Transformasi OKR dengan Menggunakan Leading Indicators

Belakangan ini, banyak perusahaan startup menggunakan OKR dengan tujuan agar mereka menjadi lebih agile, sesuai dengan tuntutan ekosistemnya. Selain karena kerangka waktunya yang relatif pendek, perusahaan juga lebih fleksibel dalam mengganti indikator OKR jika dinilai kurang berkontribusi dalam pencapaian objective. Di sisi lain, sifat agile OKR tidak dapat dicapai jika indikator yang digunakan kurang responsif dan kaku. Oleh karena itu, OKR perlu menggunakan indikator yang tepat, yaitu fleksibel dan juga dapat memprediksi masa depan. Inilah yang dikenal dengan sebutan leading indicator, yaitu ukuran yang perlu dimonitor untuk mencapai sasaran masa depan yang terukur (lagging).

Leading Indicators vs Lagging Indicators

Selain leading indicators, terdapat indikator lainnya yang disebut sebagai lagging indicators, yaitu indikator yang menunjukkan keadaan bisnis saat ini. Sebagai contoh, pada umumnya perusahaan menggunakan ukuran seperti pendapatan dan profit untuk menggambarkan kemajuan bisnisnya. Metrik ini dikenal sebagai lagging indicators karena dapat menggambarkan dampak atau akibat dari aksi yang telah dilakukan dan sifatnya tidak langsung (lag). Selain menggunakan lagging indicators, perusahaab perlu ukuran lain yang dapat memastikan ukuran lagging ini tercapai. Inilah yang kita sebut leading indicator.

Lebih lanjut, perbedaan antara leading indicators dan lagging indicators dapat dilihat pada tabel berikut:

Leading Indicators Lagging Indicators
Prediktor atas kesuksesan masa depan Hasil yang sudah pasti dari masa lalu
Tidak mudah diidentifikasi Lebih mudah diidentifikasi
Responsif terhadap aksi tim Tidak responsif terhadap aksi tim
Lebih taktis untuk mengubah keadaan Sulit mengubah keadaan

Identifikasi Leading Indicators untuk Tim

Meski secara teori leading indicators dan lagging indicators terlihat mudah dibedakan, praktiknya indikator ini sangat tergantung pada konteks yang berada dalam organisasi. Misalkan, perusahaan mungkin menggunakan metrik Net Promotor Score (NPS) sebagai lagging indicators untuk sasaran inovasi produk, namun juga sebagai leading indicators untuk sasaran efektivitas pemasaran. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengidentifikasi leading indicators yang tepat untuk timnya.

Jika, mengacu pada systemic flow analysis (SFA), leading indicators terdapat pada metrik input, process, serta sebagian output. Di sisi lain, sebagian metrik output dan outcome merupakan metrik yang pada umumnya digunakan untuk menggambarkan lagging indicators. Di sisi lain, perusahaan juga perlu berhati-hati dalam memilih leading indicators. Jangan sampai metrik dipilih secara asal hanya karena secara teknik metrik tersebut merupakan leading indicators, sebaliknya perusahaan perlu benar-benar menganalisa apakah metrik tersebut berkontribusi pada lagging indicators yang memiliki dampak lebih besar bagi bisnis.

Selain dengan SFA, perusahaan juga dapat menggunakan pertanyaan yang dapat menuntun mereka dalam mengidentifikasi leading indicators. Perusahaan perlu memperluas cara berpikirnya dan cari tahu melebihi apa yang ingin dicapai dari perubahan yang hendak dilaksanakan. Tanyakan “WHY” – mengapa mengejar outcome dari lagging indicators menjadi penting? Apa saja dampak-dampak yang hendak dicapai? Selanjutnya, tanyakan juga “WHAT” – tahap apa saja yang perlu dilakukan sebelum lagging indicators tercapai?

 Berikut merupakan contoh leading dan lagging indicators dari sasaran efektivitas pemasaran:

Leading Indicators yang Berguna

Setelah menggunakan SFA, perusahaan akan mendapatkan daftar serangkaian leading indicators yang berkontibusi bagi lagging indicators. Meski demikian, tidak semua leading indicators yang telah diidentifikasi dapat digunakan untuk OKR. Perusahan perlu memilih leading indicators yang benar-benar berguna bagi mereka. Agar dapat menentukan leading indicators yang berguna, perusahaan perlu memperhatikan apakah: (1) Leading indicators secara langsung terkait dengan aksi tim; (2) Secara jelas berkontribusi dan memprediksi kesuksesan di masa depan; serta (3) Dapat diubah secara terus menerus di sepanjang siklus OKR.

Menggunakan metrik outcome pada OKR memang memberikan manfaat, namun tidak dapat secara otomatis membawa tim untuk membuat dan mengukur kesuksesan. Tim secara sadar perlu mendiskusikan apakah metrik yang digunakan sudah tepat dan mewakili leading indicators untuk menjadi Key Results mereka. Jangan sampai OKR yang ada hanya mewakili lagging indicators, namun tidak dapat disesuaikan ketika keadaan memaksa untuk berubah. Dengan memprioritaskan penggunaan leading indicators, perusahaan dapat menghindari keputusan yang terhambat karena lagging indicators serta dapat meningkatkan pekerjaan yang dilakukan saat ini.

 

Referensi:

Herbig, T. (2022). Transforming OKRs with Leading Indicators. [Video]. From Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=BG_UNMgzAkI
Watts, S. (2019). Leading vs Lagging Indicators: What’s the Differences? From BMC https://www.bmc.com/blogs/leading-vs-lagging-indicators/

Menyelaraskan Tujuan dengan Kerangka Kerja V2MOM

Tantangan terbesar bagi sebagian besar perusahaan di Indonesia adalah menyelaraskan visi pimpinan dan karyawan. Pada umumnya, pemimpin mengalami kesulitan untuk menyampaikan maksud yang diinginkannya. Di sisi lain, karyawan juga sulit menerjemahkan keinginan tersebut dalam aksi kerja yang nyata. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan solusi yang dapat membantu mereka menyelaraskan tujuan. V2MOM merupakan salah satu kerangka kerja yang mampu membantu perusahaan dalam hal ini.

V2MOM adalah singkatan dari Vision, Values, Methods, Obstacles, dan Measures. Kerangka kerja ini memiliki premis bahwa adalah penting untuk menyelaraskan tindakan sehari-hari dengan aspirasi jangka panjang, sembari meningkatkan transparansi bisnis (Mitsis, 2022). Berikut penjelasan detail mengenai kerangka kerja V2MOM:

VISION

Visi merupakan tujuan ke depan yang hendak dicapai perusahaan. Beberapa orang mendefinisikan visi sebagai “WHY”, namun visi di sini bukan tentang masa lalu, melainkan tentang masa depan. Visi harus mewakili keinginan yang inspirasional dan mulia. Oleh karena itu, hindari keinginan untuk menuliskan angka, target, fitur produk, dan lain sebagainya saat menentukannya.

