MENGAPA SEORANG CEO PERLU TERUS BELAJAR?

Saat ini banyak perusahaan mengalami perubahan dengan adanya peralihan sistem tradisional ke modern. Peralihan sistem perusahaan ini membutuhkan CEO yang mampu memahami bagaimana caranya beradaptasi atau menyesuaikan diri dalam ketidakpastian. Kunci untuk seorang CEO dalam siap menghadapi perubahan tersebut adalah mempunyai kebiasaan tetap belajar untuk menyesuaikan diri. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hal CEO yang belajar:

  • Bersikap terus belajar (continuous learning)

    Seorang CEO, Alister Esam, berkata bahwa hal terpenting untuk menilai seorang kandidat CEO bukan hanya dari masa lalu mereka, namun juga sikap mereka dalam mempelajari suatu hal yang baru. Esam berasumsi bahwa kebanyakan orang tidak dilatih menjadi CEO, mereka hanya terpilih untuk menjalankan tugasnya karena mereka dipromosikan atau mereka ahli dalam pekerjaannya. Ini merupakan masalah besar karena tidak ada lagi seseorang yang memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan.

    Peerilaku seperti itu merupakan perilaku yang tidak tepat karena seorang CEO harus terus belajar agar segera menanggapi perubahan pasar. Jika CEO tidak terus belajar dan hanya menunggu “perintah” orang lain, maka perusahaan akan kehilangan peluang untuk berkembang.

  • Kemampuan komunikasi dan investigasi

    Kemampuan dasar ini terdiri dari cara mengatur dan mengkomunikasikan visi sebuah perusahaan serta membangun tim eksekutif yang efektif. Ini sama pentingnya dengan meyakinkan para anggota tim untuk bertanggung jawab atas pencapaian target dan melatih mereka untuk mencapai target tersebut.mengenai apa yang terjadi di lingkungan perusahaan agar keputusan yang dihasilkan bisa sesuai dengan visi perusahaan.

  • CEO perlu belajar tentang kepemimpinan

    Jangan lupa untuk mengadakan day out dari kantor (misal: retret) setiap bulan untuk mengembangkan gaya kepemimpinan seorang CEO. Setiap acara ini memberikan kesempatan untuk mendengarkan berbagai pembicara yang ahli dan belajar dari mereka. Selain itu, acara tersebut juga memberikan CEO waktu untuk berinteraksi dengan bawahannya. Artinya, seorang CEO tidak hanya harus mampu berbagi pengalamannya dengan bawahannya, tetapi juga terpicu untuk mengembangkan kepribadiannya dengan mendengarkan saran dari bawahannya. Secara keseluruhan, mempunyai keinginan untuk terus belajar adalah kunci menjadi CEO yang efektif.

 

Referensi:
Everett, C. (2019, November 29). Why a good CEO needs to be constantly learning. Retrieved from https://www.raconteur.net/hr/role-ceo-learning

HAL YANG PERLU DIPELAJARI OLEH SEORANG CEO HEBAT

Semua CEO harus memahami bahwa hasil pekerjaan seluruh karyawan menentukan kesuksesan perusahaan. Adalah tanggung jawab sang CEO untuk menginspirasi karyawannya dalam melakukan pekerjaan dan memastikan bahwa pekerjaannya memenuhi ekspektasi untuk mencapai kesuksesan. Lalu, bagaimana seorang CEO mencapai kesuksesan bersama? Mari kita simak cara berikut ini:

Building Engagement (Bangun Keterlibatan)

Untuk memastikan bahwa pekerjaan karyawan memenuhi ekspektasi, Anda harus membuat mereka terlibat dalam melakukan pekerjaan. Ketika karyawan tidak terlibat, maka mereka tidak akan memberikan hasil sebaik pada saat mereka sedang terlibat. Namun demikian, seorang CEO tidak bisa membuat setiap karyawannya terlibat. Jika hal ini terjadi, solusinya adalah ia sendiri  yang harus terlibat dengan cara menunjukkan antusiasme dan menolong karyawan ketika mereka memerlukan bantuan.

