Perusahaan pada umumnya mengirimkan karyawannya untuk mengikuti pelatihan Objective and Key Results (OKR) dengan harapan dapat segera menerapkannya setelah pelatihan berakhir. Pada kenyataannya, penerapan OKR tidak dapat sukses hanya dalam semalam, sebaliknya perusahaan perlu memandang OKR sebagai bagian dari Change Management. Ini artinya, diperlukan beberapa pergeseran pola pikir dan sudut pandang yang sesuai dalam menerapkan OKR.
Berikut beberapa kesalahan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan dalam menerapkan OKR:
1. Memperkenalkan OKR sebagai obat yang mujarab.
Perusahaan yang hendak menerapkan OKR untuk pertama kalinya cenderung mempromosikan OKR secara berlebihan. Di sisi lain, memang betul bahwa terdapat perusahaan-perusahaan besar yang sukses berkat bantuan OKR, namun kesuksesan itu tidak terjadi dalam waktu semalam. Daripada memberikan janji-janji manis, OKR seharusnya dikenalkan sebagai sayuran – meski terasa tidak nyaman pada awalnya, namun diperlukan untuk memastikan pertumbuhan perusahaan.
2. Terburu-buru dalam proses menetapkan OKR.
Goal-setting dengan menggunakan OKR tidak dapat dilakukan hanya dalam kurun waktu 1-2 jam saja. Bahkan, untuk menetapkan Objective yang paling relevan dan prioritas juga membutuhkan waktu berpikir yang tidak sedikit. Kesalahan ini sering terjadi karena perusahaan merasa kesulitan memikirkan OKR apa yang tepat bagi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, jika baru pertama kali menerapkan OKR, perusahaan perlu mengambil lebih banyak waktu untuk berpikir dan berdiskusi dalam menentukan Objective serta Key Results yang tepat.
3. Menggunakan OKR untuk mengukur semua hal.
OKR adalah alat yang tepat untuk memastikan pertumbuhan, namun jangan gunakan OKR untuk mengukur hal-hal yang tidak langsung berkontribusi pada pertumbuhan. Perusahaan dapat menggunakan Key Performance Indicators (KPI) untuk mengukur hal-hal lainnya yang tidak diukur dalam OKR. Bayangkan OKR seperti peta perjalanan yang memandu perusahaan untuk mencapai suatu tujuan. Kemudian, bayangkan perusahaan seperti mobil yang membawa kita mencapai tujuan tersebut. Untuk memastikan bahwa perjalanan berjalan dengan lancar, perusahaan dapat menggunakan KPI sebagai dashboard mobil yang memberi tahu kita tentang kondisi perusahaan secara keseluruhan. Dengan kata lain, OKR dan KPI dapat dimanfaatkan secara bersamaan untuk memastikan bahwa strategi dapat terimplementasi dengan baik.
4. Memberikan seluruh tanggung jawab pada departemen SDM untuk menjadi pemimpin OKR.
OKR memberikan manfaat secara strategis bagi perusahaan sehingga peran utama dalam menjalankan OKR seharusnya dipegang oleh pimpinan tertinggi atau CEO. Hal ini dikarenakan pemimpin perusahaanlah yang memiliki visi dan arah yang dapat membawa perusahaan berkembang. Departemen SDM dapat berperan dalam aktivitas operasional penerapan OKR tersebut, seperti memastikan checklist OKR, memberikan pelatihan seputar OKR bagi karyawan baru, merekap data kemajuan OKR dari setiap divisi, dan lain sebagainya.
5. Memberikan informasi terlalu banyak tentang OKR.
Pada esensinya, memperkenalkan OKR adalah seperti melaksanakan Change Management. OKR dapat memaksa karyawan untuk mengadopsi pola pikir yang baru dan keluar dari zona nyaman mereka. Oleh karena itu, seperti Change Management pada umumnya, perusahaan perlu memperkenalkan OKR secara bertahap dengan lebih sederhana.
6. Terjebak dalam istilah “stretch goal.”
Jika perusahaan baru pertama kali menerapkan OKR, maka jangan paksakan seluruh karyawan untuk berambisi tinggi. Seperti pada poin pertama, kenalkan OKR sebagai sayuran – meski tidak enak, namun menyehatkan bagi kinerja individu dan organisasi secara keseluruhan. Pandu setiap karyawan untuk memiliki Objective dalam lingkup pekerjaannya dan pastikan juga agar mereka mengetahui Key Results apa saja yang dapat mencapai keberhasilan Objective tersebut. Semakin banyak OKR dicapai, semakin terbiasa pula karyawan dalam menerapkan OKR.
7. Memperlakukan OKR dengan kaku.
Beberapa perusahaan memberikan guideline untuk menerapkan OKR, termasuk perusahaan yang sukses, seperti Google. Di sisi lain, jika serta-merta menyalin guideline tersebut dan menerapkannya di perusahaan, bisa jadi akan tidak sesuai dengan karakteristik perusahaan. Dalam guideline Google, sasaran ditetapkan tiga kali lebih tinggi dari target yang dapat dibayangkan. Aturan ini belum tentu dapat diterapkan di perusahaan start-up, seperti Gojek. Untuk menyesuaikan kebutuhan perusahaannya, Gojek mengalikan target sepuluh kali lebih tinggi dari yang dapat dibayangkan.
Apakah berarti perusahaan Anda perlu sama persis dengan Google atau Gojek? Jawabannya, tidak. Semua ini dapat disesuaikan dengan keadaan dan kebijakan manajemen perusahaan.
Penerapan OKR bukan tentang mengumpulkan best practice, melainkan tentang menemukan praktik terbaik yang sesuai dengan perusahaan Anda. Dengan demikian, perusahaan dapat menggunakan OKR secara bertahap untuk membantu karyawannya beradaptasi dan memahami esensi OKR secara tepat. Setelah semua orang terbiasa menerapkan OKR dengan benar, barulah perusahaan dapat secara bertahap merenggangkan Objective menjadi lebih ambisius.
Referensi:
https://www.perdoo.com/resources/theory-vs-reality-in-okr/
https://www.youtube.com/watch?v=6lz_oN1jCTU