Mempersiapkan Human Capital untuk Mencapai Strategi Bisnis

Perusahaan perlu selalu siap menghadapi situasi dengan memperhatikan kesiapannya secara strategis. Dari sisi Human Capital (HC), kesiapan perusahaan secara strategis diukur dari apakah karyawan memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk mengerjakan proses internal yang penting dalam strategy map. Oleh karena itu, dalam mengukur kesiapan perusahaan dari segi HC pertama-tama perusahaan perlu mengidentifikasi strategic job families, yaitu posisi atau pekerjaan yang dapat memberikan dampak terbesar pada peningkatan proses internal tersebut.

Semua pekerjaan penting bagi perusahaan, namun memang ada beberapa pekerjaan yang memberikan dampak terbesar bagi bisnis. John Bronson, VP HR di Williams-Sonoma, menyatakan bahwa hanya orang-orang yang berada di lima job families dapat menentukan 80% dari prioritas strategis perusahaannya. Di sisi lain, Kimberlee Williams, VP HR di Unicco, mengatakan bahwa hanya terdapat tiga job family yang merupakan kunci strategi perusahaannya: project managers, yang mengawasi operasional secara spesifik; operation directors, yang memperluas operasional dalam akun-akun yang spesifik; serta business development executive, yang membantu perusahaan mendapatkan akun baru. Ketiga job families tersebut hanya mempekerjakan 215 orang, kurang dari 4% total karyawan Unicco. Dengan fokus pada aktivitas pengembangan HC di individu-individu yang penting ini, perusahaan dapat secara luar biasa memanfaatkan investasi HC mereka.

TAHAP MEMPERSIAPKAN HUMAN CAPITAL SECARA STRATEGIS

  1. Mengidentifikasi Strategic Job Families

    Strategic job families dapat diidentifikasi dengan berfokus pada isu-isu strategis proses internal (Molina-Morejon, et al., 2017). Pada umumnya, perusahaan dapat menentukan strategic job families dengan memperhatikan prioritas strategi apa yang hendak dicapai. Misalkan, jika perusahaan hendak mengembangkan produk baru, maka memerlukan prioritas strategi utama, yaitu kerja sama product development. Dalam kasus ini, job family yang berperan strategis adalah manajer joint venture program.

  2. Mendefinisikan Profil Kompetensi

    Setelah mendapatkan strategic job families selanjutnya perusahaan dapat menentukan kebutuhan kompetensi yang diperlukan agar dapat sukses mengimplementasikan strategi tersebut. Departemen HR memiliki berbagai macam metode untuk menentukan profil kompetensi tersebut. Salah satu caranya dalah dengan mewawancarai karyawan terbaik yang berada di posisi tersebut. Selanjutnya, HR dapat menuliskannya dalam profil kompetensi.

    Profil kompetensi memiliki beberapa elemen yaitu:

    • Knowledge, yaitu terdiri dari pengetahuan umum dan spesifik yang diperlukan untuk dapat sukses melakukan suatu pekerjaan tertentu. Knowledge dibutuhkan agar karyawan dapat memahami konteks dan lingkungan pekerjaannya.
    • Skill, yaitu keahlian yang dibutuhkan untuk mendukung pengetahuan dasar.
    • Value/Attitude, yaitu susunan karakteristik atau perilaku yang dapat menghasilkan kinerja yang luar biasa.
  3. Menilai Kesiapan Strategis HC

    Untuk menilai kesiapan strategis HC secara keseluruhan, perusahaan perlu menilai semua strategic job families yang telah diidentifikasi. Perusahaan dapat melaksanakan beberapa pendekatan, seperti self-assessment, 360-degree feedback, dan lain sebagainya. Penilaian ini digunakan sebagai dasar dalam mendiskusikan kebutuhan pengembangan kemampuan karyawan. Karena berbeda dengan penilaian kinerja pada umumnya, menilai kesiapan strategis HC perlu dilakukan secara terpisah dari penilaian kinerja rutin.

  4. Membangun Laporan Kesiapan Strategis HC

    Setelah mendapat gambaran yang sesungguhnya dari keadaan sekarang, perusahaan dapat membandingkan penilaian tersebut dengan harapan yang dibutuhkan. Berikut contoh dokumen kesiapan strategis HC:

  1. Melaksanakan Program Pengembangan HC

    Jika ditemui gap antara kebutuhan strategic job families yang terkualifikasi dengan kenyataannya, perusahaan perlu memberikan pengembangan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan strategisnya. Tanpa strategy map, perusahaan pada umumnya hanya fokus pada pengembangan SDM secara umum, bukan pada posisi-posisi yang strategis. Di sisi lain, jika perusahaan menginvestasikan pengembangan kompetensi pada orang-orang yang tepat, perusahaan akan mendapatkan manfaat yang signifikan dalam pencapaian strategi.