Building Excitement (Bangun Semangat)

Saat CEO melibatkan para karyawan, ia juga perlu merencanakan cara untuk menumbuhkan semangat karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Jika Anda dapat menunjukkan bahwa para karyawan bisa berhasil, mereka akan selalu termotivasi dan siap untuk berusaha lebih dalam mencapai tujuan mereka. Ini adalah sebuah inspirasi yang hebat kepada para karyawan. Karyawan yang terlibat dan bersemangat akan membentuk sebuah tim yang sangat kuat untuk mencapai hasil pekerjaan yang luar biasa.

Developing Empowerment (Kembangkan Pemberdayaan)

Sering kali para CEO ingin menguasai segalanya sehingga mereka ingin terlibat di semua pekerjaan dan hal ini membatasi potensi karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Jika ingin memberdayakan karyawan, Anda sebagai pemimpin harus memberikan mereka fleksibilitas dalam melakukan pekerjaan. Di saat Anda memberdayakan karyawan, mereka akan lebih berkomitmen untuk melakukan pekerjaan. Berbicara tentang pemberdayaan, Anda harus mengerti bagaimana caranya untuk bersikap adil kepada semua karyawan dalam memberikan persetujuan dan target.

Karyawan yang engaged, excited, dan empowered akan menjadi sebuah tim yang luar biasa untuk mencapai kesuksesan di dalam perusahaan. CEO yang hebat adalah CEO yang mampu membuat karyawan terlibat, bersemangat, dan berdaya!

 

Referensi:
Belyh, A. (2019, September 24). Starved for a Leader? Here’s What Makes a Person a Good CEO. Retrieved from https://www.cleverism.com/starved-for-a-leader-heres-what-makes-a-person-a-good-ceo/

BERTRANSFORMASI MENJADI CEO YANG LEBIH BAIK

Seorang CEO harus bertransformasi menjadi lebih baik agar mampu memastikan perusahaan atau organisasinya mencapai sasaran dan visi yang hendak dicapai. Berikut adalah langkah yang tepat untuk bertransformasi menjadi CEO yang lebih baik:

  1. Berusahalah untuk membuat pekerjaan tim Anda lebih mudah.

    Salah satu peran CEO ialah meningkatkan dan mengubah efisiensi dan efektivitas karyawan mereka agar bisa bekerja lebih baik. Jangan menambah birokrasi yang kurang diinginkan, pembuatan laporan tanpa henti, dan mengadakan rapat panjang karena semua ini bisa digantikan dengan mengirimkan pesan elektronik.

  1. Jangan mendikte bagaimana tim Anda melakukan pekerjaannya.

    CEO tidak diharapkan untuk menjadi ahli dalam segala bidang. Satu cara untuk tidak mendikte adalah memberi tahu karyawan tentang keinginan dan harapan Anda, lalu biarkan mereka memutuskan bagaimana mencapai target tersebut. Jika karyawan merasa pimpinan tidak percaya pada mereka, maka karyawan akan kesulitan untuk melakukan pekerjaan mereka.

  1. Jangan menghukum orang yang mencoba hal baru.

    Kesalahan sering kali terjadi dan sebagai seorang CEO yang baik, Anda harus bisa membedakan antara kesalahan yang dihasilkan karena kelalaian dan yang bukan.  Jika kesalahan terjadi karena kelalaian, maka Anda disarankan untuk mengambil alih pekerjaan tersebut. Akan tetapi, untuk meningkatkan produktivitas karyawan, Anda harus menciptakan suatu lingkungan di mana mereka bisa mencoba hal baru tanpa takut adanya hukuman jika mereka melakukan kesalahan.

  1. Menekankan work-life balance

    Pemimpin harus selalu peduli dengan kesehatan dan keadaan karyawan dengan cara mengamati kelebihan jam kerja dan pekerjaan yang diberikan di akhir pekan. Berhati-hatilah dalam pembuatan kegiatan yang diadakan pada malam hari dan akhir pekan. Selain itu, menyarankan karyawan untuk pulang karena sudah larut meskipun mereka harus lembur untuk mengejar deadline merupakan hal positif. Dengan begitu, karyawan akan menghargai kepedulian Anda terhadap work-life balance mereka.