Beberapa pertanyaan yang dapat membantu dalam mendefinisikan visi, seperti:

  • Seperti apa keadaan ideal organisasi di masa mendatang?
  • Apa outcome ideal yang ingin kita capai?

VALUES

Pikirkan apa saja prinsip dan nilai yang dapat membantu perusahaan atau tim untuk mencapai visi. Dalam kerangka kerja V2MOM, value adalah panduan atau pedoman untuk bertindak. Jika perusahaan hendak menentukan value, cobalah untuk mengumpulkan feedback tentang apa yang penting bagi individu dan terkait dengan kepentingan perusahaan. Kumpulkan wawasan tersebut, buat daftar, serta prioritaskan nilai-nilai yang paling memberikan dampak dalam mencapai visi.

METHODS

Bagian ini merupakan hal yang paling penting dari kerangka kerja V2MOM, namun jarang diperhatikan. Methods adalah tentang cara untuk mencapai visi yang telah ditentukan. Pada umumnya, bagian ini berisikan rencana aksi dan langkah taktis yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan. Intinya, apapun opsi yang dipilih, perusahaan perlu memiliki objective dan inisiatif strategis selama proses perencanaan. Oleh karena itu, perusahaan juga dapat menggunakan kerangka kerja OKR untuk melengkapi bagian ini.

(BACA JUGA: BAGAIMANA MENJALANKAN OKR DENGAN BENAR)

OBSTACLES

Kelebihan kerangka kerja V2MOM terdapat pada bagian obstacles. Pada bagian ini, perusahaan memetakan hambatan atau tantangan apa yang akan dialami. Dengan meramalkan kemungkinan hambatan, perusahaan dapat mengambil langkah proaktif dan mempersiapkan rencana kontingensi sebelum hambatan tersebut terjadi. Langkah proaktif dapat dilakukan dengan cara mengalokasikan sumber daya cadangan dan juga dengan menghilangkan aktivitas yang tidak memiliki dampak terhadap tujuan.

MEASURES

Bagian measures memastikan sejauh mana visi yang telah ditetapkan tercapai. Pada bagian ini, perusahaan perlu mengumpulkan data untuk mengukur kemajuan. Untuk memudahkan proses pengukuran, perusahaan perlu menerjemahkan setiap kemajuan menjadi angka. Jika perusahaan menggunakan OKR sebagai metode dalam kerangka ini, maka measures dapat ditentukan dengan menggunakan Key Results (KR).

Untuk memastikan kesuksesan implementasi V2MOM, perusahaan perlu mengerjakan kerangka tersebut secara berurutan. Dimulai dari menentukan visi hingga menentukan ukuran yang tepat untuk mencapainya. Perusahaan dapat mengajak karyawannya untuk berkolaborasi dalam mencapai visinya sehingga dapat bergerak cepat dalam lingkungan yang berubah maupun di saat krisis.

Referensi:

Benioff, M. (2020, May 1). Create Strategic Company Alignment With a V2MOM. From Salesforce: https://www.salesforce.com/blog/how-to-create-alignment-within-your-company/
Bolden-Barrett, V. (2021, Apr 3). A Guide to Using the V2MOM Goal-Setting Model. Retrieved from Zenefits: https://www.zenefits.com/workest/a-guide-to-using-the-v2mom-goal-setting-model/
Mitsis, C. (2022, Nov 1). The V2MOM: Overview, How to Use It. Retrieved form Cascade: https://www.cascade.app/blog/the-v2mom-framework
Preuss, M. (2018, July, 12). V2MOM: Salesforce’s Secret & Why it Works. From Visible Blog: https://visible.vc/blog/v2mom-salesforce/
Zenefits Team. (2021, Feb 26). How to Set Effective Goals for Your Company, Team, and Self. Retrieved from Zenefits: https://www.zenefits.com/workest/how-to-set-effective-goals-for-your-company-team-and-self/

Mengapa OKR Sulit Diterapkan?

Perusahaan pada umumnya mengirimkan karyawannya untuk mengikuti pelatihan Objective and Key Results (OKR) dengan harapan dapat segera menerapkannya setelah pelatihan berakhir. Pada kenyataannya, penerapan OKR tidak dapat sukses hanya dalam semalam, sebaliknya perusahaan perlu memandang OKR sebagai bagian dari Change Management. Ini artinya, diperlukan beberapa pergeseran pola pikir dan sudut pandang yang sesuai dalam menerapkan OKR.

Berikut beberapa kesalahan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan dalam menerapkan OKR:

1. Memperkenalkan OKR sebagai obat yang mujarab.

Perusahaan yang hendak menerapkan OKR untuk pertama kalinya cenderung mempromosikan OKR secara berlebihan. Di sisi lain, memang betul bahwa terdapat perusahaan-perusahaan besar yang sukses berkat bantuan OKR, namun kesuksesan itu tidak terjadi dalam waktu semalam. Daripada memberikan janji-janji manis, OKR seharusnya dikenalkan sebagai sayuran – meski terasa tidak nyaman pada awalnya, namun diperlukan untuk memastikan pertumbuhan perusahaan.

 

2. Terburu-buru dalam proses menetapkan OKR.

Goal-setting dengan menggunakan OKR tidak dapat dilakukan hanya dalam kurun waktu 1-2 jam saja. Bahkan, untuk menetapkan Objective yang paling relevan dan prioritas juga membutuhkan waktu berpikir yang tidak sedikit. Kesalahan ini sering terjadi karena perusahaan merasa kesulitan memikirkan OKR apa yang tepat bagi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, jika baru pertama kali menerapkan OKR, perusahaan perlu mengambil lebih banyak waktu untuk berpikir dan berdiskusi dalam menentukan Objective serta Key Results yang tepat.

 

3. Menggunakan OKR untuk mengukur semua hal.

OKR adalah alat yang tepat untuk memastikan pertumbuhan, namun jangan gunakan OKR untuk mengukur hal-hal yang tidak langsung berkontribusi pada pertumbuhan. Perusahaan dapat menggunakan Key Performance Indicators (KPI) untuk mengukur hal-hal lainnya yang tidak diukur dalam OKR. Bayangkan OKR seperti peta perjalanan yang memandu perusahaan untuk mencapai suatu tujuan. Kemudian, bayangkan perusahaan seperti mobil yang membawa kita mencapai tujuan tersebut. Untuk memastikan bahwa perjalanan berjalan dengan lancar, perusahaan dapat menggunakan KPI sebagai dashboard mobil yang memberi tahu kita tentang kondisi perusahaan secara keseluruhan. Dengan kata lain, OKR dan KPI dapat dimanfaatkan secara bersamaan untuk memastikan bahwa strategi dapat terimplementasi dengan baik.