    Human Capital harus selaras dengan strategi jika organisasi ingin mendapatkan nilai (value) dari kompetensi karyawannya. Dengan menggunakan strategy map, perusahaan dapat mengidentifikasi proses utama bisnis yang bersifat strategis (dalam perspektif internal business process) serta menemukan strategic job families yang memberikan diferensiasi strategis kepada organisasi. Setelah melalui tahap menilai kesiapan HC (HC Readinesss), perusahaan dapat menemukan gap yang harus dihilangkan dengan memberikan bentuk pengembangan HC yang tepat.

Referensi:
Kaplan, R. S., & Norton, D. P. (2004). Measuring the Strategic Readiness of Intangible Assets. Harvard Business Review.
https://agis93.wordpress.com/2011/07/05/strategic-job-families-by-robert-s-kaplan-and-david-p-norton/
Molina-Morejon, V., Vaquera-Hernández, J., & Molina-Romeo, V.P. (2017). Strategic Job Families of the Textile Industry. International Review of Management and Business Research, 6(3). 1083-1095

BERUSAHA MENGERTI LEBIH DAHULU, BARU DIMENGERTI

Salah satu karakteristik manusia adalah kecenderungannya untuk memberikan solusi dan nasihat kepada orang lain dengan terburu-buru. Akibatnya, kita gagal untuk benar-benar mengetahui masalah orang tersebut secara mendalam terlebih dahulu. Oleh karena itu, ‘Berusaha mengerti terlebih dahulu, baru dimengerti’ merupakan prinsip kunci hubungan antar pribadi yang efektif.

Komunikasi adalah keterampilan terpenting dalam kehidupan. Akan tetapi, kita menghabiskan sebagian besar waktu kita untuk berkomunikasi dengan menulis dan membaca. Lalu, bagaimana dengan mendengarkan? Sesungguhnya, kemampuan mendengarkan secara empatik itu penting untuk kita memahami dan memengaruhi orang lain.

Hal terpenting dalam mendengarkan secara empatik ialah mendengarkan dengan mata dan hati. Mendengarkan dengan mata dan hati itu tidak sekedar mendengarkan “perkataan” orang lain, namun juga mendengarkan “perilaku” dan “perasaan” mereka. Kita perlu memerhatikan pula intonasi dan bahasa tubuh mereka saat berkomunikasi. Seorang pemimpin yang baik akan berusaha untuk mendengarkan secara empatik sebelum memberi saran atau mengambil keputusan. Ini adalah upaya untuk mendapatkan kepercayaan orang terhadap Anda sehingga pengaruh Anda akan semakin besar terhadap orang lain.

Ada tiga tahap sebelum Anda dimengerti dalam suatu hal yang terdiri sebagai berikut: mendiagnosa sebelum memberi resep serta pengertian dan persepsi Anda. Kemudian, baru Anda bisa dimengerti oleh orang lain.

  1. Mendiagnosa sebelum memberi resep.

    Ingatlah untuk tidak mengambil keputusan untuk bertindak sebelum mengetahui apa yang telah terjadi sesungguhnya. Seperti contoh berikut, terdiri dua tipe sales dalam penjualan. Sales amatir yang hanya menjual produknya, dan sales profesional yang menjual jawaban dan solusi untuk permasalahan pelanggannya. Dari kedua contoh tersebut, sang profesional lah yang paling membantu. Lalu, yang manakah anda? Sang profesional atau amatir?

  1. Pikiran dan persepsi Anda juga dibutuhkan.

    Saat Anda belajar untuk mendengarkan orang lain, Anda akan mendapati perbedaan besar pada persepsi orang lain. Di saat itulah Anda akan menghargai perbedaan saat bekerja sama dalam situasi kesalingtergantungan. Dua persepsi yang berbeda bergantung dari paradigma atau persepsi yang mereka percayai sebagai fakta selama hidup mereka.

  1. Anda akan dimengerti oleh orang lain.

    Anda pada akhirnya dapat menjelaskan ide-ide Anda sendiri dengan jelas dan spesifik. Dengan begini, Anda akan meningkatkan kredibilitas secara signifikan. Begitu pula dengan integritas Anda, menuju ke yang lebih besar dalam presentasi Anda. Orang-orang akan tahu bahwa Anda menyajikan pikiran Anda secara tulus, mereka akan mempertimbangkan semua fakta dan persepsi yang telah diketahui dimana yang akan menguntungkan semua pihak.

