Mendapatkan Pekerja yang Tepat dengan Metode Blind Hiring

Blind Hiring adalah metode seleksi pekerja yang berusaha menanggalkan informasi apapun yang dapat menciptakan kecenderungan subjektivitas dalam proses seleksi tersebut. Beberapa contoh dari informasi-informasi tersebut adalah jenis kelamin, ras, agama, bahkan nama seseorang. Dalam beberapa penerapan yang ekstrim, organisasi menyaring lamaran pekerjaan menjadi informasi-informasi yang sangat singkat dan hanya berkaitan dengan spesifikasi yang dibutuhkan organisasi untuk posisi pekerjaan yang ditawarkan.

Metode Blind Hiring diketahui pertama kali diterapkan di industri musik oleh Boston Symphony Orchestra (BSO) pada tahun 1952. Pada waktu itu, BSO menyadari bahwa komposisi pemain orkestra tidak seimbang secara etnis. BSO kemudian muncul dengan gagasan bahwa mereka akan menyeleksi pemain orkestra hanya dengan hanya mendengarkan permainan musik kandidat, tanpa adanya kontak visual. Alhasil, setelah beberapa tahun komposisi pemain orkestra di dalam BSO lebih seimbang secara etnis.

Dewasa ini, banyak organisasi besar juga menggunakan metode Blind Hiring. HSBC, Deloittee, IBM, dan Virgin Money pastinya menyadari bahwa subjektivitas dalam proses seleksi pekerja sungguh merugikan organisasi tersebut. IBM mengonfirmasi bahwa metode Blind Hiring membuat mereka memiliki pekerja yang lebih seimbang dan merata, dan juga mereka mengakui bahwa mereka harusnya kehilangan banyak pekerja potensial yang sekarang mereka pekerjakan jika tidak menggunakan metode Blind Hiring.

Setelah mengetahui manfaat penting dari Blind Hiring, ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh organisasi agar memiliki proses seleksi pekerja yang lebih objektif, yaitu:

  • Pahami siapa pekerja yang dibutuhkan organisasi

    Sangat penting untuk organisasi memahami siapa pekerja yang dibutuhkan dan dicari. Hal ini akan sangat menentukan atribut apa saja yang akan disaring dalam proses seleksi. Setelah memahami atribut-atribut yang dibutuhkan dalam mencari seorang pekerja, barulah organisasi dapat menyeleksi ulang mana saja atribut yang dapat menimbulkan subjektivitas. Salah satu contoh adalah jenis kelamin. Jika memang posisi pekerjaan yang ditawarkan membutuhkan jenis kelamin tertentu, maka atribut jenis kelamin tidak akan menjadi pemicu subjektivitas.

  • Membuat template data dan spesifikasi

    Organisasi perlu membuat sebuah template yang berisikan data-data dan spesifikasi yang diperlukan untuk menyeleksi pekerja yang akan dipilih untuk sebuah posisi pekerjaan. Pastikan template yang dibuat benar-benar tepat guna, berisi hal-hal yang dibutuhkan, dan kurangi informasi pribadi sebisa mungkin sehingga hasilnya lebih objektif. Kemudian, template ini akan diisi dari resume-resume standar yang masuk ke organisasi tersebut.

  • Tugaskan seseorang untuk mengisi template tersebut

    Tugaskan seseorang untuk mengisi template tersebut. Orang yang dipilih harus orang yang tidak berasal dari tim seleksi atau wawancara. Hal ini harus dilakukan untuk menghindari subjektivitas yang mungkin terjadi dalam proses wawancara selanjutnya. Subjektivitas sangat mungkin terjadi apabila orang yang mengisi template adalah orang yang juga melakukan proses wawancara juga.

Di sisi lain, metode Blind Hiring juga memiliki kelemahan. Kelemahan yang paling dirasakan oleh organisasi adalah proses penyaringan data resume yang sudah pasti menjadi lebih lama. Hal ini terjadi karena informasi yang berada di resume tradisional harus dikonversi ke template terlebih dahulu sebelum melakukan proses seleksi.

Referensi:

https://www.forbes.com/sites/forbeshumanresourcescouncil/2018/04/03/the-benefits-and-shortcomings-of-blind-hiring-in-the-recruitment-process/#54e1700c38a3
https://medium.com/blind-auditions/the-risks-of-blind-hiring-done-bad-112e962b599b
http://www.selectinternational.com/blog/blind-hiring-should-you-use-it-in-your-hiring-process
https://digitalcommons.ilr.cornell.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1108&context=student

Cara untuk Menemukan Kandidat yang Sesuai dengan Budaya Perusahaan

Menemukan kandidat dengan kemampuan yang baik dan sesuai dengan posisi yang dibutuhkan adalah hal yang pasti ingin dicapai dalam setiap proses rekrutmen. Namun selain kemampuan, menemukan kandidat yang cocok dan dapat menyesuaikan diri dengan budaya perusahaan juga merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan.

Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan agar mendapatkan kandidat yang bisa menyesuaikan diri dengan budaya perusahaan:

  • Tentukan apa budaya dalam perusahaan Anda

    Budaya organisasi adalah pola keyakinan, nilai, dan cara penyelesaian masalah perusahaan yang telah dipelajari dan dikembangkan seiring dengan sejarah organisasi, yang dibagikan dan diajarkan kepada seluruh anggota organisasi secara implisit dan informal oleh sekelompok anggota organisasi tertentu (kelompok manajemen organisasi). Kenalkan budaya perusahaan Anda pada kandidat melalui situs web atau persyaratan dalam rekrutmen.

  • Ajukan pertanyaan yang tepat dalam wawancara

    Buatlah daftar pertanyaan wawancara yang dapat menilai kesesuaian kandidat dengan budaya perusahaan. Beberapa pertanyaan yang bisa Anda ajukan diantaranya:

    • Lingkungan kerja seperti apa yang ideal untuk Anda?
    • Ceritakan seperti apa atasan yang ideal menurut Anda.
    • Apakah Anda menyukai bekerja secara individu atau dalam tim?
    • Lingkungan kerja seperti apa yang membuat Anda tidak nyaman?
    • Apa saja hal yang Anda sukai dari pekerjaan Anda sebelumnya? dll.
  • Perhatikan bahasa tubuh, sikap, dan nada bicara Kandidat

    Selain mendengarkan jawabannya, perhatikan juga bahasa tubuh dan sikap kandidat. Bahasa tubuhnya saat bereaksi pada pertanyaan Anda menunjukkan apa yang disukai dan tidak disukainya, terutama ketika Anda membicarakan tentang budaya perusahaan Anda. Memperhatikan bahasa tubuh dan nada bicaranya juga bisa menunjukkan apakah jawaban yang diberikannya adalah jawaban terlatih atau jawaban jujur yang dipikirkannya saat itu juga.

  • Buat proses wawancara lebih nyaman dan kolaboratif

    Proses wawancara tidak harus dilakukan dalam keadaan formal di dalam ruangan atau kantor. Ajak kandidat untuk makan siang atau menikmati kopi sambil mengobrol santai dapat membantu Anda mengenal kandidat lebih dekat. Situasi yang informal memberikan suasana yang lebih santai dan rileks sehingga menjadikan perbincangan lebih terbuka.

  • Hindari diskriminasi

    Manusia memang cenderung untuk tertarik pada orang yang memiliki sifat yang mirip dengan mereka dan hal ini merupakan awal diskriminasi. Cara untuk menghindari diskriminasi adalah dengan menentukan dengan jelas apa budaya perusahaan Anda sehingga Anda tahu kandidat seperti apa yang diinginkan. Selain itu, siapkan daftar pertanyaan sebelum wawancara dan scorecard untuk menilai jawaban kandidat. Melakukan wawancara dalam tim juga merupakan salah satu cara untuk memastikan kandidat dipilih secara objektif.

Bagi perusahaan, kandidat yang sesuai dengan budaya perusahaan akan memberikan hal positif karena ia dapat memberikan performa kerjanya yang terbaik dan lebih mungkin untuk bertahan lama di perusahaan. Bagi kandidat tersebut, budaya perusahaan yang sesuai dengannya akan membantunya merasa nyaman dan betah dalam bekerja sehingga bisa bekerja dengan baik.

Referensi:

http://www.peoplefoundry.com/blog/6-ways-tell-candidate-good-culture-fit

https://www.forbes.com/sites/forbeshumanresourcescouncil/2018/09/28/what-it-means-to-hire-for-culture-fit-and-how-to-do-it-right/#72ab9fd97986

MEMENANGKAN TALENT MELALUI EMPLOYEE VALUE PROPOSITIONS

Maraknya persaingan untuk mendapatkan talent menyebabkan jumlah permintaan melambung melebihi jumlah talent itu sendiri. Sekarang bukan lagi perusahaan yang memilih talent, melainkan talent tersebut yang memilih perusahaan. Untuk memenangkan talent, perusahaan dapat menerapkan Employer Value Proposition (EVP).