 

4. Memberikan seluruh tanggung jawab pada departemen SDM untuk menjadi pemimpin OKR.

OKR memberikan manfaat secara strategis bagi perusahaan sehingga peran utama dalam menjalankan OKR seharusnya dipegang oleh pimpinan tertinggi atau CEO. Hal ini dikarenakan pemimpin perusahaanlah yang memiliki visi dan arah yang dapat membawa perusahaan berkembang. Departemen SDM dapat berperan dalam aktivitas operasional penerapan OKR tersebut, seperti memastikan checklist OKR, memberikan pelatihan seputar OKR bagi karyawan baru, merekap data kemajuan OKR dari setiap divisi, dan lain sebagainya.

 

5. Memberikan informasi terlalu banyak tentang OKR.

Pada esensinya, memperkenalkan OKR adalah seperti melaksanakan Change Management. OKR dapat memaksa karyawan untuk mengadopsi pola pikir yang baru dan keluar dari zona nyaman mereka. Oleh karena itu, seperti Change Management pada umumnya, perusahaan perlu memperkenalkan OKR secara bertahap dengan lebih sederhana.

 

6. Terjebak dalam istilah “stretch goal.

Jika perusahaan baru pertama kali menerapkan OKR, maka jangan paksakan seluruh karyawan untuk berambisi tinggi. Seperti pada poin pertama, kenalkan OKR sebagai sayuran – meski tidak enak, namun menyehatkan bagi kinerja individu dan organisasi secara keseluruhan. Pandu setiap karyawan untuk memiliki Objective dalam lingkup pekerjaannya dan pastikan juga agar mereka mengetahui Key Results apa saja yang dapat mencapai keberhasilan Objective tersebut. Semakin banyak OKR dicapai, semakin terbiasa pula karyawan dalam menerapkan OKR.

 

7. Memperlakukan OKR dengan kaku.

Beberapa perusahaan memberikan guideline untuk menerapkan OKR, termasuk perusahaan yang sukses, seperti Google. Di sisi lain, jika serta-merta menyalin guideline tersebut dan menerapkannya di perusahaan, bisa jadi akan tidak sesuai dengan karakteristik perusahaan. Dalam guideline Google, sasaran ditetapkan tiga kali lebih tinggi dari target yang dapat dibayangkan. Aturan ini belum tentu dapat diterapkan di perusahaan start-up, seperti Gojek. Untuk menyesuaikan kebutuhan perusahaannya, Gojek mengalikan target sepuluh kali lebih tinggi dari yang dapat dibayangkan.

Apakah berarti perusahaan Anda perlu sama persis dengan Google atau Gojek? Jawabannya, tidak. Semua ini dapat disesuaikan dengan keadaan dan kebijakan manajemen perusahaan.

 

Penerapan OKR bukan tentang mengumpulkan best practice, melainkan tentang menemukan praktik terbaik yang sesuai dengan perusahaan Anda. Dengan demikian, perusahaan dapat menggunakan OKR secara bertahap untuk membantu karyawannya beradaptasi dan memahami esensi OKR secara tepat. Setelah semua orang terbiasa menerapkan OKR dengan benar, barulah perusahaan dapat secara bertahap merenggangkan Objective menjadi lebih ambisius.

 

Referensi:

https://www.perdoo.com/resources/theory-vs-reality-in-okr/
https://www.youtube.com/watch?v=6lz_oN1jCTU

OKR Case Study: GOJEK

Objective & Key Results (OKR) merupakan alat manajemen strategis yang berorientasi pada tindakan/aksi. Kerangka kerja ini populer di kalangan start-up karena OKR mendorong perusahaan untuk fokus pada pertumbuhan. Ada beberapa contoh bisnis di dunia yang berhasil mencapai pertumbuhan yang signifikan dengan menggunakan OKR, salah satunya adalah Swipely. Tidak hanya menggunakan OKR sebagai sistem penetapan tujuan, perusahaan ini juga menggunakan OKR sebagai alat komunikasi yang mempersatukan perusahaan dan meningkatkan proses bisnis mereka. Dengan pergeseran secara fundamental dan penerapan OKR, perusahaan ini mampu mencapai angka penjualan sebesar satu miliar dolar Amerika Serikat.

Continue reading

Pergeseran Paradigma Manajemen dengan Penerapan OKR

Penggunaan kerangka kerja Objective & Key Results (OKR) sebagai alat strategi di masa pandemi atau pada start-up telah memberikan paradigma yang berbeda bagi perusahaan yang menerapkannya. Lebih dari sekadar alat atau metode, OKR menghadirkan cara pandang baru terhadap manajemen strategis dan kinerja. Bagaimana OKR menggeser paradigma dalam manajemen?

Manajemen Strategik yang lebih Agile

Pengambilan keputusan dalam manajemen strategi dimulai dari pendekatan ilmiah atau prosedur formal, prediksi, preskripsi, membandingkan dengan best practice, hingga mengujinya di tingkat skenario bisnis yang lebih kecil. Praktik mengelola strategi seperti ini biasanya memakan waktu panjang, bahkan memerlukan tiga hingga empat bulan dalam menyusun perencanaan strategis yang lengkap. Hasil survei Tim Cascade (2020), menyatakan bahwa 98% pemimpin setuju bahwa implementasi strategi membutuhkan lebih banyak waktu dari perencanaannya, namun hanya 2% pemimpin yang yakin dapat mencapai tujuan organisasinya.

Tampilan dan formula OKR yang lebih sederhana membuat organisasi yang menerapkannya lebih mudah memahami dan mengimplementasi OKR, bahkan hingga di tingkat paling bawah. Dengan OKR, kita tidak perlu melalui semua prosedur manajemen strategik yang berjenjang karena kita sudah bisa menyusun OKR melalui pernyataan misi organisasi saja. Juga, dengan gaya penulisan OKR yang sederhana: Saya akan (Objective) yang diukur dengan (set of Key Results), penerapan OKR lebih berorientasi pada aksi daripada wacana. Inilah yang mendorong OKR lebih gesit (agile) dalam mengeksekusi strategi.