 

Referensi:
Covey, S. R. (2015). 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. (R. A. Djanuar, Ed., I. Rosalina, & R. A. Djanuar, Trans.) Jakarta: Dunamis Intra Sarana.

BERPIKIR MENANG–MENANG

Kita telah membahas tiga kebiasaan sebelumnya, yaitu Jadilah Proaktif, Mulai dengan Tujuan Akhir, dan Dahulukan yang Utama. Tiga kebiasaan ini adalah cara mengembangkan pribadi Anda. Di kebiasaan keempat hingga ketujuh adalah bagaimana mengembangkan hubungan Anda dengan orang lain. Diperlukan perubahan pribadi menjadi lebih baik sebelum membangun hubungan dan memengaruhi orang lain dengan hal yang positif.

Kebiasaan sebelumnya membahas tentang kemenangan pribadi, yaitu keberhasilan untuk menguasai diri sendiri, maka di sini kita akan membahas kebiasaan berikutnya, yaitu kemenangan publik. Kemenangan publik adalah keberhasilan individu dalam berhubungan dengan orang lain. Salah satu kebiasaan yang efektif dalam kemenangan publik adalah kemampuannya untuk memiliki pemikiran dan sikap Menang-Menang. Menang-Menang bukanlah suatu teknik, melainkan filosofi total interaksi manusia. Pada umumnya, terdapat enam paradigma interaksi dan Menang-Menang merupakan salah satunya.

Berikut ke enam paradigma interaksi tersebut:

  • Menang-Menang: Saya dan Anda sama-sama mendapat apa yang diinginkan. Ada jalan yang dapat saling menguntungkan
  • Menang-Kalah: Saya mendapat yang saya inginkan, Anda tidak
  • Kalah-Menang: Saya tidak usah mendapat apa yang saya inginkan.
  • Kalah-Kalah: Lebih baik sama-sama tidak mendapat apa yang diinginkan daripada ada yang mendapatkan.
  • Menang: Saya harus selalu mendapat apa yang saya inginkan, situasi Anda tidak relevan.
  • Menang-Menang atau tidak sama sekali: Jika tidak bisa kedua pihak sama-sama mendapat yang diinginkan, lebih baik tidak usah ada kesepakan sama sekali.

 

Di antara keenam paradigma tersebut, hanya Menang-Menang yang merupakan paradigma yang layak dimiliki karena paradigma lainnya hanya akan berujung pada kerugian yang cenderung terjadi dalam jangka waktu panjang ke depannya.

Dengan adanya sikap Menang-Menang, maka kita membuka kesempatan untuk menjalin kerja sama dengan pihak lain, karena semua pihak merasa puas dengan keputusan yang diambil dan merasa berkomitmen terhadap rencana tindakan. Menang-Menang melihat area hidup sebagai kerja sama bukan sebagai area kompetisi. Menang-Menang didasarkan pada paradigma yang menyatakan bahwa jumlah yang tersedia cukup bagi semua orang, bahwa kesuksesan seseorang tidak diraih dengan mengorbankan atau menyingkirkan kesuksesan orang lain.

Berikut cara-cara mudah untuk memiliki sikap Menang-Menang:

  1. Pilih salah satu hubungan tertentu di mana Anda perlu mengembangkan kesepakatan Menang-Menang. Cobalah menempatkan diri Anda pada posisi orang lain dan catatlah secara jelas bagaimana orang lain melihat solusi tersebut.
  1. Pikirkan interaksi yang akan datang, di mana Anda akan berusaha mencapai suatu kesepakatan atau bernegosiasi mengenai satu solusi. Harus berkomitmen untuk mempertahankan keseimbangan antara keberanian dan rasa simpati.
  1. Buatlah daftar hal-hal yang mungkin menghambat Anda untuk menerapkan prinsip menang-menang. Tentukanlah apa yang perlu dilakukan untuk menghilangkan hambatan tersebut.

 

Referensi:
Covey, S. R. (2015). 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. (R. A. Djanuar, Ed., I. Rosalina, & R. A. Djanuar, Trans.) Jakarta: Dunamis Intra Sarana.

DAHULUKAN YANG UTAMA

Setelah menetapkan tujuan akhir, coba pakai beberapa saat untuk mengevaluasi kembali, apakah kebanyakan waktu Anda digunakan untuk mencapai tujuan akhir atau untuk hal-hal lain? Untuk menyelaraskan aktivitas sehari-hari dan tujuan akhir dibutuhkan kebiasaan yang ketiga, yaitu “dahulukan yang utama”.