 

Referensi:
Belyh, A. (2019, September 24). Starved for a Leader? Here’s What Makes a Person a Good CEO. Retrieved from https://www.cleverism.com/starved-for-a-leader-heres-what-makes-a-person-a-good-ceo/

TUGAS SEORANG CEO

CEO adalah singkatan dari Chief Executive Officer, orang yang bertanggung jawab untuk menjalankan dan mengelola sebuah perusahaan. Pada dasarnya, pekerjaan CEO membutuhkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan konsumen, karyawan, investor, kepatuhan hukum, dan komunitas. CEO juga memiliki komponen utama sebagai deskripsi pekerjaannya, yaitu:

  • Mengatur strategi dan arahan perusahaan.
  • Mengatur value (nilai), perilaku, dan budaya perusahaan.
  • Membangun dan memimpin tim eksekutif senior dalam perusahaan.
  • Mengalokasi dana di setiap prioritas perusahaan.

Mengatur Strategi dan Arahan Perusahaan.

Ini adalah salah satu peran penting seorang CEO. Board of Directors (BOD) bisa membantu CEO untuk mengulas strategi bisnis yang telah dibentuk. CEO adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pengaturan arah perusahaan.

Berikut ini adalah tanggung jawab seorang CEO:

  • Menentukan pangsa pasar mana yang dimasuki.
  • Menentukan pesaing mana yang kompetitif.
  • Memilih produk-produk yang akan dipasarkan.
  • Merencanakan bagaimana perusahaan memiliki nilai produk yang berbeda dengan pesaingnya.

Mengatur Value, Behavior, dan Budaya dari Perusahaan.

Dalam melakukan pekerjaan, karyawan dipengaruhi oleh budaya perusahaan tersebut. CEO mengerti bagaimana lingkungan kerja yang buruk bisa memperburuk karyawan yang unggul. Budaya perusahaan dibangun secara berbeda-beda, namun CEO-lah yang bertanggung jawab untuk mengatur setiap detilnya. Misal, pakaian yang digunakan oleh CEO tersebut menyiratkan pesan bagaimana seorang CEO menginginkan lingkungan kerjanya. Bagaimana CEO memperlakukan atau merespon kegagalan juga sangat mewakili bagaimana enggannya sebuah perusahaan menanggung suatu risiko dalam pekerjaan.

Visi sebuah organisasi akan mengarahkan ke mana tujuan perusahaan itu dan value menentukan bagaimana caranya perusahaan tiba. Seorang CEO menyiratkan value perusahaan melalui reaksi dan respons mereka terhadap situasi yang ada dalam sebuah perusahaan.

Membangun dan Memimpin Tim Eksekutif Senior dalam Perusahaan.

Sudah menjadi kewajiban CEO untuk membangun dan memimpin tim eksekutif senior dalam sebuah perusahaan. CEO harus menyelesaikan masalah perbedaan yang muncul dari setiap anggota tim manajemen senior dan membantu mereka untuk bekerja untuk mencapai tujuan yang sama.

Mengalokasi Dana di Setiap Prioritas Perusahaan.

CEO juga bertanggung jawab atas anggaran dana dalam perusahaan. Mereka memiliki kuasa untuk mendanai proyek mana pun yang selaras dengan strategi perusahaan. CEO juga menentukan anggaran dana terbesar (prioritas) untuk perusahaan dan mengelola modal organisasi.

 

Referensi:
Belyh, A. (2019, September 24). Starved for a Leader? Here’s What Makes a Person a Good CEO. Retrieved from https://www.cleverism.com/starved-for-a-leader-heres-what-makes-a-person-a-good-ceo/

UNSUR-UNSUR PEMBUAT KEPUTUSAN

Hanya eksekutif yang membuat keputusan. Seorang eksekutif diharapkan untuk membuat keputusan yang memiliki dampak signifikan terhadap seluruh organisasi, kinerjanya, dan hasilnya. Oleh sebab itu, eksekutif yang efektif perlu membuat keputusan yang efektif.