Employer Value Propositions (EVP) adalah nilai total yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada karyawannya sebagai ganti dari usaha, waktu, dan hasil kerja yang diberikan karyawan untuk suatu perusahaan. Dalam arti yang lebih sederhana, EVP haruslah menjawab pertanyaan pekerja berikut ini:

  • Mengapa saya harus bekerja untuk perusahaan anda dibanding perusahaan lainnya?
  • Apa yang bisa perusahaan anda tawarkan yang perusahaan lain tidak bisa tawarkan?
  • Apa yang saya dapatkan dari bekerja untuk anda?

Karena itu, EVP yang baik harus dapat membedakan suatu perusahan dari saingannya. EVP haruslah dapat membuat pekerja tidak mudah melupakan dan mencari ganti suatu perusahaan. Pada umumnya, EVP tersusun atas 5 komponen utama yang nilainya harus seimbang satu dengan lainnya, yaitu:

  1. Kompensasi
  2. Benefit
  3. Karir
  4. Lingkungan kerja
  5. Budaya

Berikut 6 langkah untuk menciptakan EVP suatu perusahaan:

  1. Tetapkan ’candidate persona’

    Candidate persona’ adalah ciri, karakteristik, dan keterampilan tertentu yang harus dimiliki oleh pekerja untuk dapat masuk ke dalam suatu perusahaan

 

  1. Tetapkan komponen EVP

    Spesifikasikan tiap komponen EVP sehingga nilai sesuai untuk diberikan kepada talent dengan ‘candidate persona’ yang perusahaan inginkan.

  1. Lakukan penelitian

    Teliti para pencari kerja dan pekerja, terutama yang memiliki performa di atas rata-rata, mengenai nilai yang memotivasi mereka untuk bekerja sebaik-baiknya dalam suatu perusahaan.

  1. Segmentation is the key

    Tetapkan target pasar pekerja secara spesifik, contohnya para lulusan baru atau para profesional muda, dan ciptakan EVP yang sesuai dengan kebutuhan target pasar pekerja tersebut

     

  1. Promosikan EVP kepada calon pekerja dan pekerja

    Cantumkan EVP dalam konten (testimoni pekerja, blog perusahaan, video perusahaan) dan ‘channel’ perusahaan (situs karir, jaringan sosial, kampanye, dan event)

 

  1. Tinjau EVP secara berkala untuk menjaga relevansi

    Buat pertanyaan seputar EVP dan terapkan ‘recruitment and retention metrics’ untuk menganalisa seberapa baik EVP telah memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pekerja

 

Beberapa keuntungan akan didapatkan oleh perusahaan dengan menerapkan EVP antara lain:

  1. Menarik perhatian talent
  2. Karyawan dengan sukarela menjadi “brand ambassador” yang mempromosikan perusahaan
  3. Meningkatkan retensi karyawan terhadap perusahaan
  4. Meningkatkan performa keuangan perusahaan

 

Referensi:

http://www.beteronderwijsnederland.nl/files/War_For_Talent%20McKinsey2001.pdf
https://www.talentlyft.com/en/blog/article/105/employee-value-proposition-evp-magnet-for-attracting-candidates
https://medium.com/hr-blog-resources/define-your-employee-value-proposition-evp-and-use-it-to-attract-candidates-734be0f2fe74

WAWANCARA KERJA YANG OPTIMAL DENGAN METODE STAR

Merupakan sebuah tantangan tersendiri bagi sebuah perusahaan untuk menentukan kompetensi seorang calon pegawai; teknik wawancara pekerjaan yang tepat sangatlah krusial untuk memastikan kandidat tersebut memang layak untuk diterima bekerja di perusahaan Anda. Untuk meminimalisir risiko memilih orang yang salah, perusahaan Anda bisa mencoba menggunakan metode wawancara STAR, yang merupakan kepanjangan dari Situation (Situasi), Task (Tugas atau Pekerjaan), Action (Tindakan), dan Result (Hasil)!

