Teori Five Forces oleh Michael Porter merupakan sebuah gagasan yang sederhana, namun sangat bermanfaat untuk mengidentifikasi persaingan yang terjadi dalam lingkungan bisnis. Teori ini juga dapat membantu organisasi untuk mengidentifikasi potensi ancaman dan peluang yang perlu diantisipasi oleh perusahaan. Dalam teori ini, Porter mendorong organisasi untuk melihat melampaui apa yang dilakukan oleh para kompetitor untuk menemukan faktor lain yang memberi dampak pada posisi dan kekuatan sebuah organisasi dalam lingkungan bisnis.Continue reading
PORTER’S FIVE FORCES:
PESTLE ANALYSIS DALAM PERENCANAAN STRATEGIS
Sebagai pelaku bisnis, perusahaan selalu mempertimbangkan segala faktor yang berdampak pada bisnis. Mungkin perusahaan memiliki tim yang berdedikasi dan handal dalam pekerjaannya, namun bagaimana perusahaan memastikan bahwa strategi yang dirancang sudah relevan dan efektif? Di sisi lain, kondisi eksternal perusahaan selalu bergerak dinamis dan sulit ditebak. Dalam hal ini, PESTLE Analysis dapat memberikan solusi untuk menganalisis faktor eksternal perusahaan.Continue reading
STRATEGY FORMULATION:
THE STRATEGIC THINKING APPROACH
Banyak perusahaan besar jatuh karena kesalahan fatal dari formulasi strateginya. Sebut saja Kodak yang terlalu terpesona dengan kejayaan brandnya selama masa kamera film dan lupa merancang strategi jangka panjang. Kodak gagal dalam mengidentifikasi perkembangan bidang fotografi yang semakin terdigitalisasi, hingga Kodak akhirnya bangkrut dan mengajukan permohonan perlindungan pailit dari bank pada Januari 2012. Bayangkan saja, brand sebesar Kodak yang sudah going global saja bisa jatuh bangkrut karena tidak merancang strategi yang tepat—bagaimana dengan manajemen Anda?
Ada banyak teori formulasi strategi dan juga kisah sukses eksekusi, namun tidak jarang juga ditemui strategi yang gagal menjawab kebutuhan perusahaan, sebaliknya menyia-nyiakan sumber dayanya untuk membiayai strategi tersebut. Hal ini sering kali disebabkan oleh ketidakmampuan manajer untuk mendapatkan informasi yang tepat dan gagal membaca masa depan industrinya. The Strategic Thinking Model adalah sebuah pendekatan yang diformulasikan agar perusahaan memahami lingkungan industri secara menyeluruh terlebih dahulu sebelum merancang strategi yang paling tepat.
-
Memahami situasi masa kini dan situasi masa depan yang diharapkan
Langkah pertama yang harus dilakukan manager adalah ia harus benar-benar mengerti situasi yang dihadapi oleh perusahaan saat ini. Manager harus peka dan sensitif terhadap tren dan tuntutan customer yang sedang hangat dibicarakan. Kebanyakan manager memasang kacamata kuda dan hanya berfokus ke dalam inti perusahaan. Hal ini baik, namun manager tidak boleh acuh tak acuh terhadap keadaan lingkungannya. Bagaimana keadaan pasar? Bagaimana kondisi kompetitor? Tren apa yang bisa dikaitkan dengan produk perusahaan? Manager juga perlu menetapkan visi yang jelas mengenai masa depan perusahaan. Visi harus mampu menggambarkan sejauh mana dan bagaimana perusahaan akan berkembang tiga, lima, atau sepuluh tahun lagi. Pertanyaan yang harus dijawab manager adalah seputar; akan seperti apakah perusahaan tahun depan? Sebesar apa market yang ingin dicakup tiga tahun ke depan?
-
Mendiagnosa domain bisnis.
Langkah kedua, manager harus memetakan komponen utama dalam perusahaan dan hal-hal apa saja yang dapat diangkat menjadi poin kekuatan perusahaan. Komponen ini melingkupi komponen internal perusahaan (sumber daya, skill, pengetahuan, teknologi, struktur, operasi, dan budaya perusahaan), hubungan dengan stakeholder yang terkait dengan perusahaan, dan lingkungan sektor industri sekitar perusahaan. Dengan memahami inti perusahaan dengan baik, manajer dapat melanjutkan ke langkah ketiga.