Mengutamakan Transparansi, Empati, dan STRETCH

OKR dapat membuat organisasi secara ekstrem mempraktikkan transparansi karena perlu menyatukan harapan, impian, dan ketakutan setiap orang dalam organisasi. Setiap departemen mungkin memiliki aspirasi yang berbeda-beda dalam memajukan departemen dan pekerjaannya, tetapi top management perlu menyatukan perbedaan tersebut sehingga tidak merugikan departemen lainnya. Dengan adanya keterbukaan, diharapkan orang dapat menyelaraskan aspirasi pribadinya dengan aspirasi kelompok dan organisasi.

Saat menerapkan OKR, menurut Andy Grove, organisasi tidak boleh menyia-nyiakan mereka yang introver.  Karyawan yang introver mungkin lebih memilih bekerja di balik layar dan tidak menonjol, namun sebenarnya mereka merupakan pemecah masalah yang cepat, objektif, sistematis, dan permanen. Orang-orang ini dibutuhkan untuk menghadapi masalah tanpa menyerang pihak lainnya dan bebas politik sehingga dapat membuat keputusan yang lebih cepat, sehat, dan kolektif. Untuk memberdayakan orang tipe ini, dibutuhkan empati sehingga organisasi dapat menavigasi dan mendorong mereka terlibat dalam pelaksanaan OKR.

Dengan semangat OKR untuk mencapai sasaran yang stretch, organisasi secara keseluruhan dilatih agar dapat menerima kegagalan, yaitu elemen penting dalam continuous improvement. Objektif sendiri perlu ditetapkan setinggi mungkin agar pengguna OKR dapat dengan kreatif membuat inisiatif dan pembelajaran untuk mencapainya. Di sisi lain, sifat OKR yang fleksibel memungkinkan departemen untuk segera mengganti objektif jika tidak memenuhi objektif organisasinya.

CEO sebagai penggerak utama Change Management

Selama ini, HR bertanggung jawab atas inisiatif Change Management. Dengan diterapkannya OKR, eksekutif diingatkan kembali akan perannya sebagai role model yang harus menunjukkan komitmen terhadap penerapan OKR tersebut. Perubahan ini turut memaksa Top Management untuk mempersiapkan sistem yang memfasilitasi OKR, yang meliputi Conversation, Feedback, dan Recognition.

Dengan sering melaksanakan OKR review, terdapat manfaat percakapan dalam menavigasi aspirasi pribadi dan potensi setiap karyawannya. Lebih lanjut, pemimpin juga dapat meningkatkan hubungannya dengan karyawan melalui percakapan kinerja yang lebih intensif. Selain itu, weekly check in yang dilaksanakan untuk memonitor OKR juga dapat memberikan kesempatan setiap orang untuk memberikan umpan balik.

Dalam pelaksanaan OKR, tidak disarankan untuk mengaitkan metode ini dengan bonus, namun organisasi dapat memberikan penghargaan dalam bentuk lainnya. Salah satunya adalah dengan merayakan pencapaian suatu target. Dengan tingginya penetapan target OKR, pencapaian di angka 60%-70% saja sudah sangat bagus. Oleh karena itu, jangan sampai organisasi tidak merayakan keberhasilan pencapaian ini, sekecil apapun.

Menyesuaikan OKR dengan Kebutuhan Organisasi

Salah satu keunggulan menggunakan OKR adalah fleksibilitasnya. Selama ini organisasi kesulitan menyesuaikan diri dengan framework strategi yang mungkin tidak relevan dalam mencapai tujuannya, tetapi OKR memberikan kemudahan untuk dibentuk sesuai dengan kebutuhan organisasi. Hal ini dikarenakan OKR menekankan batasan objektif dan key results-nya sehingga eksekusi strategi lebih terfokus pada prioritas saat ini.

Di sisi lain, OKR dapat berevolusi bersama dengan organisasi. Saat pertama kali Google menerapkan OKR, Larry Page dan Sergey Brin menetapkan sasaran OKR untuk tiga bulanan. Selanjutnya, organisasi ini menambahkan sasaran tahunan agar semua karyawan, dari teknisi hingga CEO, bekerja secara bersamaan dalam mencapai sasaran jangka pendek dan ekspektasi jangka panjang. Sundar Pichai, kepala Google, bahkan hanya mengizinkan karyawannya fokus pada satu sasaran pada satu waktu tertentu.

OKR bukan untuk “Business as Usual

OKR lebih efektif digunakan dalam mencapai objektif yang diprioritaskan dan untuk mendorong Continuous Improvement. Selama pandemi, OKR banyak membantu organisasi keluar dari krisis. Artinya, organisasi mengubah cara kerja lama yang tidak sesuai dalam konteks pandemi. Jika OKR hanya digunakan untuk aktivitas “Business as Usual”, organisasi tidak dapat memanfaatkan keunggulan OKR secara maksimal.

Referensi:
Cascade Team. (2020, Mar 13). 51 Strategy Statistics And 3 Key Lessons to Help You Succeed. Retrieved Sep 23, 2022, from https://www.cascade.app/blog/51-strategy-statistics
https://study.com/academy/lesson/what-is-paradigm-definition-development-examples.html
https://www.techtarget.com/searchhrsoftware/definition/OKRs-Objectives-and-Key-Results
PQM Consultants. (2020). Menghadapi Krisis dengan Objectives & Key Results (OKR) [YouTube Video]. Retrieved Sep 23, 2022, from https://youtu.be/1TbwnAta9n4

MENGAPA OKR TIDAK MENGGANTIKAN PERFORMANCE REVIEW?

OKR merupakan bagian besar dari manajemen kinerja, tetapi tidak menggantikan performance review. Meskipun demikian, beberapa perusahaan masih berusaha menggunakan OKR sekaligus untuk mengevaluasi kinerja. Hal ini dikarenakan performance review dianggap mampu mendorong pencapaian tujuan, sama seperti OKR.

Sebenarnya, performance review kurang efektif untuk mencapai tujuan karena lebih fokus untuk merefleksikan masa lalu daripada masa depan. Dalam periode yang sama pun, performance review tidak dapat meramalkan keberhasilan pencapaian tujuan. Sebaliknya, performance review lebih efektif digunakan untuk menyoroti hal-hal yang perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, performance review lebih cocok digunakan sebagai metrik kesehatan daripada penentu arah dan tujuan perusahaan.

Karakteristik performance review dan OKR berbeda. Dari sisi subjeknya, performance review menilai karyawan secara individual. Di sisi lain, OKR adalah tentang bisnis secara keseluruhan. Oleh karena itu, jika perusahaan bersikeras mendorong penggabungan OKR dan performance review, maka akan ada beberapa isu yang muncul.

  • Performance Review Menjadi Tidak Adil & Tidak Akurat

    Karyawan menginginkan penilaian kinerja yang adil, tetapi seperti apa penilaian kerja yang adil tersebut? Menurut penelitian HBR (2018), performance review yang efektif dilakukan dengan cara membandingkan kinerja karyawan dengan dirinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan membandingkan kinerja karyawan di periode saat ini dan periode yang lalu serta dengan membandingkan kinerja dalam satu periode yang sama.

