi menjadi sumber internal dan eksternal. Mereka bisa mengambilnya dari sumber-sumber tersebut. Meski terdapat banyak referensi KPI, perusahaan akan memakai indikator yang benar-benar relevan. KPI yang tepat akan membawa kita sampai pada sasaran yang kita kehendaki. 

Continue reading

ENAM TANTANGAN MENGUKUR KPI

Ketika berhadapan dengan strategi, kebanyakan perusahaan berhenti di tahap formulasi strategi lalu berharap tujuan yang ditetapkan akan tercapai dengan sendirinya. Tujuan apa pun sulit terwujud ketika kita tidak fokus dalam mencapainya. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengubah cara kerjanya dengan segera menulis roadmap yang jelas dan dimonitor melalui suatu ekspresi yang terukur, yaitu Key Performance Indicators (KPI). 

KPI adalah ukuran kinerja yang dapat diukur dari waktu ke waktu untuk tujuan tertentu. Dalam mengelola kinerja, KPI merupakan ukuran yang umum digunakan, terutama oleh organisasi yang menganut Balanced Scorecard (BSC) sebagai alat manajemen strategisnya. KPI mampu memberikan fokus peningkatan strategis dan operasional, menciptakan dasar analitis untuk pengambilan keputusan, dan memberi fokus pada hal penting lainnya. Menurut Peter Drucker, “What gets measured gets managed,” – ini berarti, semua yang tertuang di KPI dapat dikelola dan mampu ditingkatkan. 

Di lain sisi, menjalankan KPI tidaklah mudah. Pada saat kita memiliki satu sasaran, sering kali ada beberapa pilihan KPI yang bisa menjadi alternatif ukuran keberhasilan sasaran tersebut, namun tidak semuanya relevan. Kedua, ada kalanya suatu KPI menjadi sulit diukur karena upaya pengumpulan datanya sangat mahal dan perusahaan memilih untuk tidak menggunakan KPI itu (contoh: market share). Ketiga, menentukan target KPI sangatlah tidak mudah karena target yang efektif adalah yang mampu meningkatkan motivasi, demikian sebaliknya sehingga kita harus sangat berhati-hati dalam menentukan target tersebut.

Berikut detail tantangan mengimplementasikan KPI dalam organisasi: 

  • Memilih indikator yang tepat.

    What’s the most matters to our organization?” merupakan pertanyaan terbesar untuk menentukan indikator yang tepat. Manakah indikator yang terpenting untuk mengukur peningkatan finansial? IDR Profit ataukah IDR Sales? Jika Anda menjawab IDR Profit, mungkin fokus Anda adalah mendapatkan keuntungan bagi perusahaan. Anda mungkin ingin menuliskan Objective: “Meningkatkan Profit”. Sebaliknya, jika menjawab IDR Sales, Anda memang mementingkan peningkatan penjualan sehingga pilihlah Objective: “Meningkatkan Penjualan”. Manakah dari kedua ini yang tepat bagi perusahaan? Jawabannya adalah yang paling relevan dengan kebutuhan perusahaan.

    Strategic Management Officer (SMO) atau unit apapun yang berperan untuk mengelola strategi perlu memastikan semua orang memahami Objective sehingga ada keselarasan. Setelah memahami Objective, masing-masing departemen akan lebih mudah menentukan KPI yang sesuai dan berkontribusi. Tanpa memahami apa yang dibutuhkan perusahaan, KPI yang keliru bisa saja menjadi pedoman selama satu tahun.

  • Mengumpulkan data.

    Untuk mengukur KPI dengan akurat, biasanya diperlukan pengumpulan data dari berbagai sumber. Sumber data KPI bisa melalui survei, ERP, operasi internal, laporan benchmark, dan sumber eksternal lainnya. Sering kali, pemilik KPI bekerja secara silo sehingga kesulitan mengakses data yang tidak dimiliki. Pengumpulan data mungkin memerlukan keterlibatan IT, pembelian data, dan mekanisme yang lama dan mahal. 