-
Menggali wawasan
Wawasan yang luas membuat manager mampu mengidentifikasi peluang. Wawasan dapat berupa ide pengembangan atau ide perbaikan, bahkan juga ide penciptaan. Meski begitu, tidak semua peluang dapat dipakai oleh perusahaan. Peluang yang benar-benar tepat adalah peluang yang menjawab tren saat ini, sesuai dengan visi masa depan yang diinginkan perusahaan, dan dapat dieksekusi dengan sumber daya perusahaan yang ada sekarang. Wawasan dapat didapatkan melalui banyak medium, contohnya melalui kritik dan saran customer, berita, ataupun dari perspektif para ahli di bidangnya. Karena itu manager harus selalu terpapar dengan sebanyak mungkin informasi, agar manager selalu update dengan kemungkinan dan peluang yang bisa muncul kapan saja.
-
Mengembangkan prediksi masa depan
Prediksi masa depan dalam langkah keempat merupakan bentuk antisipasi perusahaan terhadap pola tren yang ada. Prediksi dalam langkah keempat sifatnya lebih detail daripada bayangan visi dalam langkah pertama. Dalam langkah ini, manager perlu mengembangkan skenario-skenario terburuk dan terbaik yang mungkin terjadi dalam perusahaan maupun industrinya. Dengan membayangkan berbagai skenario yang mungkin terjadi, manager dapat menetapkan langkah antisipatif dan mengembangkan ide yang tidak biasa-biasa. Dengan mengembangkan berbagai skenario, manajer dapat memicu kreativitas idenya.
-
Memetakan arah masa depan
Dalam langkah ini, manager perlu kembali ke arah visi masa depan yang sudah ditetapkan di langkah pertama. Perlu dicatat, bahwa pantangan besar manajemen adalah membuang sumber daya perusahaan dalam bentuk apapun untuk pengembangan ide yang sia-sia dan tidak sesuai dengan visi perusahaan. Pemetaan ini berfungsi untuk mengingatkan manager untuk kembali menghidupi visi dan misi perusahaan, sehingga ide strategi tidak melenceng dari tujuan utama perusahaan. Karena itu, perancangan visi perusahaan di langkah pertama juga harus fundamental dan mampu mengakomodasi perkembangan perusahaan yang lebih baik.
-
Memelihara fokus
Langkah keenam adalah langkah reflektif dari langkah-langkah sebelumnya. Fungsi langkah ini adalah untuk mengevaluasi apakah fokus perusahaan yang sudah ditetapkan sudah mampu mewadahi berbagai skenario di masa depan. Apabila fokus perusahaan dirasa sudah tidak mampu mengakomodasi perusahaan untuk berkembang lebih besar, maka manajemen perlu berbenah dan merancang formulasi baru.
Pada akhirnya, bentuk pendekatan ini tidak mampu menjamin 100% bahwa manajemen akan mampu merancang formulasi strategi yang akurat, namun pendekatan ini berfungsi sebagai pedoman agar manajer dapat memahami situasi yang dihadapi sekarang, visi yang ingin diraih, dan berbagai peluang yang bisa dimaksimalkan. Selain itu, pendekatan ini berfungsi untuk sebagai pengingat manajemen terhadap pemetaan stakeholder yang terkait dengan perusahaan. Dengan pemahaman yang baik, maka proses formulasi strategi dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
BUSINESS MODEL CANVAS: A STARBUCKS CASE
Business Model Canvas adalah metode pemetaan strategi bisnis menyeluruh yang dikembangkan oleh konsultan bisnis dari Swiss, Alexander Osterwalder pada tahun 2010. Hingga saat ini, BMC populer digunakan oleh banyak perusahaan untuk menggambarkan operasi perusahaan karena bentuk pemetaannya yang sederhana, namun menyeluruh dan kompleks.
-
Customer Segments
Langkah pertama dari pemetaan Business Model Canvas adalah mengisi kolom customer. Manager perlu mengidentifikasi kelompok pasar yang menjadi customer perusahaan dan ciri-ciri konsumennya. Contohnya, kelompok customer Starbucks adalah kelompok masyarakat penikmat beverage kelas menengah atas, penikmat kopi, anak muda, pekerja kantor, dan masyarakat perkotaan.
-
Value Proposition
Kedua, perusahaan perlu mencatat value apa yang ingin disampaikan ke masyarakat. Value tidak selamanya harus berupa keunggulan produk, namun bisa juga diciptakan melalui experience, kekuatan brand, sejarah, dan lain-lain. Dalam kasus Starbucks, value proposition Starbucks sudah bukan sekedar kopi yang nikmat, melainkan experience berupa kesenangan, kenikmatan, kenyamanan, dan kemudahan di Starbucks. Value proposition Starbucks patut dicontoh karena Starbucks mampu memberikan value yang tidak dapat disamai oleh kompetitornya. Apabila Starbucks hanya fokus pada kopi, suatu saat kompetitor akan menemukan produk yang sama baiknya bahkan lebih baik. Karena itu manajemen perlu mengidentifikasi value yang menjadi kekuatan perusahaan yang tidak bisa ditiru perusahaan lain.
