MENGAPA OKR TIDAK MENGGANTIKAN PERFORMANCE REVIEW?

OKR merupakan bagian besar dari manajemen kinerja, tetapi tidak menggantikan performance review. Meskipun demikian, beberapa perusahaan masih berusaha menggunakan OKR sekaligus untuk mengevaluasi kinerja. Hal ini dikarenakan performance review dianggap mampu mendorong pencapaian tujuan, sama seperti OKR.

Sebenarnya, performance review kurang efektif untuk mencapai tujuan karena lebih fokus untuk merefleksikan masa lalu daripada masa depan. Dalam periode yang sama pun, performance review tidak dapat meramalkan keberhasilan pencapaian tujuan. Sebaliknya, performance review lebih efektif digunakan untuk menyoroti hal-hal yang perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, performance review lebih cocok digunakan sebagai metrik kesehatan daripada penentu arah dan tujuan perusahaan.

Karakteristik performance review dan OKR berbeda. Dari sisi subjeknya, performance review menilai karyawan secara individual. Di sisi lain, OKR adalah tentang bisnis secara keseluruhan. Oleh karena itu, jika perusahaan bersikeras mendorong penggabungan OKR dan performance review, maka akan ada beberapa isu yang muncul.

  • Performance Review Menjadi Tidak Adil & Tidak Akurat

    Karyawan menginginkan penilaian kinerja yang adil, tetapi seperti apa penilaian kerja yang adil tersebut? Menurut penelitian HBR (2018), performance review yang efektif dilakukan dengan cara membandingkan kinerja karyawan dengan dirinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan membandingkan kinerja karyawan di periode saat ini dan periode yang lalu serta dengan membandingkan kinerja dalam satu periode yang sama.

    Masalahnya, OKR bersifat kolaboratif. Ketika performance review dilakukan berdasarkan OKR, maka akan terjadi perbandingan kinerja antar karyawan sehingga terjadilah penilaian kinerja yang tidak adil. “[OKR] is not a legal document upon which to base a performance review, but should be just one input used to determine how well an individual is doing,” jelas Andy Grove. Artinya, OKR hanya menjadi salah satu masukan untuk memastikan seberapa baik performa individu, bukan keseluruhan.

  • OKR Akan Menjadi Alat Kontrol

    Organisasi yang menggunakan OKR sebagai alat evaluasi biasanya tidak sengaja mengubah gaya manajemennya menjadi lebih “mengontrol”. Bisa jadi, tujuan awal penggunaan OKR sebenarnya adalah untuk membebaskan karyawannya berambisi dan mengerjakan apa yang menjadi passion-nya. Di sisi lain, ketika OKR dan performance review berada di dalam platform yang sama, manajemen menuntut lebih kinerja masing-masing individu.

    Pada saat yang bersamaan, ketika OKR dipersepsikan sebagai performance review, engagement dan kinerja karyawan akan berkurang. Karyawan cenderung memandang rendah kemampuannya untuk mencapai tujuan sehingga menurunkan target yang disasar. Hal tersebut akan menjadi hambatan bagi perusahaan karena kurangnya target-target yang ambisius.

  • Menjadi Fokus pada Output

    OKR seharusnya fokus pada outcome, bukan output. Untuk menjaga keselarasannya, perusahaan dapat mengoordinasi karyawannya untuk mengerjakan pekerjaan atau proyek yang berkontribusi untuk mencapai outcome tersebut. Di sisi lain, jika OKR digunakan sebagai performance review, OKR akan menjadi sangat output-driven.

    Perusahaan cenderung akan berusaha mempermudah penilaian kinerja karena terikat dalam periode tertentu. Performance review akan menjadi sulit ketika outcome digunakan sebagai metrik keberhasilan OKR. Oleh karena itu, perusahaan akan mengubah fokus OKR menjadi output. Spotify mengatakan bahwa OKR di level individu hanya menghambat kemajuan perusahaan. Oleh karena itu, mereka hanya menggunakan OKR di level korporat untuk memvisualisasikan tujuan dan outcome sehingga semua orang dapat bergerak ke arah yang sama.

  • Cenderung Mempertimbangkan Orang sebagai Starting Point

    Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang berfokus pada pencapaian strateginya, bukan pada karyawan yang sudah dimiliki. Pertanyaannya adalah, “Apakah perusahaan dapat mengeksekusi strategi dengan tim yang ada?”, bukan, “Apakah perusahaan memiliki strategi untuk mempermudah kerja karyawan?” Faktanya, tipe pekerjaan akan menyesuaikan sasaran akhir strategi yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, OKR juga dapat digunakan untuk menentukan kriteria rekrutmen.