Eksekutif yang efektif tidak terlalu banyak membuat keputusan karena mereka berkonsentrasi pada keputusan yang penting saja. Mereka berusaha membuat keputusan penting pada tingkat pemahaman konseptual yang tinggi. Oleh karena itu, mereka membutuhkan waktu dalam mengambil keputusan yang penting. Pembuatan keputusan yang cepat tidak membuat mereka kagum. Mereka menginginkan keputusan yang tepat, bukan keputusan yang cerdas.

Eksekutif dapat membuat keputusan yang tepat apabila dia memahami lima unsur dasar proses pembuatan keputusan yang efektif. Berikut merupakan unsur-unsur dasar tersebut:

  • Mampu mengklasifikasi masalah sebelum membuat keputusan

    Pertanyaan pertama pembuat keputusan yang efektif adalah: “Apakah ini situasi yang umum ataukah hanya pengecualian” dan “Apakah ini sesuatu yang melandasi banyak kejadian?” Pertanyaan atau permasalahan yang umum harus selalu dijawab menggunakan prinsip, kecuali permasalahan tersebut hanya bisa ditangani ketika masalah tersebut muncul.

  • Menentukan apa sasaran yang harus diraih dan apa yang dapat diselesaikan oleh keputusan tersebut.

    Apa sasaran yang harus diraih keputusan itu? Apa tujuan minimum yang akan dicapai? Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi? Dalam sains ini dikenal sebagai “syarat batas”. Cara penentuan sasaran yang patut dicapai serta makna keputusan tersebut dapat diketahui melalui syarat batas.

  • Berangkat dari yang benar, bukan dari apa yang salah.

    Pada umumnya orang akan selalu berkompromi di akhir proses pembuatan keputusan. Oleh karena itu, jika orang tidak tahu bagaimana memenuhi syarat batas dengan tepat, maka mereka akan membuat kompromi yang salah.

  • Mengubah keputusan menjadi tindakan.

    Mengubah keputusan menjadi tindakan adalah aktivitas yang paling memakan banyak waktu. Namun, keputusan tidak akan menjadi efektif kecuali komitmen aksi telah menjadi bagian dari keputusan itu sejak awal.

  • Umpan balik dipadukan dengan keputusan untuk menjadi pengujian yang berkesinambungan.

    Keputusan dibuat oleh manusia sehingga mungkin saja keputusan tersebut salah. Tanpa adanya umpan balik, keputusan tersebut tidak diperbaiki sehingga timbullah ketidakefektifan.

 

Referensi:
Drucker, P. (2006). The Effective Executive. Saint Louis: Routledge.

DAHULUKAN YANG UTAMA

Konsentrasi adalah rahasia sebuah efektivitas. Eksekutif yang efektif mendahulukan hal utama dan melakukan satu pekerjaan pada satu waktu. Pengertian konsentrasi adalah situasi di mana semua kekuatan mental difokuskan pada satu pencapaian. Memang ada sebagian orang yang bisa mengerjakan dua sampai tiga tugas dalam waktu yang sama, namun tidak banyak orang yang bisa melakukannya.

Mengerjakan prioritas satu per satu membutuhkan kecepatan dalam bekerja. Eksekutif yang efektif perlu menyisihkan waktu yang cukup banyak untuk segala hal yang benar-benar diperlukan. Waktu yang tersisihkan lebih banyak dari yang dibutuhkan akan membuat pekerjaan eksekutif yang efektif tidak terburu-buru karena mereka percaya bahwa hasil sebuah pekerjaan akan tetap bagus walaupun mereka melaju perlahan karena pekerjaan tersebut terus berjalan.

Seorang eksekutif yang efektif akan selalu meninggalkan perkara ‘kemarin’ yang sudah tidak produktif lagi. Tugas khusus seorang eksekutif adalah mendedikasikan sumber daya hari ini untuk masa depan sehingga mereka memangkas aktivitas yang mereka dapati tidak menjanjikan hasil. Eksekutif yang ingin membuat dirinya dan organisasinya efektif akan mengawasi seluruh program, aktivitas, tugas, dan selalu menimbang apakah semua hal tersebut masih layak dilakukan.