Kebiasaan “dahulukan yang utama” sendiri dapat disimpulkan dengan kalimat: aturlah dan laksanakan sesuai dengan prioritas. Stephen Covey membagi aktivitas-aktivitas ke dalam empat kuadran matriks manajemen waktu. Masing-masing kuadran ini berbeda dalam faktor penting dan mendesak yang mendefinisikan aktivitas di dalamnya.

  • Kuadran I (Penting-Mendesak)

    Berisi aktivitas-aktivitas yang penting dengan nilai atau dampak yang tinggi. Mereka membutuhkan perhatian segera, dalam kata lain dapat disebut ‘krisis’ atau ‘masalah’.

  • Kuadran II (Penting-Tidak Mendesak)

    Berisi aktivitas-aktivitas yang penting, tetapi tidak mendesak. Biasanya berupa aktivitas perencanaan, pencegahan, dan persiapan jangka panjang.

  • Kuadran III (Tidak Penting-Mendesak)

    Berisi aktivitas-akitivitas yang tidak penting, namun tampak mendesak. Kadang aktivitas kuadran ketiga tersamarkan sebagai kuadran pertama. Hal yang diasumsikan sebagai penting, namun sebenarnya merupakan prioritas dan harapan orang lain saja.

  • Kuadran IV (Tidak Penting-Tidak Mendesak)

    Berisi aktivitas-aktivitas yang merupakan pelarian dan pemborosan waktu.

Kuadran kedua adalah inti pengelolaan diri yang efektif. Kuadran kedua berisi segala sesuatu yang kita tahu perlu kita lakukan, tetapi sering terabaikan dan jarang dikerjakan karena tidak mendesak. Aktivitas kuadran kedua inilah hal utama yang harus didahulukan.

Berkata ‘Tidak!’

Agar bisa berkata ‘ya’ pada prioritas penting di kuadran kedua, Anda harus belajar mengatakan ‘tidak’, terutama pada aktivitas kuadran ketiga dan kuadran keempat. Hal ini tidak mudah karena berkata tidak dengan yakin dan berani hanya mungkin jika Anda sudah berpegang teguh pada prinsip diri Anda.

Menjadi Manajer Diri pada Kuadran Kedua

Proses melatih diri untuk mendahulukan yang utama dapat dilakukan dengan menjalani tata kehidupan selama seminggu sesuai dengan kuadran kedua dan berpusat pada prinsip.

  1. Mengidentifikasi peran

    Tuliskan peran-peran utama Anda.

  1. Memilih sasaran

    Pilih satu atau dua hasil penting yang ingin dicapai dalam setiap peran selama tujuh hari ke depan. Idealnya, terikat dengan tujuan jangka panjang dan sejalan pernyataan misi pribadi.

  1. Penjadwalan

    Tentukan waktu khusus untuk melakukan aktivitas yang membawa Anda semakin dekat dengan sasaran. Biasanya aktivitas ini adalah aktivitas kuadran II.

  1. Penyesuaian harian

    Luangkan beberapa menit tiap paginya untuk meninjau dan menyesuaikan jadwal Anda.

  1. Menjalankannya

    Jadwal yang sudah ditentukan dengan disiplin dan berintegritas.

Referensi: Covey, S. R. (2015). 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. (R. A. Djanuar, Ed., I. Rosalina, & R. A. Djanuar, Trans.) Jakarta: Dunamis Intra Sarana.

MULAI DENGAN TUJUAN AKHIR

Setelah kita mengambil tanggung jawab atas kehidupan kita, adalah sangat penting untuk kita memahami akan menjadi siapa kita di masa depan. “Mulai dengan tujuan akhir” adalah memulai hari dengan membayangkan, menggambarkan, atau memiliki paradigma akhir hidup yang sesuai dengan nilai-nilai Anda. Dengan memiliki tujuan akhir, Anda memastikan apapun yang Anda kerjakan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Anda dan memberi kontribusi yang bermakna terhadap visi hidup Anda setiap harinya.

Kebiasaan ini didasarkan pada prinsip “semua hal diciptakan dua kali”. Yaitu mental atau penciptaan pertama, dan fisik atau penciptaan kedua, dalam semua hal. Dalam kehidupan pribadi, jika kita tidak mengembangkan kesadaran pribadi dan tidak bertanggung jawab terhadap penciptaan pertama, maka kita membiarkan orang lain serta keadaan membentuk sebagian besar hidup kita.

Mengembangkan Tujuan Akhir

Stephen Covey mengemukakan bahwa cara yang paling efektif untuk mulai dengan tujuan akhir adalah dengan mengembangkan “pernyataan misi pribadi”. Hal ini berfokus pada ingin menjadi apakah Anda (karakter), dan apa yang ingin Anda lakukan (kontribusi dan prestasi), serta pada nilai-nilai atau prinsip yang mendasari Anda.