    Ketika berhasil mengoptimalkan kekuatan anggota tim, perusahaan akan dapat menjalankan taktik untuk jangka waktu pendek. Namun, untuk mempertahankan bisnis secara berkelanjutan, perusahaan membutuhkan strategi yang tepat untuk jangka waktu yang panjang.

BACA JUGA: 4 KESALAHAN IMPLEMENTASI OKR

Berdasarkan penjelasan di atas, data disimpulkan bahwa OKR dan performance review mempunyai tujuan yang berbeda. OKR digunakan untuk mencapai tujuan yang ambisius, sedangkan performance review digunakan untuk menilai kinerja karyawan dalam periode tertentu. Karyawan memang merupakan aset yang dapat mendorong pencapaian sasaran ambisius OKR sehingga OKR dapat menjadi salah satu sumber wawasan kinerja karyawan, tetapi bukan satu-satunya sumber penilaian kinerja.

Referensi:
https://www.perdoo.com/resources/okrs-and-performance-reviews/
https://hbr.org/2018/03/people-dont-want-to-be-compared-with-others-in-performance-reviews-they-want-to-be-compared-with-themselves
https://hrblog.spotify.com/2016/08/15/our-beliefs/

Manajemen Kinerja yang Efektif bagi Perusahaan

Manajemen kinerja adalah salah satu aspek kunci dari manajemen sumber daya manusia (SDM) yang harus dilakukan oleh para pemimpin bisnis, profesional SDM, dan manajer. Sebagai suatu proses, manajemen kinerja mengintegrasikan aspek-aspek yang berkaitan dengan strategi, perencanaan, pengelolaan, hukum, dan SDM. Manajemen kinerja bertujuan untuk mengukur dan memastikan setiap orang atau setiap bagian dalam organisasi, melaksanakan tugas dan pekerjaan yang sudah dicanangkan, dengan efektif dan selaras dengan tujuan Perusahaan.

Manajemen kinerja adalah keseluruhan sistem kerja yang dimulai ketika suatu pekerjaan didefinisikan sesuai kebutuhan. Jika diterapkan dengan benar, manajemen kinerja dapat menciptakan hasil kinerja positif dan bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan perusahaan, antara lain:

  • Peningkatan komunikasi.

    Karyawan dan manajer berkomunikasi lebih teratur untuk membahas tujuan perusahaan dan kemajuan secara keseluruhan.

  • Aturan yang ditetapkan.

    Karyawan dan manajer lebih mudah memahami proses dan ketentuan tentang bagaimana penilaian kinerja dilakukan.

  • Mengurangi stres.

    Karyawan tidak menekankan tentang mengesankan manajer melalui beberapa tugas acak dan manajer tidak khawatir tentang menyinggung karyawan karena tidak melakukan tugasnya.

Kunci dari sistem manajemen kinerja yang sukses adalah untuk mengidentifikasi hard dan soft elemen serta menggabungkan praktik terbaik. Keyakinan utama memiliki program manajemen kinerja yang kuat adalah bahwa hal itu dapat membantu bisnis menjadi lebih sukses dan membantu karyawan bekerja dan berkembang. Ini juga membantu menciptakan organisasi yang berkelanjutan dan membangun branding perusahaan yang kuat.

Berikut 7 elemen manajemen kinerja yang efektif bagi perusahaan:

  1. Performance Target Setting

    Elemen ini berkaitan dengan penetapan tujuan untuk organisasi dan individu. Praktik terbaik pada tahap ini adalah menggunakan mekanisme seperti Balanced Scorecard (konsep manajemen yang menekankan pada pengukuran keuangan dan non keuangan berdasarkan visi dan misi suatu perusahaan) untuk menangkap berbagai perspektif tujuan (mis: keuangan, pelanggan, proses, dan pengembangan & pertumbuhan).

  1. Feedback Berkala

    Elemen ini melihat apakah kita berada di jalur dan dukungan apa yang diperlukan. Umpan balik berkelanjutan memastikan bahwa kita menghindari kejutan di menit-menit terakhir, ekspektasi yang jelas, kebutuhan pengembangan disuarakan dan kesenjangan dalam hal kinerja ditangani pada waktu yang tepat (pembinaan kinerja).