Akan selalu ada tugas-tugas produktif untuk masa depan daripada waktu yang tersedia; dan akan selalu lebih banyak peluang daripada orang yang mampu menanganinya. Oleh sebab itu, Eksekutif yang efektif selalu memiliki prioritas dan posterioritas. Prioritas adalah memilih tugas-tugas apa yang perlu ditangani, sedangkan posterioritas adalah menentukan tugas-tugas apa yang tidak perlu ditangani. Seorang eksekutif perlu dapat menentukan prioritas dan posterioritasnya agar ia dapat mengalokasikan waktunya dengan baik. Pengaturan waktu merupakan unsur kesuksesan dalam segala usaha.

Prioritas sangatlah penting karena itu menjadi penentu fokus sebuah organisasi. Fokus yang konsisten sejalan dengan prioritas akan membuat tujuan organisasi mudah tercapai. Organisasi dapat mewujudkan prioritasnya dalam bentuk aktivitas melalui penggunaan sumber daya oleh karyawan. Sumber daya itu sendiri mencakup pekerja, dana, dan waktu yang berhubungan langsung dengan prioritas.

Hal terpenting tentang prioritas dan posterioritas bukanlah intelijen, melainkan keberanian. Keberanian seorang eksekutif yang efektif menetapkan aturan-aturan yang benar dalam memilih prioritas mereka antara lain:

  • Lebih utamakan masa depan daripada masa lalu.
  • Berfokuslah pada peluang daripada masalah.
  • Pilihlah arahmu sendiri daripada ikut arus.
  • Tetapkan sasaran yang tinggi, yang membuatmu meraih sesuatu di mana itu menimbulkan perbedaan daripada sesuatu yang aman dan mudah dilakukan.

Konsentrasi adalah keberanian untuk mendorong seorang eksekutif untuk membuat keputusan mengenai apa yang benar-benar penting dan perlu dilakukan. Konsentrasi inilah yang menjadi satu-satunya harapan eksekutif untuk menjadi pengendali waktu dan peristiwa, baik di dalam organisasi maupun di dalam kehidupan pribadinya.

 

Referensi:
Blog. (n.d.). Retrieved from https://www.hbs.edu/forum-for-growth-and-innovation/blog/post/Understanding-your-businesss-priorities
Drucker, P. (2006). The Effective Executive. Saint Louis: Routledge.

MEMBUAT KEKUATAN MENJADI PRODUKTIF

Tugas utama eksekutif bukanlah menempatkan orang pada posisi tertentu untuk meminimalkan kelemahan (weakness), melainkan untuk mengisi lowongan berdasarkan kekuatan (strength). Kekuatan yang dimaksudkan adalah memenuhi tuntutan atas kinerja karyawan. Eksekutif yang efektif tahu bahwa bawahan mereka dibayar untuk memenuhi fungsinya, bukan untuk menyenangkan atasannya.

Masalahnya, banyak perusahaan yang mencoba melakukan sebaliknya. Mereka mencoba untuk menyesuaikan pekerjaan dengan kepribadian orang baru sehingga karyawan-karyawan lainlah yang tersedak untuk mengakomodasi satu orang tersebut. Organisasi membutuhkan kesetaraan dan keadilan yang tidak memihak dalam keputusan personalianya. Akan tetapi, menata pekerjaan agar sesuai dengan kepribadian hampir pasti menggiring pada sikap pilih kasih dan serba-kompromi. Akibatnya, organisasi bahkan bisa kehilangan orang-orang terbaiknya.

