BUSINESS MODEL CANVAS: A STARBUCKS CASE

Business Model Canvas adalah metode pemetaan strategi bisnis menyeluruh yang dikembangkan oleh konsultan bisnis dari Swiss, Alexander Osterwalder pada tahun 2010. Hingga saat ini, BMC populer digunakan oleh banyak perusahaan untuk menggambarkan operasi perusahaan karena bentuk pemetaannya yang sederhana, namun menyeluruh dan kompleks.

 
  1. Customer Segments

    Langkah pertama dari pemetaan Business Model Canvas adalah mengisi kolom customer. Manager perlu mengidentifikasi kelompok pasar yang menjadi customer perusahaan dan ciri-ciri konsumennya. Contohnya, kelompok customer Starbucks adalah kelompok masyarakat penikmat beverage kelas menengah atas, penikmat kopi, anak muda, pekerja kantor, dan masyarakat perkotaan.

  1. Value Proposition

    Kedua, perusahaan perlu mencatat value apa yang ingin disampaikan ke masyarakat. Value tidak selamanya harus berupa keunggulan produk, namun bisa juga diciptakan melalui experience, kekuatan brand, sejarah, dan lain-lain. Dalam kasus Starbucks, value proposition Starbucks sudah bukan sekedar kopi yang nikmat, melainkan experience berupa kesenangan, kenikmatan, kenyamanan, dan kemudahan di Starbucks. Value proposition Starbucks patut dicontoh karena Starbucks mampu memberikan value yang tidak dapat disamai oleh kompetitornya. Apabila Starbucks hanya fokus pada kopi, suatu saat kompetitor akan menemukan produk yang sama baiknya bahkan lebih baik. Karena itu manajemen perlu mengidentifikasi value yang menjadi kekuatan perusahaan yang tidak bisa ditiru perusahaan lain.

  1. Channel

    Channel adalah bagian pemetaan dimana value diantarkan kepada kelompok pelanggan. Dalam bagian ini, perusahaan mendaftarkan bentuk-bentuk medium apa saja yang dimiliki perusahaan. Dalam kasus Starbucks, proses pengantarkan value dilakukan di physical store Starbucks yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain physical store, Starbucks juga memiliki website, media sosial, dan program kolaborasi dengan Go-Jek, sehingga pelanggan Starbucks tidak hanya dapat memesan di offline store, melainkan juga melalui online store.

  1. Customer Relationships

    Langkah keempat adalah mengidentifikasi usaha-usaha apa yang dilakukan perusahaan untuk berkomunikasi dan menjaga hubungan dengan pelanggannya. Starbucks melakukan engagement dengan pelanggannya dengan menggunakan membership card dan promosi official line@. Melalui membership card, Starbucks memberikan promo-promo khusus yang personal kepada membernya berupa akses khusus sebelum peluncuran produk tumbler secara publik, program ulang tahun, point rewards, dan lain-lain. Sementara melalui official line@, Starbucks menerima komplain, kritik, saran, dan menyebarkan broadcast message berupa kode promo dan iklan produk terbaru mereka. Dengan menggunakan media sosial, Starbucks juga terus mengangkat tema-tema baru setiap bulannya, sehingga masyarakat selalu ingatkan dengan keberadaan Starbucks yang aktif di media sosial.

  1. Revenue Stream

    Bagian revenue stream adalah bagian dimana manajemen mencatat darimana saja sumber pemasukan perusahaan. Untuk kasus Starbucks, penjualan tidak hanya terbatas pada produk kopi saja, melainkan juga produk bakery, bubuk kopi, tumbler, dan aktivasi membership card. Intinya, pada bagian revenue stream, sumber-sumber pemasukan perusahaan dicatat seluruhnya.

  1. Key Activities

    Dalam bagian key activities, yang dicatat adalah kegiatan utama operasional perusahaan. Misalnya untuk Starbucks, penggilingan kopi, pembuatan kopi, kegiatan R&D, hingga kegiatan promosi per harinya. Bagian ini membantu manajemen untuk mengidentifikasi proses yang penting dan menyisihkannya dari proses yang dirasa kurang penting dan bisa lebih diefektifkan.

  1. Key Partners

    Key Partners adalah bagian dalam pemetaan dimana perusahaan mendaftar siapa saja stakeholder yang berkaitan langsung dengan operasi perusahaan. Contohnya, supplier, designer, agensi marketing, konsultan, dan lain-lain. Starbucks tentu tidak mampu menghandle seluruh key activitiesnya sendirian, karena itu Starbucks menggandeng supplier, agensi, dan mitra yang mampu memberikan benefit bagi Starbucks untuk dapat menjalankan operasionalnya dengan lebih baik.

  1. Key Resources

    Dalam bagian ini, perusahaan mencatat sumber daya apa saja yang diperlukan oleh perusahaan untuk dapat menjalankan operasi key activities. Perlu dicatat bahwa pada bagian ini, sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya yang menjadi milik perusahaan dan bukan milik mitra perusahaan. Dalam pencatatan key resources manajemen perlu mengidentifikasi bukan saja kekayaan perusahaan secara fisik, namun juga secara abstrak seperti hak kekayaan intelektual, brand equity, dan lain-lain. Contohnya untuk Starbucks, key resourcesnya adalah tenaga kerja SDMnya, hak intelektual berupa resep menu dan brand, kemampuan modal finansial, store yang tersebar di banyak tempat, dan sebagainya.