Metode wawancara STAR adalah metode untuk menyusun pertanyaan-pertanyaan yang mendeskripsikan pekerjaan apa saja yang sudah kandidat tersebut lakukan di masa lampau, atau lebih tepatnya bagaimana mereka bereaksi terhadap situasi-situasi tertentu dalam sebuah pekerjaan. Pertanyaan-pertanyaan semacam ini sering dilontarkan karena pengalaman di masa lampau dapat menunjukkan apakah mereka akan cocok di pekerjaan tersebut. Akronim dalam kata STAR itu sendiri adalah poin-poin kunci yang bisa mengoptimalkan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Berikut adalah cara-cara yang dapat Anda gunakan untuk mengaplikasikan metode STAR dalam menyusun sebuah wawancara pekerjaan:

Situation: Perusahaan bisa meminta kandidat untuk mendeskripsikan sebuah situasi di mana mereka mengalami tantangan-tantangan dalam pekerjaan mereka sebelumnya. Selain berasal dari pengalaman pekerjaan sebelumnya, situasi-situasi tersebut juga bisa berasal dari pengalaman pekerjaan sukarela, atau bahkan acara di luar pekerjaan yang masih berhubungan. Semakin detil deskripsi yang diberikan, semakin baik.

Contoh pertanyaan: Ceritakan pengalaman anda ketika diminta memimpin sebuah proyek!

 

Task: Setelah itu, kandidat diminta mendeskripsikan apa yang menjadi pekerjaan dan tanggung jawab mereka dalam situasi tersebut.

Contoh pertanyaan: Apa tugas dan tanggung jawab Anda?

 

Action: Lalu, mintalah kandidat untuk mendeskripsikan bagaimana mereka mengerjakan dan menyelesaikan pekerjaan atau tanggung jawab tersebut. Ini akan membantu perusahaan mencari tahu apa peran individu tersebut dalam pekerjaan atau perusahaan sebelumnya.

Contoh pertanyaan: Apa yang Anda lakukan untuk menyelesaikan tugas tersebut?

 

Result: Kemudian, mereka juga mendeskripsikan hasil apa yang mereka capai dari usaha tersebut. Mereka bisa menjelaskan data-data pencapaian, sehingga perusahaan mengetahui bagaimana perkembangan mereka.

Contoh pertanyaan: Bagaimana hasilnya?

 

Sebagai follow-up dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, setiap jawaban kandidat dapat digali lebih dalam (probing) dengan menggunakan kata tanya “apa” atau “bagaimana” (“Bagaimana situasinya pada saat itu?”) untuk mendorong kandidat menjelaskan dengan lebih detil; “apakah” untuk mendorong sebuah refleksi pribadi atas tindakan yang diambil (“Apakah Anda akan mengambil tindakan berbeda, jika diberi kesempatan?”); dan “mengapa” agar situasi atau tindakan yang mereka sebutkan dapat dideskripsikan dengan lebih mendalam (“Mengapa Anda melakukannya?”). Dengan demikian, jika dimaksimalkan, perusahaan mendapatkan informasi yang utuh karena para kandidat harus mendeskripsikan setiap poinnya dengan detil.

EMPLOYER BRANDING & RECRUITMENT

Employer Branding

Kita semua tahu bahwa sebuah perusahaan yang memiliki citra yang besar akan secara otomatis menarik perhatian talent candidate. Seorang talent candidate tidak akan sembarang memilih tempat kerja, melainkan mencari target perusahaan yang bersedia memberikan kesempatan dan akomodasi untuk mengembangkan talenta tersebut. Karena itulah, bagaimana perusahaan membentuk citranya di masyarakat sebagai tempat kerja (bukan sebagai produsen produk) juga sangat penting untuk diperhatikan. Usaha penyampaian citra perusahaan sebagai tempat/pemberi kerja disebut juga dengan employer branding.

Namun sebaik apapun citra perusahaan sebagai pemberi kerja yang ada di benak masyarakat, citra tersebut bisa hancur apabila experience yang diterima masyarakat tidak sesuai dengan image perusahaan. Dalam konteks pekerjaan, hal ini bisa terjadi ketika seorang kandidat sudah memiliki ekspektasi tinggi terhadap perusahaan yang dilamar, namun pewawancara yang menyambut kandidat tersebut tidak mencerminkan citra perusahaan yang dibayangkan. Contohnya, ketika seorang kandidat melamar di sebuah perusahaan produk kecantikan, namun pewawancara yang menyambutnya berpenampilan porak-poranda, tentu saja citra perusahaan produk kecantikan tersebut sudah berbeda di benak si kandidat. Atau ketika seorang kandidat melamar perusahaan furnitur ternama, namun kondisi kantor tempat wawancaranya tampak berantakan, image perusahaan tentu akan rusak di benak kandidat. Hal ini dapat mengancam kesempatan perusahaan untuk menarik sebanyak mungkin calon karyawan yang memiliki talenta.