-
Channel
Channel adalah bagian pemetaan dimana value diantarkan kepada kelompok pelanggan. Dalam bagian ini, perusahaan mendaftarkan bentuk-bentuk medium apa saja yang dimiliki perusahaan. Dalam kasus Starbucks, proses pengantarkan value dilakukan di physical store Starbucks yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain physical store, Starbucks juga memiliki website, media sosial, dan program kolaborasi dengan Go-Jek, sehingga pelanggan Starbucks tidak hanya dapat memesan di offline store, melainkan juga melalui online store.
-
Customer Relationships
Langkah keempat adalah mengidentifikasi usaha-usaha apa yang dilakukan perusahaan untuk berkomunikasi dan menjaga hubungan dengan pelanggannya. Starbucks melakukan engagement dengan pelanggannya dengan menggunakan membership card dan promosi official line@. Melalui membership card, Starbucks memberikan promo-promo khusus yang personal kepada membernya berupa akses khusus sebelum peluncuran produk tumbler secara publik, program ulang tahun, point rewards, dan lain-lain. Sementara melalui official line@, Starbucks menerima komplain, kritik, saran, dan menyebarkan broadcast message berupa kode promo dan iklan produk terbaru mereka. Dengan menggunakan media sosial, Starbucks juga terus mengangkat tema-tema baru setiap bulannya, sehingga masyarakat selalu ingatkan dengan keberadaan Starbucks yang aktif di media sosial.
-
Revenue Stream
Bagian revenue stream adalah bagian dimana manajemen mencatat darimana saja sumber pemasukan perusahaan. Untuk kasus Starbucks, penjualan tidak hanya terbatas pada produk kopi saja, melainkan juga produk bakery, bubuk kopi, tumbler, dan aktivasi membership card. Intinya, pada bagian revenue stream, sumber-sumber pemasukan perusahaan dicatat seluruhnya.
-
Key Activities
Dalam bagian key activities, yang dicatat adalah kegiatan utama operasional perusahaan. Misalnya untuk Starbucks, penggilingan kopi, pembuatan kopi, kegiatan R&D, hingga kegiatan promosi per harinya. Bagian ini membantu manajemen untuk mengidentifikasi proses yang penting dan menyisihkannya dari proses yang dirasa kurang penting dan bisa lebih diefektifkan.
-
Key Partners
Key Partners adalah bagian dalam pemetaan dimana perusahaan mendaftar siapa saja stakeholder yang berkaitan langsung dengan operasi perusahaan. Contohnya, supplier, designer, agensi marketing, konsultan, dan lain-lain. Starbucks tentu tidak mampu menghandle seluruh key activitiesnya sendirian, karena itu Starbucks menggandeng supplier, agensi, dan mitra yang mampu memberikan benefit bagi Starbucks untuk dapat menjalankan operasionalnya dengan lebih baik.
-
Key Resources
Dalam bagian ini, perusahaan mencatat sumber daya apa saja yang diperlukan oleh perusahaan untuk dapat menjalankan operasi key activities. Perlu dicatat bahwa pada bagian ini, sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya yang menjadi milik perusahaan dan bukan milik mitra perusahaan. Dalam pencatatan key resources manajemen perlu mengidentifikasi bukan saja kekayaan perusahaan secara fisik, namun juga secara abstrak seperti hak kekayaan intelektual, brand equity, dan lain-lain. Contohnya untuk Starbucks, key resourcesnya adalah tenaga kerja SDMnya, hak intelektual berupa resep menu dan brand, kemampuan modal finansial, store yang tersebar di banyak tempat, dan sebagainya.
-
Cost Structure
Pada bagian cost structure, perusahaan mencatat sumber pengeluaran utama perusahaan. Untuk Starbucks, misalnya, cost structurenya adalah harga pokok penjualan kopi, dana untuk promosi pemasaran, budget untuk event Starbucks, dan lain-lain.
Metode pemetaan bisnis dengan Business Model Canvas memang sederhana, namun dapat merangkum seluruh elemen utama yang ada dalam perusahaan. Selain itu, fungsi pemetaan BMC juga dapat dijadikan landasan evaluasi dan formulasi strategi jangka pendek dan panjang. Pemetaan BMC sangat mudah dan sangat dianjurkan untuk diterapkan pada semua perusahaan karena sifatnya yang simpel, sehingga dapat diaplikasikan pada perusahaan besar maupun kecil.