Untuk mengisi lowongan pekerjaan berdasarkan kekuatan dan bukan sekedar membangun pekerjaan berdasarkan kepribadian, seorang eksekutif yang efektif memiliki empat cara, yaitu:

  • Mereka tidak memulai asumsi bahwa pekerjaan dibuat oleh alam atau oleh Tuhan. Mereka tahu bahwa pekerjaan itu dirancang oleh manusia yang sangat mungkin melakukan kekeliruan.
  • Membuat tiap-tiap pekerjaan itu penuh tuntutan dan besar sehingga pekerjaan tersebut perlu mengeluarkan segala daya upaya yang dimiliki seseorang. Perlu dipastikan bahwa tiap-tiap kekuatan yang relevan untuk pekerjaan tersebut dapat memberikan hasil yang signifikan.
  • Mulai dengan apa yang bisa dilakukan seseorang, bukan apa yang dituntut oleh sebuah pekerjaan. Namun, ini artinya mereka sudah berpikir matang-matang tentang orang jauh sebelum keputusan untuk mengisi pekerjaan itu dibuat.
  • Tahu bahwa untuk meraih kekuatan, orang perlu menerima kelemahan.

Eksekutif yang efektif akan bertanya: “Apakah orang ini memiliki kekuatan dalam satu bidang utama? Dan apakah ini kekuatan yang relevan dengan tugasnya? Jika dia meraih kegemilangan di satu bidang ini, apakah itu akan membuat perbedaan?” Dan jika semua jawaban pertanyaan-pertanyaan ini “ya”, maka eksekutif dapat mempromosikan orang tersebut pada jabatan yang lebih tinggi.

Seorang eksekutif tahu bagaimana membuat dirinya sendiri menjadi seseorang yang efektif, yaitu dengan memerhatikan keterbatasan. Seorang eksekutif tidak membuang waktu dan kekuatan mereka untuk mengeluhkan hal-hal yang mereka tidak bisa lakukan tentangnya. Sebaliknya, eksekutif yang efektif membuat hal-hal yang dapat mereka lakukan menjadi produktif. Mereka berfokus pada kesempatan yang dapat diambil dengan kekuatan mereka karena mereka tahu bahwa hanya kekuatanlah yang akan membawa hasil.

Perlu kita ingat bahwa membuat kekuatan menjadi produktif merupakan sikap dan kebiasaan yang dapat ditingkatkan melalui latihan.

 

Referensi:
Drucker, P. (2006). The Effective Executive. Saint Louis: Routledge.

KENALI WAKTUMU

Eksekutif yang efektif tidak memulai dengan tugas-tugas mereka, melainkan dengan waktu mereka. Eksekutif efektif tidak membuang-buang waktu mereka, karena mereka tahu bahwa persediaan waktu tidak bisa bertambah, tidak bisa disimpan, dan tidak bisa diganti. Padahal segala sesuatu yang ada di dunia ini memerlukan waktu. Sayangnya, manusia tidak cakap dalam mengatur waktunya.

Eksekutif memiliki tuntutan-tuntutan yang memerlukan penggalan waktu yang lumayan besar. Salah satu contohnya adalah keperluan untuk menulis sebuah laporan yang membutuhkan enam sampai delapan jam. Mereka juga dituntut menghabiskan waktu mereka dengan para pekerja pengetahuan untuk duduk berdiskusi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa.

Eksekutif bisa mendiagnosis waktu mereka dengan mencoba untuk menghapuskan hal-hal yang tidak diperlukan sama sekali. Sebuah hal yang perlu dihapus adalah hal yang jika tidak dilakukan sama sekali, tidak akan berdampak apa-apa. Eksekutif juga mampu mendiagnosis aktivitas yang bisa dilakukan orang lain dilihat dari hasil pekerjaannya, apabila cukup baik dalam jangka waktu yang sama dengan bagaimana eksekutif tersebut menyelesaikan bagiannya.

Eksekutif yang efektif dapat memangkas waktu yang terbuang percuma. Terdapat beberapa hal yang dapat eksekutif identifikasi sebagai hal yang membuat mereka membuang-buang waktu, antara lain:

  1. Buruknya sistem atau kemampuan untuk melihat ke depan.

    Krisis yang terjadi berulang kali merupakan salah satu gejala utama pembuangan waktu ini.

  1. Kelebihan staf

    Waktu habis digunakan untuk menangani masalah-masalah mengenai hubungan manusia.