The Front Liners

Kesalahan fatal yang membuat perusahaan sering kali gagal menjaring talenta biasanya terletak di garis terdepan, yaitu pewawancara. Sebaik apapun image perusahaan yang beredar di masyarakat, seorang pewawancara yang tidak mampu mencerminkan image tersebut akan memberikan kesan yang berbeda. Karena itu penting bagi manajemen untuk mempertimbangkan the front liners, orang-orang yang berhubungan langsung dengan orang luar perusahaan. Front liners sangat penting perannya karena front liners adalah perwakilan perusahaan dalam bentuk yang nyata dan hidup, sehingga kesan yang ditinggalkan front liners akan lebih real dibanding image perusahaan yang sifatnya abstrak di dalam pikiran dan tidak dirasakan langsung oleh kandidat.

How They Look

Penampilan, kerapihan, personal grooming, dan kesesuaian dresscode merupakan hal paling instan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan kandidat. Normalnya, seseorang akan langsung dapat memberikan penilaian terhadap seseorang yang lain hanya dari melihat penampilan luarnya. Memang penampilan luar pewawancara belum tentu merepresentasikan secara tepat tentang bagian dalam perusahaan ataupun personality dari pewawancara itu sendiri. Namun sayangnya, inilah yang disebut dengan the power of first impression. Tidak ada seorangpun yang bisa terlewat dari first look judgement termasuk manajemen tingkat teratas sekalipun sehingga penampilan tetap harus diperhatikan.

(BACA JUGA: You Are Judged by Your Cover)
What They Say

Selanjutnya, citra perusahaan juga bisa dibentuk dari kata-kata yang disampaikan oleh pewawancara. Kesalahan pemilihan kata juga dapat membuat kandidat tersinggung, sehingga pewawancara perlu memerhatikan penataan bahasanya. Sebaliknya, pewawancara bisa mengemukakan statement yang menekankan nilai dan budaya perusahaan yang positif, seperti; “Kami sangat menjunjung tinggi transparansi dan kejujuran,” atau “Kami mencari kandidat yang kreatif dan berpengetahuan yang luas,” dan lain-lain. Pewawancara sebaiknya menghindari kalimat informal dan tetap mempertahankan profesionalitas dengan memakai bahasa yang baik dan sopan. Hal yang sama juga berlaku apabila wawancara dilakukan dengan bahasa asing. Pewawancara mungkin memiliki agenda tersendiri untuk menggali informasi dan merilekskan kandidat yang tegang, namun ada baiknya pewawancara tetap mengguanakan bahasa yang sopan dan menghindari penggunaan slang atau bahasa gaul dalam bentuk apapun.

What They Do

Ketiga, perilaku pewawancara juga mempengaruhi kesan kandidat. Meskipun statement yang disampaikan pewawancara merupakan statement yang baik tentang perusahaan, namun apabila perilaku dan gerak-gerik pewawancara tidak mencerminkan nilai yang sama, maka kesan pertama kandidat bisa saja negatif. Uniknya, perilaku negatif tidak hanya dapat dibaca pada saat kontak langsung (wawancara) namun bahkan jauh sebelum proses wawancara dimulai. Misalnya, tingkat responsifitas contact person, proses follow up yang cepat/lambat, dan komunikasi tanya jawab sebelum hari H wawancara dimulai mempengaruhi citra pemberi kerja secara keseluruhan. Seorang kandidat yang telah mengirimkan lamaran kerjanya dan tidak kunjung menerima tanggapan akan mulai beralih untuk melamar ke perusahaan lain.

Sementara sewaktu wawancara, perilaku pewawancara yang terlalu menyombongkan perusahaan juga berkesan tidak baik bagi kandidat. Pencetusan statement yang baik memang perlu, namun pewawancara juga harus mengetahui kapan ia harus berhenti mempromosikan perusahaannya. Bila dilakukan secara berlebihan, perusahaan akan terkesan ‘murahan’ dan ‘sangat membutuhkan karyawan’. Sebaliknya, apabila pewawancara menyombongkan perusahaan dengan menganggap remeh kandidat, perusahaan akan terkesan ‘sok’ dan ‘tidak ramah’. Sebaiknya, pewawancara juga harus penempatkan diri dan memiliki antusiasme terhadap kandidat, sehingga kandidat lebih merasa dihargai. Setelah proses wawancarapun, pewawancara harus menjaga interaksinya dengan kandidat tetap komunikatif, meskipun hasilnya mungkin tidak menyenangkan untuk salah satu pihak.