INDIVIDUAL PERFORMANCE INDICATORS
Saya melihat bahwa ada kesadaran baru dari para pengusaha bahwa sudah saatnya ada suatu cara atau metode untuk mengukur kinerja perusahaan, tidak hanya dari sisi finansial (keuntungan, penjualan atau efisiensi biaya), namun juga ukuran yang lainnya untuk menunjang konsistensi bisnis di masa mendatang (pangsa pasar, kesetiaan pelanggan, pemenuhan order kepada pelanggan, ketersediaan talenta perusahaan). Tentu saja kinerja perusahaan harus dikaitkan dengan pernyataan tujuannya dan strategi bagaimana perusahaan akan mencapai tujuan tersebut. Lebih jauh lagi, pengusaha berharap untuk tahu: apa kontribusi karyawannya dalam mencapai tujuan bersama ini.
Balanced Scorecard (BSC) adalah suatu metode (atau lebih tepatnya adalah framework) untuk menerjemahkan strategi perusahaan ke dalam sasaran operasional dan membuat sasaran tersebut mendorong perilaku SDM (Sumber Daya Manusia) dan kinerjanya. Ada banyak metode yang lain dalam konteks manajemen strategik dan kinerja, namun BSC saat ini dipandang paling efektif dalam memetakan strategi dan menerjemahkan sasaran strategi tersebut ke dalam Key Performance Indicator (KPI) dan Inisiatif Strategis (proyek atau program kerja yang harus ada dalam mencapai sasaran strategis perusahaan).
Nah, kalau kita sudah tahu tujuan perusahaan dan strateginya, lalu apa peranan para karyawan? Tentu karyawan harus mendukung eksekusi strategi perusahaan. Mereka direkrut, dilatih, dikembangkan dan digaji adalah untuk memberikan kontribusi kepada pencapaian tujuan perusahaan. Lalu, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana caranya? Bahasa keren untuk memastikan kontribusi karyawan adalah alignment atau penyelarasan. BSC memberikan metode untuk menyelaraskan peran dan kontribusi karyawan terhadap strategi perusahaan.
Metode penyelarasan ada dua macam, yaitu penyelarasan vertikal dan horizontal. Penyelarasan vertikal adalah suatu cara untuk memastikan strategi dan KPI perusahaan dibagikan kepada divisi atau departemen, sesuai dengan job family mereka. Misal: Sasaran Strategis Profit dan KPI-nya Net Profit akan menjadi tanggung jawab departemen Finance & Accounting, selain menjadi tugas dan tanggung jawab Direktur Utama. Pendekatannya adalah top down (dari atas ke bawah), di mana seorang atasan (dalam hal ini Direktur Utama) tidak bisa mengerjakan semuanya sendirian dan memerlukan pembagian tugas dan wewenang ini kepada Kepala Divisi atau Departemen perusahaannya.
Penyelarasan kedua adalah penyelarasan horizontal, yaitu suatu cara untuk memastikan bahwa antara departemen yang satu dengan yang lain, saling memberikan dukungan. Jadi kritik terhadap BSC atau KPI bahwa karena ada KPI tidak ada kerja sama, maka sebetulnya pendapat tersebut salah dan kemungkinan perusahaan tersebut tidak memahami BSC dengan benar. Contoh: Departemen Penjualan membutuhkan dukungan dari: Departemen HRD dalam hal pemenuhan jumlah salesman, Departemen Produksi dalam hal pemenuhan barang jualan, dan Departemen R&D untuk pengembangan produk baru. Demikian juga sebaliknya Departemen HRD membutuhkan bantuan semua departemen dalam hal meningkatkan kompetensi karyawan (utamanya dalam hal memetakan kompetensi dan kebutuhan pelatihannya).
Semuanya ini bisa dibuatkan ukuran keberhasilannya atau disebut KPI. KPI ini akan dipegang oleh pemegang jabatan. Selain mendapatkan KPI dari turunan perusahaan dan atau departemen lain dan atau Atasan selaku Kepala Divisi dan Departemen, pemegang jabatan juga bisa membuat KPI dari Job Description (deskripsi pekerjaan) mereka sendiri. Misal: Jabatan Staf Rekrutmen, selain mendapatkan KPI dari perusahaan yaitu % Pemenuhan SDM, mereka juga bisa mendapatkan KPI % Pemenuhan Bank Data Karyawan, yaitu diambil dari Job Desciption mereka sendiri. dengan demikian, perpaduan KPI dari perusahaan, divisi atau departemen dan Job Description, membentuk KPI Individu Karyawan alias Individual Performance Indicator.
Ferry Wirawan Tedja
Head of SMO PT Kapal Api Global