Pernyataan misi pribadi yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang benar menjadi standar yang sama bagi individu. Pernyataan misi pribadi menjadi konstitusi pribadi, dasar untuk membuat keputusan besar sebagai arah hidup, dasar untuk membuat keputusan sehari-hari di tengah situasi dan emosi yang memengaruhi hidup Anda.

Terdapat beberapa cara yang dapat Anda laksakan untuk melatih kebiasaan memulai dengan tujuan akhir:

  1. Bayangkan Akhir Kehidupan

    Luangkan waktu untuk membayangkan perasaan keluarga, teman, atau kolega kerja di saat pemakaman Anda. Lalu, catatlah kesan Anda saat membayangkan kejadian tersebut.

  1. Evaluasi Peran Pribadi

    Luangkan beberapa saat dan tuliskan peran-peran Anda sebagaimana Anda melihatnya sekarang. Apakah Anda puas dengan bayangan cermin dari kehidupan Anda?

  1. Tulis Pernyataan Misi Pribadi

    Tetapkan waktu khusus untuk benar-benar melepaskan diri Anda dari kegiatan sehari-hari dan mulai membuat pernyataan misi pribadi Anda. Mulailah membuat kumpulan catatan, kutipan, dan gagasan yang mungkin Anda gunakan sebagai bahan untuk menulis misi tersebut.

  1. Proyek Tujuan Akhir

    Identifikasi sebuah proyek yang akan Anda hadapi dalam waktu dekat dan terapkan penciptaan mental. Tulis hasil yang Anda inginkan dan langkah-langkah yang akan membawa Anda ke tujuan itu.

 

Referensi:
Covey, S. R. (2015). 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. (R. A. Djanuar, Ed., I. Rosalina, & R. A. Djanuar, Trans.) Jakarta: Dunamis Intra Sarana.

JADILAH PROAKTIF

Mari kita lihat kata “responsibility” yang di dalamnya terdapat kata “response” dan “ability”, yaitu kemampuan memilih respons. Kebiasaan pertama untuk menjadi orang yang efektif adalah dengan menjadi proaktif, yaitu menjadi orang yang bertanggung jawab atas responsnya sendiri.

Proaktif dan Reaktif

Manusia dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu reaktif dan proaktif. Orang yang reaktif digerakkan oleh perasaan, keadaan, kondisi, dan lingkungan mereka. Sebaliknya, orang proaktif digerakkan oleh nilai-nilai yang dipegang. Orang proaktif masih tetap dipengaruhi oleh hal-hal dari luar, entah itu fisik, sosial, atau psikologis. Tetapi, respons mereka, baik sadar maupun tidak sadar, adalah pilihan atau respons yang berdasarkan nilai-nilai yang ia pegang.

Melatih menjadi Proaktif

Salah satu langkah praktis berlatih menjadi proaktif adalah dengan memerhatikan dan mengubah kata-kata yang dipakai dalam pikiran maupun ucapan sehari-hari. Sudah tentu, dalam latihan perlu ditingkatkan penggunaan bahasa yang proaktif untuk menjadi semakin proaktif.

Bahasa Reaktif Bahasa Proaktif
Tidak ada yang dapat saya lakukan Mari lihat alternatif yang ada
Saya memang begini orangnya Saya dapat memilih pendekatan yang berbeda
Dia membuatku marah Saya dapat mengendalikan perasaan saya
Saya terpaksa… Saya memilih…
Seandainya saja… Saya dapat…

Lingkaran Pengaruh

Cara lain yang dapat dilakukan untuk menjadi semakin proaktif adalah dengan melihat di mana kita mencurahkan waktu dan fokus kita. Dalam hidup, semua orang memiliki dua lingkaran, yaitu Lingkaran Kekuatiran dan Lingkaran Pengaruh. Lingkaran Kekuatiran mencakup semua permasalahan yang tidak dapat dipengaruhi, seperti cuaca atau bencana. Sebaliknya, Lingkaran Pengaruh mencakup semua permasalahan yang dapat dipengaruhi, seperti masalah finansial dapat kita tangani dengan menabung dan sebagainya.

Seorang yang proaktif akan mencurahkan lebih banyak waktu dan fokus pada hal-hal yang bisa dipengaruhi dibandingkan yang tidak bisa dipengaruhi.  Orang proaktif memiliki pikiran yang lebih positif dan memiliki inisiatif untuk menyelesaikan segala permasalahan sehingga mereka memiliki lingkaran pengaruh yang lebih besar. Mereka fokus mengerjakan hal-hal yang dapat mereka lakukan.