  1. Rapat yang diadakan terlalu banyak

    Rapat yang dilaksanakan sering kali sering tidak fokus dan melenceng dari agenda sehingga berjalan melebihi waktu yang ditentukan.

  1. Kesalahan dalam informasi

    Ini merupakan pembuangan waktu terbesar karena sebuah kesalahan dalam informasi menghabiskan waktu penggunanya untuk mencari tahu kebenaran tentang informasi tersebut.

Oleh sebab itu, eksekutif dapat menghindari pembuangan waktu dengan:

  1. Melakukan evaluasi atau prediksi berkala agar krisis masa depan dapat dicegah.
  2. Memastikan bahwa orang yang perlu ada di dalam tim hanyalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan kecakapan yang dibutuhkan untuk mengerjakan pekerjaan yang utama dari hari ke hari.
  3. Dalam sebuah rapat, pemimpin rapat harus mendistribusikan agenda rapat terlebih dahulu agar mereka dapat memulai dan mengakhiri rapat tepat waktu.
  4. Memastikan bahwa pengelolaan informasi berjalan dengan tepat.

Untuk mengoptimalkan waktunya, eksekutif tahu cara untuk memadatkan waktu luangnya. Eksekutif yang efektif tahu bahwa dia harus menggabungkan waktu luangnya karena penggalan waktu yang singkat sama dengan tidak ada waktu. Seperti contohnya: seorang direktur utama mengadakan rapat operasional di hari Rabu dan Jumat, lalu ia meluangkan sisa waktunya untuk pelanggan penting. Senin, Selasa, dan Kamis dibiarkan tak terjadwal guna menghadapi masalah pribadi dan tak terduga. Pada ketiga hari tersebut, ia menjadwalkan untuk mengerjakan masalah-masalah besar selama sembilan puluh menit penuh.

 

Referensi:
Drucker, P. (2006). The Effective Executive. Saint Louis: Routledge.
Survei: Di Mata Eksekutif, Rapat Buang-buang Waktu. (n.d.). Retrieved from https://www.dream.co.id/dinar/mengejutkan-eksekutif-anggap-rapat-cuma-buang-waktu-141001g.html

EKSEKUTIF YANG EFEKTIF

Seorang eksekutif yang efektif tidak harus menjadi seorang pemimpin dalam pengertian yang paling lazim digunakan sekarang. Harry Truman tidak punya karisma setitik pun, misalnya, tetapi dia salah seorang eksekutif yang paling efektif dalam sejarah Amerika Serikat. Demikian pula, sebagian CEO bisnis dan nirlaba terbaik yang telah bekerja sama selama lebih dari 65 tahun sebagai konsultan bukanlah para pemimpin yang stereotipikal. Mereka memiliki beraneka kepribadian, sikap, nilai, kekuatan, dan kelemahan. Di antara mereka, ada yang ekstrovert hingga yang nyaris mengucilkan diri, dari yang santai hingga suka mengontrol, dari yang murah hati hingga sangat kikir.

Apa yang membuat mereka semua efektif adalah bahwa mereka mengikuti delapan kebiasaan yang sama:

  1. Mereka bertanya, “Apa yang perlu dilakukan?”

    Eksekutif yang efektif mencoba berfokus pada pekerjaan yang paling dia bisa lakukan dengan baik.

  1. Mereka bertanya, “Apa yang tepat bagi usaha ini?”

    Mereka mengetahui bahwa sebuah keputusan yang tidak tepat bagi perusahaan pada akhirnya tidak tepat bagi seluruh pemangku kepentingan.

  1. Mereka mengembangkan rencana aksi, (action plan).

    Menerjemahkan pengetahuan menjadi tindakan dengan mendefinisikan hasil yang diinginkan serta batasan-batasan tindakan tersebut.

  1. Mereka mengambil tanggung jawab atas berbagai keputusan.

    Meninjau ulang keputusan-keputusan secara periodik sama pentingnya dengan membuat keputusan itu secara hati-hati pada awalnya agar kesalahan dapat dikoreksi dengan segera.