  1. Cost Structure

    Pada bagian cost structure, perusahaan mencatat sumber pengeluaran utama perusahaan. Untuk Starbucks, misalnya, cost structurenya adalah harga pokok penjualan kopi, dana untuk promosi pemasaran, budget untuk event Starbucks, dan lain-lain.

Metode pemetaan bisnis dengan Business Model Canvas memang sederhana, namun dapat merangkum seluruh elemen utama yang ada dalam perusahaan. Selain itu, fungsi pemetaan BMC juga dapat dijadikan landasan evaluasi dan formulasi strategi jangka pendek dan panjang. Pemetaan BMC sangat mudah dan sangat dianjurkan untuk diterapkan pada semua perusahaan karena sifatnya yang simpel, sehingga dapat diaplikasikan pada perusahaan besar maupun kecil.

INDIVIDUAL PERFORMANCE INDICATORS

Saya melihat bahwa ada kesadaran baru dari para pengusaha bahwa sudah saatnya ada suatu cara atau metode untuk mengukur kinerja perusahaan, tidak hanya dari sisi finansial (keuntungan, penjualan atau efisiensi biaya), namun juga ukuran yang lainnya untuk menunjang konsistensi bisnis di masa mendatang (pangsa pasar, kesetiaan pelanggan, pemenuhan order kepada pelanggan, ketersediaan talenta perusahaan). Tentu saja kinerja perusahaan harus dikaitkan dengan pernyataan tujuannya dan strategi bagaimana perusahaan akan mencapai tujuan tersebut. Lebih jauh lagi, pengusaha berharap untuk tahu: apa kontribusi karyawannya dalam mencapai tujuan bersama ini.

Balanced Scorecard (BSC) adalah suatu metode (atau lebih tepatnya adalah framework) untuk menerjemahkan strategi perusahaan ke dalam sasaran operasional dan membuat sasaran tersebut mendorong perilaku SDM (Sumber Daya Manusia) dan kinerjanya. Ada banyak metode yang lain dalam konteks manajemen strategik dan kinerja, namun BSC saat ini dipandang paling efektif dalam memetakan strategi dan menerjemahkan sasaran strategi tersebut ke dalam Key Performance Indicator (KPI) dan Inisiatif Strategis (proyek atau program kerja yang harus ada dalam mencapai sasaran strategis perusahaan).

Nah, kalau kita sudah tahu tujuan perusahaan dan strateginya, lalu apa peranan para karyawan? Tentu karyawan harus mendukung eksekusi strategi perusahaan. Mereka direkrut, dilatih, dikembangkan dan digaji adalah untuk memberikan kontribusi kepada pencapaian tujuan perusahaan. Lalu, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana caranya? Bahasa keren untuk memastikan kontribusi karyawan adalah alignment atau penyelarasan. BSC memberikan metode untuk menyelaraskan peran dan kontribusi karyawan terhadap strategi perusahaan.

Metode penyelarasan ada dua macam, yaitu penyelarasan vertikal dan horizontal. Penyelarasan vertikal adalah suatu cara untuk memastikan strategi dan KPI perusahaan dibagikan kepada divisi atau departemen, sesuai dengan job family mereka. Misal: Sasaran Strategis Profit dan KPI-nya Net Profit akan menjadi tanggung jawab departemen Finance & Accounting, selain menjadi tugas dan tanggung jawab Direktur Utama. Pendekatannya adalah top down (dari atas ke bawah), di mana seorang atasan (dalam hal ini Direktur Utama) tidak bisa mengerjakan semuanya sendirian dan memerlukan pembagian tugas dan wewenang ini kepada Kepala Divisi atau Departemen perusahaannya.

Penyelarasan kedua adalah penyelarasan horizontal, yaitu suatu cara untuk memastikan bahwa antara departemen yang satu dengan yang lain, saling memberikan dukungan. Jadi kritik terhadap BSC atau KPI bahwa karena ada KPI tidak ada kerja sama, maka sebetulnya pendapat tersebut salah dan kemungkinan perusahaan tersebut tidak memahami BSC dengan benar. Contoh: Departemen Penjualan membutuhkan dukungan dari: Departemen HRD dalam hal pemenuhan jumlah salesman, Departemen Produksi dalam hal pemenuhan barang jualan, dan Departemen R&D untuk pengembangan produk baru. Demikian juga sebaliknya Departemen HRD membutuhkan bantuan semua departemen dalam hal meningkatkan kompetensi karyawan (utamanya dalam hal memetakan kompetensi dan kebutuhan pelatihannya).

Semuanya ini bisa dibuatkan ukuran keberhasilannya atau disebut KPI. KPI ini akan dipegang oleh pemegang jabatan. Selain mendapatkan KPI dari turunan perusahaan dan atau departemen lain dan atau Atasan selaku Kepala Divisi dan Departemen, pemegang jabatan juga bisa membuat KPI dari Job Description (deskripsi pekerjaan) mereka sendiri. Misal: Jabatan Staf Rekrutmen, selain mendapatkan KPI dari perusahaan yaitu % Pemenuhan SDM, mereka juga bisa mendapatkan KPI % Pemenuhan Bank Data Karyawan, yaitu diambil dari Job Desciption mereka sendiri. dengan demikian, perpaduan KPI dari perusahaan, divisi atau departemen dan Job Description, membentuk KPI Individu Karyawan alias Individual Performance Indicator.

 

Ferry Wirawan Tedja

Head of SMO PT Kapal Api Global