    Masalahnya, OKR bersifat kolaboratif. Ketika performance review dilakukan berdasarkan OKR, maka akan terjadi perbandingan kinerja antar karyawan sehingga terjadilah penilaian kinerja yang tidak adil. “[OKR] is not a legal document upon which to base a performance review, but should be just one input used to determine how well an individual is doing,” jelas Andy Grove. Artinya, OKR hanya menjadi salah satu masukan untuk memastikan seberapa baik performa individu, bukan keseluruhan.

  • OKR Akan Menjadi Alat Kontrol

    Organisasi yang menggunakan OKR sebagai alat evaluasi biasanya tidak sengaja mengubah gaya manajemennya menjadi lebih “mengontrol”. Bisa jadi, tujuan awal penggunaan OKR sebenarnya adalah untuk membebaskan karyawannya berambisi dan mengerjakan apa yang menjadi passion-nya. Di sisi lain, ketika OKR dan performance review berada di dalam platform yang sama, manajemen menuntut lebih kinerja masing-masing individu.

    Pada saat yang bersamaan, ketika OKR dipersepsikan sebagai performance review, engagement dan kinerja karyawan akan berkurang. Karyawan cenderung memandang rendah kemampuannya untuk mencapai tujuan sehingga menurunkan target yang disasar. Hal tersebut akan menjadi hambatan bagi perusahaan karena kurangnya target-target yang ambisius.

  • Menjadi Fokus pada Output

    OKR seharusnya fokus pada outcome, bukan output. Untuk menjaga keselarasannya, perusahaan dapat mengoordinasi karyawannya untuk mengerjakan pekerjaan atau proyek yang berkontribusi untuk mencapai outcome tersebut. Di sisi lain, jika OKR digunakan sebagai performance review, OKR akan menjadi sangat output-driven.

    Perusahaan cenderung akan berusaha mempermudah penilaian kinerja karena terikat dalam periode tertentu. Performance review akan menjadi sulit ketika outcome digunakan sebagai metrik keberhasilan OKR. Oleh karena itu, perusahaan akan mengubah fokus OKR menjadi output. Spotify mengatakan bahwa OKR di level individu hanya menghambat kemajuan perusahaan. Oleh karena itu, mereka hanya menggunakan OKR di level korporat untuk memvisualisasikan tujuan dan outcome sehingga semua orang dapat bergerak ke arah yang sama.

  • Cenderung Mempertimbangkan Orang sebagai Starting Point

    Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang berfokus pada pencapaian strateginya, bukan pada karyawan yang sudah dimiliki. Pertanyaannya adalah, “Apakah perusahaan dapat mengeksekusi strategi dengan tim yang ada?”, bukan, “Apakah perusahaan memiliki strategi untuk mempermudah kerja karyawan?” Faktanya, tipe pekerjaan akan menyesuaikan sasaran akhir strategi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, OKR juga dapat digunakan untuk menentukan kriteria rekrutmen.

    Ketika berhasil mengoptimalkan kekuatan anggota tim, perusahaan akan dapat menjalankan taktik untuk jangka waktu pendek. Namun, untuk mempertahankan bisnis secara berkelanjutan, perusahaan membutuhkan strategi yang tepat untuk jangka waktu yang panjang.

BACA JUGA: 4 KESALAHAN IMPLEMENTASI OKR

Berdasarkan penjelasan di atas, data disimpulkan bahwa OKR dan performance review mempunyai tujuan yang berbeda. OKR digunakan untuk mencapai tujuan yang ambisius, sedangkan performance review digunakan untuk menilai kinerja karyawan dalam periode tertentu. Karyawan memang merupakan aset yang dapat mendorong pencapaian sasaran ambisius OKR sehingga OKR dapat menjadi salah satu sumber wawasan kinerja karyawan, tetapi bukan satu-satunya sumber penilaian kinerja.

Referensi:
https://www.perdoo.com/resources/okrs-and-performance-reviews/
https://hbr.org/2018/03/people-dont-want-to-be-compared-with-others-in-performance-reviews-they-want-to-be-compared-with-themselves
https://hrblog.spotify.com/2016/08/15/our-beliefs/

4 KESALAHAN IMPLEMENTASI OKR

Referensi mengenai OKR yang tersedia secara online dan gratis tergolong kurang memadai, tetapi ada salah satu referensi video YouTube yang sering digunakan, yaitu karya Rick Klau, mitra Google Venture saat itu. Dalam video tersebut, ia memberikan pengenalan mendalam tentang OKR dengan menggunakan presentasi asli John Doerr dari tahun 1999 sebagai referensi utama. Meski OKR telah berkembang sejak saat itu, Google belum membuat video baru sehingga menyebabkan kebingungan bagi pendatang baru OKR. Mereka mencoba meniru pendekatan Rick dan contoh yang diberikan dalam video tersebut, tetapi gagal. Hal ini diperparah dengan informasi di dalam buku terkenal John Doerr, “Measure What Matters” yang terkadang menambah kebingungan bagi kaum awam OKR.

Jangan salah paham. Tanpa perkataan dan wawasan yang dibagikan oleh John Doerr dan Rick Klau, OKR tidak akan ada apa-apanya. Kami senang Rick Klau mengakui beberapa kesalahan yang dibuat. Ini akan memberikan kita pelajaran dan kepercayaan diri yang lebih besar untuk meningkatkan praktik OKR dalam bisnis.

4 Isu yang Diperbaiki oleh Rick Klau

  1. Key Results (KR) mengukur outcome, bukan output.

KR dapat membuat OKR berhasil atau gagal. Sayangnya, contoh KR dalam video tersebut tidak mendorong keberhasilan OKR. Dua kesalahan utama dalam contoh yang diberikan adalah:

  1. Terdapat metrik di dalam Objective
  2. KR mengukur output

Untuk memastikan pemahaman kita, mari kita lihat salah satu contoh yang ada dalam video Rick Klau:

Objective  :Meningkatkan web traffic Blogger sebesar xx% dibandingkan pertumbuhan organik
KR 1           :Luncurkan 3 fitur yang terukur dan berdampak pada web traffic Blogger
KR 2           :Tingkatkan penanganan 404 blogger, perpanjang time on site dan pageviews per sesi pada sesi yang dimulai dengan error 404 sebesar xx%

 

Berikut kesalahan yang terdapat di dalam contoh:

  1. Objective ini pada dasarnya adalah KR. Dalam kasus ini, KR tidak dapat membuat Objective menjadi spesifik dan juga tidak dapat mengukur kemajuan.
  2. KR 1 cocok menjadi Inisiatif karena mengukur output, bukan outcome. Anda mungkin berhasil meluncurkan 3 fitur, tetapi apakah itu menjamin peningkatan web traffic? Sulit untuk dikatakan.
  3. KR 2 cukup membingungkan. Ada terlalu banyak hal yang diuraikan di sana.