  1. Mereka mengambil tanggung jawab atas komunikasi.

    Menyebarkan rencana mereka dan meminta pendapat/ komentar dari semua pemangku kepentingan.

  1. Mereka berfokus pada peluang, alih-alih masalah.

    Melihat perubahan sebagai peluang.

  1. Mereka mengadakan rapat-rapat yang produktif.

    Membuat pertemuan-pertemuan menjadi produktif dan memastikan bahwa pertemuan tersebut adalah bagian dari pekerjaan, bukan obrolan informal.

  1. Mereka berpikir dan berkata “kami”, bukannya “aku”.

    Memikirkan kepentingan perusahaan sebelum kepentingan diri sendiri.

Dua kebiasaan pertama memberi mereka pengetahuan yang mereka butuhkan. Empat selanjutnya membantu mereka mengalihkan pengetahuan ini menjadi tidak efektif. Dua terakhir menjamin bahwa keseluruhan organisasi merasa bertanggung jawab dan akuntabel.

 

Referensi:
Drucker, P. (2006). The Effective Executive. Saint Louis: Routledge

CEO ABAD 21

Pada abad ke-21 ini, perusahaan mengalami pertumbuhan yang pesat, kompetisi dunia semakin tajam, serta permintaan pelanggan dan pemegang saham yang semakin menuntut. Kondisi ini membuat peran seorang CEO di dalam perusahaan semakin penting. Pertumbuhan yang pesat dan permintaan pemangku kepentingan (stakeholder) yang semakin menuntut ini memberikan sedikit toleransi untuk seorang pemimpin melakukan kesalahan. Di sinilah kompetensi CEO akan diuji.

Baik atau buruk, CEO memengaruhi organisasi, baik misi, kebudayaan, serta tindakan – tindakan organisasi beserta hasil yang nantinya akan mereka dapatkan. Oleh karena itu, diperlukan adanya CEO yang efektif untuk memimpin organisasi. CEO yang dimaksud di sini tidak hanya ditujukan kepada eksekutif tingkat atas, namun kepada pekerja yang harus menjadi CEO terhadap diri mereka sendiri. Menjadi CEO atas diri sendiri merujuk kehidupan profesional pekerja yang menggunakan kekuatan otak untuk mengontrol berbagai aspek dalam karier mereka sendiri.

Kunci menjadi CEO yang hebat ialah keberanian, seperti: keberanian untuk melakukan hal yang tepat, keberanian menjadi pelopor dalam suatu industri, serta keberanian untuk secara terus – menerus mendefinisikan kembali bisnis yang sedang digeluti oleh perusahaan. Peter Drucker mengenali bahwa kompetensi manajemen yang paling penting ialah menghilangkan ketidakpastian masa depan dengan cara membantu organisasi untuk melihat dan secara efektif menjauhi kesulitan, serta membuat taruhan yang berani.

Ada tiga karakteristik unik seorang CEO:

  1. Visi yang luas dan kemampuan yang kuat untuk bertanya dan menjawab apa yang harus dilakukan.

    Mempertahankan visi yang luas berarti harus memiliki wawasan ke mana dia atau organisasi menuju dan apa yang sedang dia bangun. Untuk melihat semua peluang dan tantangan seketika secara simultan, dibutuhkan pengetahuan tentang diri sendiri yang mendalam.

  1. Jejak langkah warisannya pada karakter dan kepribadian organisasi.

    Mengetahui tentang diri sendiri, termasuk passion yang dimiliki. Khususnya untuk para pekerja, mereka sebaiknya belajar untuk mengajukan pertanyaan pada diri sendiri tentang apa yang bisa mereka kontribusikan terhadap perusahaan.

  1. Pengaruh yang dimiliki oleh diri kepada orang lain – secara individu dan kolektif.

    Pengaruh utama CEO adalah untuk menghidupkan tujuan, nilai – nilai, dan prinsip – prinsip organisasi. Pengaruh CEO dapat berbentuk inspiratif dan transformatif.

 

Referensi:
Edersheim, Elizabeth Haas. The Definitive Drucker. New York: The McGraw-Hill Companies, 2007.