  1. Evaluasi dan Feedback

    Langkah ini berbeda dari feedback berkelanjutan dan pembinaan kinerja, karena terlihat pada bagaimana seorang karyawan telah melakukan harapan atau tujuan yang ditetapkan di awal. Praktik terbaik di sini adalah meminta karyawan untuk mengirim daftar pencapaian besar, melakukan penilaian sendiri, serta lebih fokus pada pencapaian daripada penilaian.

  1. Evaluasi dan Pengembangan Kompetensi

    Elemen ini berupaya memastikan bahwa karyawan memiliki kemampuan dan perilaku
    yang tepat untuk melakukan peran tersebut. Unsur-unsur kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap diperhatikan di sini. Manajemen kinerja akan memasukkan diskusi tentang kompetensi, evaluasi mereka dan rencana pengembangan.

  1. Perencanaan dan Pengembangan Karir

    Elemen ini melihat hubungan aspek pengembangan karir manajemen kinerja. Ketika seseorang memasuki peran dan melakukan secara efektif, dia juga akan mencari untuk meningkatkan karirnya dan juga mencari peluang untuk berkembang.

  1. Output Management

    Elemen ini melihat apa saja hasil kritis yang merupakan bagian dari proses manajemen kinerja dan praktik terbaik di dalamnya adalah memastikan ada perbedaan dalam hal insentif, kenaikan kompensasi, dan pembayaran untuk berkinerja tinggi, sedang, dan rendah.

  1. Culture, Process and systems

    Elemen ini melihat infrastruktur yang disediakan organisasi untuk manajemen kinerja. Ini seperti sistem operasi untuk manajemen kinerja. Organisasi mengakui bahwa budaya kinerja tinggi sangat penting untuk pertumbuhan bisnis.

Referensi:

Krishnan, K. Sandeep. 2013. 7 Elements of Effective Performance Management. Practice Lead – Organization Development, Infosys Ltd
https://www.thebalancecareers.com/performance-management-1918226
https://www.businessnewsdaily.com/4748-performance-management.html

DIMENSI ASSESSMENT CENTER

Assessment center dapat didefinisikan sebagai teknik uji yang dirancang agar kandidat dapat mendemonstrasikan kemampuan yang esensial dalam kesuksesan sebuah pekerjaan dalam situasi tertentu yang distandarisasi (Coleman, 1987). Dalam definisi lain yang lebih sederhana, assessment center adalah prosedur yang komprehensif dan fleksibel untuk menguji kandidat dan untuk mengembangkan karyawan (Thornton & Rupp, 2006). Banyak bentuk assessment center yang umum dipakai perusahaan, contohnya wawancara, tes psikometri, simulasi, presentasi, dan lain-lain. Sifatnya yang fleksibel membuat assessment center dapat disesuaikan dengan jenis pekerjaan apapun, baik yang sifatnya teknis nyata, kemampuan manajerial, bahkan yang sifatnya abstrak seperti menguji cara pikir seseorang. Namun sering kali perusahaan tidak mampu mengidentifikasi kebutuhannya dan sembarang melakukan assessment center. Ada juga kasus dimana perusahaan salah menganalisa hasil assessment center sehingga hasil assessment center yang sebenarnya dapat dioptimalkan manajemen hanya sekedar dipakai untuk proses rekrutmen. Alhasil, sumber daya perusahaan untuk assessment center terbuang sia-sia.

Untuk memahami fungsi assessment center dan mengoptimalkan hasilnya, pertama-tama perusahaan harus mengerti dimensi apa yang dinilai oleh assessment center. Memang sifat assessment center dapat menyesuaikan kebutuhan masing-masing pekerjaan, namun secara general, perusahaan dapat mempertimbangkan teori 6 Dimensi Utama Assessment Center oleh Arthur, et. al. (2003).

  1. Communication

    Dimensi komunikasi menilai sampai sejauh mana seorang individu dapat memahami informasi secara verbal maupun tertulis dan dapat menanggapi pertanyaan dan tantangan yang berhubungan dengannya. Dimensi ini juga mengkaji bagaimana seorang individu dapat menyampaikan informasi secara verbal maupun tertulis, termasuk kemampuan presentasi dan surat menyurat.