 

Sebaiknya, tuliskan OKR seperti berikut ini:

Objective  :Halaman Blogger mendapatkan lebih banyak web traffic daripada halaman North America’s Highway 404
KR 1           :Meningkatkan total web traffic Blogger dari x% menjadi y%
KR 2           :Meningkatkan total waktu di tempat per sesi dari x% menjadi y%
KR 3           :Meningkatkan jumlah pageviews per sesi dari x ke y
IN 1            :Meluncurkan 3 fitur yang terukur dan berdampak pada web traffic Blogger
IN 2            :Memperbaiki error 404 yang ada

 

  1. OKR Individu bukanlah yang terpenting

    Dalam videonya, Rick Klau menyarankan untuk menjalankan OKR di tingkat individu/pribadi. Sebaliknya, dalam blog baru Klau, dikatakan bahwa Anda harus “mengabaikan” OKR individu untuk “memberi tim kesempatan melihat OKR bekerja dengan baik dalam menyelaraskan tim di seluruh organisasi, dan berdampak lebih besar jika terdapat komitmen bersama.” Oleh karena itu, jangan terlalu khawatir untuk mendorong setiap karyawan memiliki OKR individu.

    OKR adalah tentang organisasi secara keseluruhan, bukan tentang individu. Meski dipimpin oleh satu orang, keberhasilan OKR adalah upaya kolaboratif, dan jarang merupakan upaya individu mencapai seluruh sasaran organisasi. Dari strategi dan sasaran tahunannya, arah keseluruhan organisasi ditentukan. Selanjutnya, dengan menggunakan kesatuan arah sebagai pedoman, tim bersatu dan berjalan dalam irama triwulanan serta menentukan apa yang paling penting bagi mereka dan organisasi. Dan di situlah eksekusi terjadi.

  2. OKR seharusnya tidak menggantikan sistem Performance Review

    Di dalam videonya, Klau menyebutkan bahwa meskipun OKR bukanlah alat evaluasi kinerja, OKR dapat dimasukkan sebagai bagian dari prosesnya. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah.

    OKR adalah bagian besar dari alat manajemen kinerja organisasi. Tidak diragukan lagi bahwa timlah yang mendorong eksekusi dan bekerja secara langsung untuk mencapai tujuan tersebut. Jadi, OKR dapat memberikan wawasan yang bagus tentang kinerja karyawan. Meski demikian, hal tersebut seharusnya hanya menjadi bagian kecil dari ulasan kinerja karyawan, bukan menjadi acuan mengukur kinerja mereka secara keseluruhan.

    Selanjutnya, Klau mengatakan bahwa dia lebih suka OKR menjadi bagian yang lebih besar dari evaluasi tahunan karena akan memberikan informasi yang jelas tentang apa yang telah dilakukan selama seperempat tahun. Baginya, nilai OKR akan menjadi bukti dampak pekerjaannya.

    Pernyataan ini dikoreksi dengan mengatakan: “jika Anda menggunakan OKR sebagai tinjauan kinerja (yang sering kali memiliki komponen kompensasi yang terkait dengannya), Anda akan mendorong tim Anda untuk memasukkan OKR mereka, dan menetapkan tujuan yang sepenuhnya dapat dicapai sehingga mereka bisa mendapatkan bonus mereka.” Kebijakan ini akan memadamkan ambisi karena hanya mereka yang mencapai target 100% yang akan mendapatkan bonus. Hal ini sepenuhnya bertentangan dengan gagasan bahwa OKR harus mencerminkan tujuan yang ambisius.

BACA JUGA: MENGAPA OKR TIDAK MENGGANTIKAN PERFORMANCE REVIEW
  1. Mengatakan “tidak” sama baiknya dengan mengatakan “ya”

    Ketika berbicara tentang OKR, ingatlah: lebih sedikit lebih banyak. Klau menyinggung hal ini dalam videonya dan menyarankan untuk menjaga OKR Anda seminimal mungkin di setiap kuartal. Bahkan, ia juga berbagi pengalamannya bahwa ia pernah memiliki tujuh Objective dalam satu kuartal dan menyebut pengalaman itu “melelahkan”. Kami setuju dengan gagasan tersebut, tetapi bukan hanya itu saja.

    Menetapkan OKR dengan tim bukanlah hanya permainan angka tentang seberapa banyak OKR yang harus dikerjakan, melainkan juga tentang percakapan sulit seputar fokus pada kuartal tersebut. Itu bahkan mungkin berarti Anda perlu mengesampingkan beberapa ide terbaik. Pastikan hanya hal-hal yang benar-benar penting yang diprioritaskan dan dikerjakan.

    • Mengapa ini penting?
    • Mengapa mendesak?

Jika telah menyepakati OKR dan setelah menjawab dua pertanyaan tersebut, Anda mungkin perlu menghapus ide-ide tersebut sepenuhnya atau menugaskannya ke kerangka waktu di masa mendatang. Itu tidak masalah. Jangan takut untuk mengatakan “tidak”.

Referensi:

https://www.perdoo.com/resources/klau-admits-errors-about-okr

OKR & KPI INTEGRATION

Untuk mencapai Objective, organisasi umumnya mengenal alat manajemen kinerja yang dapat membantu melacak kemajuan, seperti: Management by Objective (MBO), Objective and Key Results (OKR) dan Balanced Scorecard (BSC). Ketiga pendekatan ini pada dasarnya menggunakan ukuran keberhasilan sebuah Objective tercapai atau tidak, yang kita kenal dengan istilah Key Performance Indicators atau Key Results. Meski sekilas nampak mirip, sebenarnya kedua metode atau ukuran ini (OKR & KPI) memiliki perbedaan.

OKR sendiri awalnya dipopulerkan oleh John Doerr di tahun 1999 saat ia memiliki proyek Manajemen Kinerja dengan Google. Doerr terinspirasi oleh Andy Groove yang menggunakan OKR sebagai penggerak eksekusi strategi di Intel sekitar tahun 1970-an. Singkatnya, Doerr merangkum OKR menjadi sebuah kalimat atau formula yang terkenal, yaitu Saya akan … (Objective) yang diukur dengan … (set of Key Results).

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG OKR: APA ITU OKR?)