Orang reaktif berfokus pada kelemahan orang lain, masalah di lingkungan, dan keadaan di mana mereka tidak punya kendali. Orang reaktif hanya mau menyalahkan kondisi dan merasa segala sesuatu itu di luar kehendak mereka sehingga mereka memiliki Lingkaran Pengaruh yang kecil. Selama mereka bekerja di Lingkaran Kuatiran mereka, mereka hanya memberdayakan faktor-faktor eksternal untuk mengendalikan mereka.

 

Referensi:
Covey, S. R. (2015). 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. (R. A. Djanuar, Ed., I. Rosalina, & R. A. Djanuar, Trans.) Jakarta: Dunamis Intra Sarana.

KEPUTUSAN YANG EFEKTIF

Eksekutif yang efektif tidak banyak membuat keputusan yang cepat. Mereka adalah orang – orang yang fokus pada hal – hal yang penting dan mencoba membuat keputusan berdasarkan tingkat pemahaman konseptual tertinggi. Mereka ingin mengetahui segala sesuatu di balik keputusan sehingga keputusan tersebut dapat dibentuk berdasarkan prinsip. Seorang eksekutif yang efektif telah mengetahui bahwa keputusan terumit merupakan kompromi antara yang benar dan yang buruk, dan mereka dapat membedakannya.

Membuat keputusan bukanlah perkara yang mudah. Suatu keputusan perlu memiliki rasionalitas, mempunyai batasan yang jelas antara baik dan buruk, serta dapat direalisasikan. Agar suatu keputusan memiliki elemen – elemen tersebut, eksekutif dan semua orang dalam organisasi perlu memahami bahwa terdapat langkah – langkah tertentu yang dapat mereka ambil untuk membuat keputusan yang efektif.

Berikut adalah beberapa langkah dalam proses pengambilan keputusan yang efektif, yaitu:

  1. Mengklasifikasikan masalah

    Empat kejadian yang merupakan klasifikasi masalah:

    • Masalah yang bersifat generik atau umum sehingga lebih berbentuk sebagai gejala.
    • Masalah yang walaupun sifatnya unik bagi suatu institusi, tetapi sebenarnya bersifat generik.
    • Masalah yang benar – benar unik yang harus dipertimbangkan lebih oleh eksekutif.
    • Masalah yang merupakan manifestasi awal dari masalah yang bersifat generik.
  1. Mendefinisikan masalah

    Mengetahui apa masalah itu sebenarnya dengan memeriksa berulang kali semua fakta serta membuang definisi yang gagal mencakup semua fakta tersebut.

  1. Menspesifikasikan jawaban terhadap masalah

    Mendefinisikan spesifikasi seperti hal – hal apa saja yang harus diselesaikan apabila keputusan sudah diambil beserta risiko atau halangan yang harus ditangani.

  1. Memutuskan apa yang benar dan bukannya apa yang dapat diterima

    Melakukan sebuah kompromi yang benar tanpa memboroskan waktu untuk mempertimbangkan apa saja yang dapat diterima.

  1. Merencanakan tindakan yang harus dilaksanakan terhadap keputusan tersebut

    Memiliki komitmen untuk merealisasikan keputusan dengan menentukan orang yang memiliki kapasitas untuk menyelesaikan keputusan tersebut serta tindakan apa yang harus dikerjakan agar pekerjaan itu dapat selesai.

  1. Menguji keabsahan dan efektivitas keputusan terhadap serangkaian kejadian nyata

    Memberi umpan balik berdasarkan data terhadap pelaksanaan yang gagal.

 

Akan tetapi, perlu diingat bahwa tantangan terbesar dalam membuat keputusan adalah implementasinya. Jika suatu keputusan tidak diwujudkan dalam bentuk kinerja, maka hal tersebut bukanlah sebuah keputusan, melainkan sebuah niat baik. Oleh karena itu, komitmen untuk bertindak sesuai keputusan harus didampingi oleh kapasitas pelaksanaannya.

Referensi:
Drucker, P. F. (2006). Classic Drucker. Boston: Harvard Business School.

ORGANISASI BERBASIS INFORMASI

Diperkirakan bisnis-bisnis besar pada 20 tahun mendatang akan memiliki tingkatan manajemen yang kurang dari setengah tingkat manajemen yang dimiliki perusahaan – perusahaan sekarang. Perkembangan teknologi, peningkatan jumlah knowledge worker, serta pergeseran ekonomi membuat bisnis harus bertransformasi menjadi organisasi yang berbasis informasi.