  • Target setting

    Target setting bersifat personal. Artinya, untuk mencapai target adalah kewajiban setiap anggotanya. Oleh karena itu, organisasi perlu memastikan bahwa target KPI yang berkontribusi tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Target yang terlalu tinggi membuat demoralisasi karyawannya. Karena dikaitkan dengan bonus, target yang nampak tidak mungkin tersebut bisa saja membuat karyawan ogah menggapainya. Sebaliknya, target yang rendah memang menggiurkan bagi karyawan, namun tidak berkontribusi bagi kemajuan organisasi. Target rendah yang setara dengan standar, sebaiknya tidak dimasukkan ke penilaian kinerja.

  • Menganalisis hasil KPI

    Tercapai atau tidaknya KPI akan menjadi percuma jika tidak dianalisis dengan baik. Tujuan utama menerapkan KPI adalah pembelajaran bagi organisasi. Jika organisasi tidak belajar apapun, penerapan KPI akan menjadi percuma karena organisasi tidak memahami bagaimana praktik yang terbaik untuk mencapai target.

    Selain itu, analisis KPI memberikan gambaran pertumbuhan organisasi dari waktu ke waktu. Analisis KPI bisnis membutuhkan pemahaman data yang dengan sangat baik, bagaimana mencampur, dan mencocokkan data dari sumber data yang berbeda. Selanjutnya, organisasi harus mampu menyimpulkan dan mengevaluasi alasan di balik keberhasilan dan kegagalan KPI untuk penetapan KPI di periode selanjutnya.

  • Mendokumentasikan KPI.

    Dokumentasi atau manual KPI adalah tentang menyusun informasi yang relevan mengenai indikator yang diberikan. Penting bagi organisasi untuk menginformasikan formula KPI yang telah disetujui. Dengan adanya dokumentasi, organisasi dapat mengelola pengetahuan (knowledge management), memastikan KPI dipahami, dan sebagai standar untuk dikomunikasikan. Organisasi besar umumnya lebih kesulitan mendokumentasikan KPI karena jumlah KPI personal yang banyak dan harus digabungkan. Untuk memudahkan, organisasi dapat membangun Strategic Management Office (SMO) yang akan membantu organisasi mengelola strategi. 

  • Visualisasi Data. 

    Visualisasi data akan memudahkan orang lain memahami KPI melalui tampilan garis atau grafik. Kegiatan ini adalah tantangan teknis setiap pemilik KPI, terutama bagi mereka yang tidak familiar dengan penggunaan aplikasi yang mendukung. Melalui tampilan visual, kenaikan dan penurunan akan langsung memberikan informasi yang akurat. Ini berarti, data-data yang didokumentasikan dalam KPI juga harus merupakan data yang benar dan berintegritas. 

Tidak mudah untuk menerapkan KPI, namun ini adalah beberapa saran kami atas kesulitan di atas. Pertama, kita harus memilih KPI yang relevan dengan sasarannya. Kedua, memilih KPI berdasarkan data yang sudah ada di dalam organisasi akan jauh lebih mudah dalam mengumpulkan data KPI. Ketiga, gunakan data kinerja yang ada sebagai baseline penentuan target KPI. Keempat, data KPI yang sudah dikumpulkan dari waktu ke waktu perlu divisualisasikan dalam sebuah grafik tren dan dianalisis kenaikan atau penurunannya. Kelima, setiap KPI memerlukan definisi formula perhitungannya sehingga tidak menimbulkan perselisihan di akhir periode KPI, apalagi ketika KPI dikaitkan dengan reward.

Referensi:
https://dashboardfox.com/blog/what-is-a-kpi-benefits-challenges-examples/
https://hbr.org/2010/10/what-cant-be-measured/ 
https://www.abtasty.com/blog/key-performance-indicator/
https://www.clicdata.com/kpi/analysis/
https://www.pdagroup.net/en/spotlight/challenges-that-keep-you-from-achieving-your-kpis
https://www.performancemagazine.org/why-use-kpi-documentation-forms/
https://www.qlik.com/us/kpi
https://www.rhythmsystems.com/blog/5-reasons-why-you-need-kpis-infographic
https://www.simplekpi.com/Blog/The-5-Essential-KPIs-Challenge
https://www.truesky.com/set-it-and-forget-it-overcoming-common-kpi-challenges/