KPI adalah adalah indikator keberhasilan yang penting atau relevan untuk melacak kemajuan pencapaian sasaran yang diinginkan. KPI memberikan fokus bagi organisasi untuk mencapai sasaran strategis, meningkatkan proses operasional, memperkuat dasar pengambilan keputusan, dan memusatkan perhatian pada hal yang paling penting. Jika indikator KPI terlalu banyak dan tidak berhubungan, maka akan menciptakan kebingungan saat menilai indikator-indikator yang penting tersebut.

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG KPI: MENGUKUR KINERJA ORGANISASI DENGAN KEY PERFORMANCE INDICATOR)

Berikut detail perbedaan di antara OKR dan KPI:

OKRKPI
Dibuat berdasarkan aspirasi pribadi: inisiatif yang ingin dikerjakan (yang selaras dengan objective perusahaan)Dibuat berdasarkan keselarasan strategi, inisiatif, deskripsi pekerjaan, dan pemecahan masalah.
Pendekatan bottom-upPendekatan top-down
Ditinjau setiap 3 bulanDitinjau berdasarkan periode tertentu (bulanan/tahunan)
Setiap Objective setidaknya memiliki 3 Key ResultsSetiap Objective memiliki 1-3 KPI
Dapat berubah setiap 3 bulanBerubah hanya jika diperlukan
Didesain untuk berkembang dan meregangDidesain agar realistis
Pencapaian pada angka 60-70% sudah dianggap bagus karena target menantang (challenging & aspirational)Mendorong pencapaian 100% karena target bersifat SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound)
Secara parsial memengaruhi kompensasi (non-financial rewards)Terkait langsung dengan kompensasi (financial rewards)

Umumnya, perusahaan menerapkan KPI dari top management hingga front line karena KPI dianggap telah mewakili lagging dan leading indicators yang dibutuhkan untuk sukses. Padahal, perusahaan dapat memanfaatkan pendekatan OKR yang bottom-up untuk menyelaraskan aktivitas di setiap tingkat.

Keduanya dapat bekerja sama dengan cara:

  1. Gunakan OKR sebagai ukuran leading dan KPI sebagai ukuran lagging.

    Indikator leading dan lagging adalah dua tipe pengukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja di dalam bisnis atau organisasi. Indikator leading adalah pengukuran prediktif, misalkan kasus kepatuhan di area pabrik merupakan indikator leading untuk sebuah Objective, yaitu Meningkatkan Keselamatan Kerja. Di lain sisi, indikator lagging adalah pengukuran untuk output atau hasil, misalkan kasus kecelakaan kerja merupakan indikator lagging Meningkatkan Keselamatan Kerja. Perbedaaan di antara keduanya adalah indikator leading dapat mempengaruhi perubahan dan indikator lagging hanya dapat merekam apa yang terjadi.

    OKR, karena periodenya yang lebih pendek (yaitu 3 bulan) sehingga memungkinkan untuk dinamis, sering kali menjadi Leading Indicator untuk mencapai KPI, yang identik dengan ukuran-ukuran yang bersifat outcome dan merupakan end result yang diinginkan perusahaan. Perpaduan keduanya akan menjamin pencapaian KPI dan harapannya adalah pencapaian KPI bisa melebihi harapan/target yang ada.

  1. Gunakan KPI untuk menjaga Business as Usual (BAU) dan OKR untuk aktivitas continuous improvement.

    KPI biasanya untuk menjaga BAU, yang artinya: dengan mencapai KPI, perusahaan dapat dikatakan memiliki kinerja yang bagus. BAU mengindikasi bahwa target KPI adalah target yang sudah dicanangkan dalam tahun fiskal, terlepas itu adalah indikator keuangan atau lainnya (bisa operational excellence atau HR excellence), sedangkan OKR diharapkan untuk mencapai target-target yang fantastis (sehingga tidak diharapkan pencapaian 100%, melainkan 60% saja) supaya memicu proses belajar dan mendorong adanya perbaikan berkelanjutan (Continuous Improvement).

    Continuous improvement adalah konsep yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan melalui progres yang berkelanjutan. Ini adalah perjuangan yang tidak ada akhirnya, namun harus dilakukan untuk bertahan. OKR yang bersifat aspirasional cocok digunakan fokus pada peningkatan yang agresif, sedangkan KPI adalah ukuran target yang menjadi patokan awal ketika organisasi mencanangkan target kinerja.

  1. OKR sebagai talent pool, KPI sebagai dasar bonus.

    Ketika menerapkan OKR, ini adalah kesempatan untuk perusahaan mengidentifikasi karyawan adalah seorang Talent atau bukan. Seorang Talent adalah seseorang yang menyukai tantangan dan menginginkan adanya progress yang agresif dan pertumbuhan yang positif. OKR dengan target yang tinggi akan membuat seorang Talent belajar lebih baik dibandingkan kalau dia hanya mendapatkan target yang moderat.

    Di lain pihak, perusahaan tetap membutuhkan KPI, yang pencapaiannya diharapkan 100%, dan ini adalah target kinerja yang sudah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan. Pencapaian target KPI akan mengindikasikan perusahaan mencapai hasil yang diharapkan dan perolehan ini akan menjadi dasar untuk memberikan bonus.

  1. Berikan OKR kepada individu dan KPI kepada departemen atau organisasi.

    Baik OKR maupun KPI sama-sama diharapkan mampu menjadi sarana pembelajaran perusahaan dan individu. Sayangnya, KPI yang digunakan sebagai dasar bonus prestasi, cenderung membuat karyawan menurunkan targetnya untuk mendapatkan bonus tersebut. Banyak perusahaan menjadi kecewa karena perkembangan perilaku ini sehingga OKR bisa menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.

    Kami menyarankan bahwa OKR sebaiknya diberikan kepada individu agar mereka terus berkembang lewat target-target yang besar dan menantang tanpa takut mendapatkan ganjaran negatif dan positif, sedangkan KPI diberikan kepada departemen atau organisasi sehingga unit organisasi yang lebih besar tetap memiliki akuntabilitas kinerja yang jelas dan mendapatkan ganjaran yang sesuai dengan pertumbuhan organisasi. Penempatan OKR dan KPI seperti ini diharapkan mewadahi dinamika kinerja individu dan unit/organisasi sehingga tercipta keseimbangan yang dinamis dan pro perubahan positif.

     

Pada dasarnya, OKR dan KPI merupakan dua metode yang berbeda, namun saling melengkapi. Penerapan OKR dan KPI dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kematangan organisasi. Terkadang, ada situasi di mana OKR dan KPI lebih efektif jika tidak digunakan secara bersamaan tergantung pada tingkat perkembangan organisasi. Jika organisasi perlu memiliki hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah ada, organisasi dapat fokus menggunakan OKR. Jika organisasi hanya ingin mengukur dan mempertahankan kinerja karyawannya, KPI mungkin menjadi pilihan yang lebih baik. Jika organisasi perlu melakukan transformasi dan tetap fokus mempertahankan kinerja yang sudah ada, gabungan OKR dan KPI akan lebih efektif.