Organisasi yang berbasis informasi akan mengubah data menjadi informasi sehingga terjadi perubahan yang besar terhadap proses pembuatan keputusan, struktur manajemen, dan cara penyelesaian pekerjaan. Informasi yang canggih dapat mendukung organisasi dalam pengambilan keputusan modal investasi. Ketersediaan informasi membuat analisis investasi modal menjadi diagnosis yang memberikan beberapa asumsi – asumsi alternatif.

Informasi juga membuat organisasi dapat memangkas jumlah tingkat manajemen dan manajerial. Akan tetapi, diperlukan jauh lebih banyak jumlah spesialis, terutama di bidang operasi untuk mengelola data menjadi informasi yang berguna. Pengetahuan yang dulunya hanya dimiliki oleh bagian tingkat manajemen atas, kini telah menjadi hal yang mendasar yang dimiliki oleh para spesialis. Keberadaan sejumlah spesialis ini membuat organisasi memetakan fokus pekerjaan yang berbeda – beda untuk setiap tim spesialis.

Terdapat beberapa persyaratan yang sebaiknya dimiliki oleh organisasi untuk menjadi organisasi berbasis informasi:

  1. Memerlukan tujuan yang jelas, sederhana, dan umum yang diterjemahkan ke dalam tindakan – tindakan tertentu. Akan tetapi, organisasi tersebut tetap memerlukan konsentrasi pada satu atau beberapa tujuan. Fokus manajemen adalah untuk memaksimalkan kapasitas spesialis beserta pengetahuan yang dibutuhkan.
  1. Setiap orang menerima tanggung jawab terhadap informasi. Setiap orang di dalam organisasi wajib untuk terus – menerus memikirkan informasi apa yang mereka perlukan untuk menyelesaikan pekerjaan dan berkontribusi di dalamnya. Selain itu, perlu juga untuk berkoordinasi antar kolega.
  1. Eksekutif dan spesialis profesional telah memikirkan secara mendalam informasi dan data apa yang mereka butuhkan:
    1. Untuk mengetahui apa yang akan mereka lakukan
    2. Untuk memutuskan apa yang harus mereka lakukan
    3. Untuk menilai sebaik apakah pekerjaan mereka

Referensi:
Drucker, P. F. (2006). Classic Drucker. Boston: Harvard Business School.

TERUSLAH BERINOVASI

“If we continue to do what once worked, we will fail” – Peter Drucker

Ford Motor Company yang mendominasi industri mobil selama puluhan tahun dengan produksi massalnya, dikalahkan oleh General Motors. Henry Ford (pendiri FMC) gagal mengenali bahwa konsumennya menginginkan variasi. Pada abad ke-20, perusahaan – perusahaan kereta api yang hebat dan legendaris di AS terancam bangkrut setelah penemuan teknologi transportasi udara yang sekarang kita kenal dengan nama pesawat. Dalam jangka panjang, organisasi mana pun yang meneruskan sesuatu atas dasar keberhasilan di masa lalu pada akhirnya akan gagal, kecuali mereka lebih dulu menciptakan masa depan mereka sendiri dengan berinovasi.

Mengapa inovasi penting untuk dilakukan?

Tingkat ketidakpastian lingkungan yang tinggi mengakibatkan lingkungan rentan terhadap perubahan. Perubahan yang terjadi bisa sangat hebat dan cepat hingga perusahaan tidak lagi dapat beradaptasi, meskipun segala upaya telah dilakukan oleh manajemen. Jika pemikiran inovatif yang revolusioner dari orang lain menangkap ketidaksadaran manajemen perusahaan, maka manajemen perlu membuang apa yang telah membuat perusahaan sukses dan segera mengambil langkah yang benar – benar baru. Apabila perusahaan tidak siap untuk melakukan hal tersebut, maka perusahaan perlu bersiap untuk kalah dalam persaingan di masa depan.

Bagaimana cara mengenali masa depan?

Menurut Bapak Manajemen Modern Peter Drucker, ada 6 hal yang perlu dilakukan agar perusahaan dapat mengenali masa depan dan bersiap untuk menghadapi perubahan:

  1. Lakukan upaya untuk mengetahui apa yang terjadi, bukan hanya di industri terkait, melainkan juga di dunia. Kita tidak hanya perlu mengetahui produk – produk baru di industri yang ditekuni, namun juga mengetahui kecenderungan sekitar yang secara tidak langsung dapat memengaruhi operasional perusahaan baik sekarang maupun di masa yang akan datang.
  2. Bertanya pada diri sendiri tentang apa yang mungkin terjadi berdasarkan perkembangan saat ini dan bagaimana perkembangan yang diharapkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan “Bagaimana jika?“ dan “Apa yang akan kita lakukan jika?” pada bisnis yang kita jalankan.
  3. Memperhatikan perkembangan dengan seksama. Apabila terjadi sesuatu dengan bisnis, manajemen perlu tahu penyebabnya, seperti ketika penjualan perusahaan naik atau pun turun. Hal ini bertujuan agar manajemen tidak menganggap segala sesuatu adalah kebetulan dan akan kembali normal pada waktunya.
  4. Ingat bahwa tidak ada yang abadi. Manajemen perlu mempersiapkan diri secara mental untuk menghadapi perubahan dan mengambil tindakan cepat jika diperlukan, terlepas dari investasi sumber daya yang sudah ditanamkan.
  5. Menetapkan program peninjauan secara periodik terhadap setiap produk, strategi, taktik, dan kebijakan. Manajemen perlu mencari kesempatan untuk berubah secara agresif dan menggunakan perubahan itu untuk memenagkan persaingan dan membuat apa yang dilakukan saat ini menjadi ketinggalan zaman.
  6. Temukan ide – ide baru. Manajemen perlu untuk melakukan perbaikan yang berkelanjutan pada proses maupun produk bisnis dengan tujuan memperoleh keberhasilan yang progresif dari waktu ke waktu.

 

Referensi:
Cohen, W. (2008). A Class with Drucker: Pelajaran Beharga dari Guru Manajemen No. 1 di Dunia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

KOLABORASI DAN PENYUSUNANNYA

“Saling ketergantungan dari organisasi berbeda dengan segala hal yang pernah kita kenal sebelumnya dalam istilah ini,” ungkap Peter Drucker. Drucker percaya bahwa dalam upaya pemenuhan kebutuhan pelanggan, bisnis perlu mengikuti dua aturan, yaitu memainkan kekuatan yang mereka miliki dan berkolaborasi dengan pemain – pemain lain.

Berkolaborasi dengan pemain – pemain lain, bahkan dengan perusahaan yang dianggap sebagai kompetitor, dapat membuat perusahaan memberikan kebutuhan pelanggan yang di luar kemampuan mereka. Salah satu bukti nyata dari manfaat kolaborasi dirasakan oleh Scott Johnson yang membangun Myelin Repair Foundarion dan Rusty Bromley. Kualitas dan komitmen upaya ini serta faktor pengali dan fungsi pemercepat yang muncul dari kolaborasi ini telah meningkatkan kesempatan terciptanya terobosan medis jangka pendek bagi pengobatan penyakit multiple sklerosis. Cara pandang dan perspektif orang lain dapat mendorong perusahaan untuk memecahkan masalah dan bahkan membuat terobosan baru.

Berikut adalah tiga langkah utama dalam menyusun dan membuat kolaborasi menjadi terstruktur:

  1. Mendefinisikan kebutuhan yang tidak terikat dengan praktik bisnis. Pada kenyataannya, target kolaborasi yang paling berpengaruh adalah kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh bisnis – bisnis tradisional.
  1. Bedakan ruang depan dari ruang belakang. ‘Ruang depan’ perusahaan merupakan kekuatan atau aktivitas terpenting perusahaan yang menjadi keunggulan mereka (contoh: ruang depan Garuda adalah customer service). Sedangkan, ‘ruang belakang’ mencakup hampir adalah semua aktivitas atau kebutuhan di luar ruang depan. Perusahaan direkomendasikan untuk mengurangi ruang belakang mereka dengan berkolaborasi dengan perusahaan lain untuk memaksimalkan kekuatan ruang depan mereka.
  1. Tujuan bersama dan hubungan saling percaya lebih penting dalam suatu kolaborasi daripada teknologi, dan penyusunannya harus secara saksama.

Ada dua kunci untuk mempertahankan kolaborasi, yaitu:

  1. Komunikasi yang terstruktur dengan baik.
  2. Pengambilan keputusan yang cepat dan efektif.

Berikut lima karakteristik yang menandakan bahwa kolaborasi berhasil:

  1. Reputasi sebagai tempat bekerja yang mampu menarik karyawan terbaik dan tercerdas.
  2. Infrastruktur yang fleksibel dan mudah beradaptasi dan struktur biaya yang sangat bervariasi.
  3. Solusi politik dan logistik yang bersifat pragmatis yang mengubah lawan potensial menjadi sekutu.
  4. Pengaruh yang berasal dari penentuan standar industri yang mampu membentuk harapan dari konsumen (end user).
  5. Identifikasi dengan komunitas lokal melalui kegiatan branding yang bersifat menyeluruh.

Referensi :
Edersheim, E. H. (2007). The Definitive Drucker. New York: The McGraw-Hill Companies.