Referensi:
https://bernardmarr.com/what-is-a-leading-and-a-lagging-indicator-and-why-you-need-to-understand-the-difference/
https://kanbanize.com/lean-management/improvement/what-is-continuous-improvement
https://kpi.org/KPI-Basics
https://lazaroibanez.com/productivity-okr-vs-kpi-can-they-work-together-5e9992915a9a
https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2020/10/23/whats-the-difference-between-lagging-and-leading-indicator/
https://www.intrafocus.com/lead-and-lag-indicators/
https://www.okracademy.com/okr-blog/okrs-and-kpis
https://www.perdoo.com/resources/okr-vs-kpi/
https://www.reflektive.com/blog/okrs-and-kpis-what-they-are-and-how-they-work-together/
https://www.tlnt.com/how-kpis-and-okrs-work-together-to-achieve-results/

TIPS MENGADOPSI OKR UNTUK STARTUP

Menurut studi Cambrige Associates (2017), dari 27.000 startup, hampir 60% di antaranya mengalami kegagalan. Laporan lain dari Emborker (2021) menyatakan bahwa 42% startup gagal akibat salah mendefinisikan pasar, sedangkan 29% lainnya gagal akibat kurang mampu mengelola dana. Untuk mengatasi masalah tersebut, startup membutuhkan lebih dari sekadar keberuntungan. Startup yang sukses membutuhkan framework manajemen kinerja yang tepat.

Continue reading

JENIS KEY RESULTS UNTUK OKR

Pencapaian Objectives and Key Results (OKR) sangat dipengaruhi oleh penetapan Key Results yang efektif. Untuk hasil yang maksimal, Key Results (hasil utama) harus relevan dengan Objective (sasaran) dan kondisi organisasi secara umum. Success Factor, yaitu hal-hal yang harus ada atau terjadi untuk mencapai akibat (Objective) yang diinginkan. Key Results yang efektif harus merupakan jawaban atas Success Factor sebuah objectives. Saat menyusun OKR, penting untuk melakukan success factors brainstorming dalam menentukan Key Results yang tepat.

Key Results merupakan pernyataan kuantitatif yang mengukur pencapaian Objective dalam OKR. Ciri khasnya adalah dapat diukur, spesifik, time bound, dan diharapkan relevan dengan sasaran organisasi.  Key Results tidak dapat berdiri sendiri karena mereka sering kali adalah multi perspektif dan harus saling berkaitan untuk mendukung pencapaian Objective. Jika organisasi mencapai Objective namun tidak memenuhi Key Results, kemungkinan besar Key Results tidak berkontribusi terhadap pencapaian objectives.

Untuk mencapai Objective, organisasi dapat menggunakan beberapa jenis Key Results tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi organisasi. Kombinasi antara dua atau tiga jenis Key Results sangat mungkin dilakukan untuk mencapai satu Objective. Berikut lima jenis Key Results yang dapat digunakan saat merumuskan OKR:

1. Baseline

Saat organisasi belum pernah menggunakan Key Results dan memutuskan untuk menggunakannya, inilah yang disebut sebagai Baseline Key Results. Jenis ini cocok digunakan jika organisasi harus bereksperimen sendiri untuk menilai OKR. Misalnya, perusahaan A tidak pernah mendigitalisasi proses bisnisnya. Di tahun 2020, perusahaan A ingin meningkatkan efisiensi proses bisnis dengan mengimplementasi program digital. Contoh Key Results yang dapat digunakan adalah “100% Implementasi program digital di Q1 2020”.

2. Positive metric

Jenis ini mengacu pada situasi: “semakin tinggi nilainya, akan semakin baik”. Misalnya, perusahaan H ingin meningkatkan database pelanggan. Penulisan Key Results yang dapat digunakan, seperti “100 Data pelanggan baru”.

3. Negative metric

Jenis ini merupakan kebalikan dari positive metric. Artinya organisasi menginginkan ukuran yang “semakin sedikit nilainya, akan semakin baik”. Misalnya, untuk Objective menurunkan tingkat kecelakaan kerja, perusahaan E ingin mengukur Key Results dengan kasus yang lebih sedikit di tahun 2020. Penulisan Key Results yang dapat digunakan, seperti “0 Kasus kecelakaan kerja”.

4. Threshold target metric

Jenis ini dapat digunakan ketika pencapaian objectives bisa tercapai dengan ukuran dalam range. Organisasi menggunakan Threshold Key Results jika mengetahui kapabilitas dan kinerja maksimal yang bisa didapatkan. Misalnya, kita ingin mengoptimalkan penggunaan budget antara -5% dan +5%, maka kita bisa menuliskan KR-nya: mengoptimalkan penggunaan budget -/+ 5% per bulan.

5. Milestone

Jenis ini dapat digunakan ketika organisasi ingin mencapai suatu tujuan, namun  tidak dapat diukur, misalnya mengembangkan produk baru. Akibat dari tidak adanya pengukuran yang jelas, milestone hadir untuk menggambarkan tolok ukur sebagai pengukur keberhasilan. Contoh penulisan Milestone Key Results: 1 formula produk baru di akhir Maret 2020.

Menentukan Key Results memang lebih sulit daripada Objectives. Ini bukan tentang cara teknis untuk menuliskan OKR yang sesuai dengan cita-cita perusahaan, tetapi tentang bagaimana perusahaan melihat eksekusi strategi yang paling tepat bagi perusahaannya. Akan lebih sulit lagi ketika perusahaan belum sepenuhnya berkomitmen menjalankan OKR, tetapi memaksa seluruh lininya menjalankan OKR dengan harapan mendapatkan manfaat maksimalnya. Banyak perusahaan yang akhirnya tidak menjalankan OKR, padahal OKR yang ditulis sudah rinci dan detail. Perusahaan perlu lebih dari sekadar konsep, perusahaan perlu memiliki sosok fasilitator OKR yang ideal yang memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya.

Referensi:

https://www.doerhrm.com/kpi-vs-key-results-vs-metrics-the-differences-and-benefits-of-each-approach/#

https://blog.inspiresoftware.com/creating-better-key-results-with-metrics-and-milestones

https://www.profit.co/answers/okrs/how-do-you-define-a-key-result-of-baseline-kpi-in-profit/

Tedja, F. (2021). Objective & Key Result. Jakarta: Samahita Wirotama.