  1. Consideration/Awareness of Others

    Dimensi ini menilai sampai sejauh mana tingkah laku seseorang merefleksikan perasaan dan kebutuhannya terhadap orang lain dan juga menilai tingkat kesadaran akan dampak dan implikasi dari keputusan mereka terhadap komponen dalam maupun luar perusahaan. Dimensi ini menilai tingkai kesadaran seorang individu terhadap lingkungan sosialnya, bagaimana ia berkonfrontasi, kemampuan interpersonal, dan objektivitas sosial. Selain itu, kerjasama, kemampuan untuk mengerti orang lain, kemauan untuk berkomunikais dalam kelompok, dan kepekaan juga dikaji dalam dimensi ini. Secara singkat, dimensi ini mengukur kemampuan interaksi sosial individu terhadap lingkungan sekitarnya.

  1. Drive

    Dalam dimensi ini, ukuran sejauh mana individu dapat menciptakan dan memelihara tingkat keaktifannya, menetapkan standar performa pribadi yang tinggi, dan mengungkapkan keinginan mereka untuk naik ke tingkatan pekerjaan yang lebih tinggi. Kandidat diuji tingkat agresifitasnya, komitmen priadi terhadap karir, dan motivasinya untuk pengembangan berkelanjutan. Dalam aspek perilaku, individu juga diuji energi, ketahanan, inisiatif, dan potensinya.

  1. Influencing Others

    Dimensi Influencing Others secara garis besar mengukur kemampuan leadership dan kemampuan persuasi seseorang. Seberapa mampu seorang individu mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu atau mengadopsi sebuah cara pandang tertentu untuk menghasilkan hasil yang diinginkan pemimpin? Apakah dalam proses melakukan kegiatan tersebut, orang lain dapat diyakinkan untuk melakukannya atas motivasinya sendiri dan bukan atas dominasi si pembawa pengaruh tersebut? Dalam dimensi ini, yang dikaji adalah integritas, kemampuan negosiasi, independensi, dan karakter partisipan.

  1. Planning and Organizing

    Dimensi ini mengukur sampai sejauh mana seorang individu dapat mengatur pekerjaan dan sumber daya yang dimilikinya secara sistematis untuk pencapaian tugas yang efisien. Selain itu dari aspek masa depan, dimensi ini juga menilai sejauh mana individu dapat mengantisipasi masa depan dan menyiapkan diri terhadapnya. Dimensi ini mencakup kemampuan administratif, controlling, penjadwalan, pengaturan prioritas, pembentukan rencana taktis, strategic thinking, dan kepekaan terhadap waktu.

  1. Problem Solving

    Dimensi ini mengukur bagaimana individu dapat mengumpulkan informasi, memahami informasi teknis dan profesional yang relevan; menganalisa dan menggunakan informasi dengan efektif; menghasilkan pilihan, ide, dan solusi yang layak; memilih tindakan yang sesuai dengan masalah dan situasi; menggunakan sumber daya dengan cara-cara baru; dan kemampuan menghasilkan dan mendeteksi solusi yang imajinatif. Dimensi ini banyak berbicara mengenai tingkat kreatifitas individu ketika dihadapkan pada masalah dan sumber daya yang terbatas. Karena itu, dalam dimensi ini menilai kemampuan analitis, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan mengartikan informasi, kemauan untuk belajar, kepekaan terhadap detail dan lain-lain.

  1. Stress Tolerance (opsional)

    Dimensi ini bukan dimensi utama yang wajib, namun dalam berbagai penelitian dimensi ini ikut dimasukkan. Dimensi ini mengukur sampai sejauh mana seorang individu dapat menjaga efektifitasnya dalam situasi yang berbeda dan dalam derajat tekanan, oposisi, dan kekecewaan yang beragam. Beberapa jenis pekerjaan sangat memerlukan penilaian dari dimensi ini, namun sebagian lain juga tidak banyak mementingkan sektor ini. Karena itu, dimensi ini dijadikan cadangan dan dapat dipertimbangkan perusahaan sesuai dengan job description yang dibutuhkan. Dimensi ini mengukur kemampuan beradaptasi, fleksibilitas perilaku, stress management, tingkat toleransi untuk keadaan yang tidak menentu, dan sampai sejauh mana individu dapat mempertahankan perilaku baik dalam krisis.

 

Referensi:

Arthur, Jr, W. & Bennett, W. & Edens, P. & Bell, S. (2003). Effectiveness of Training in Organizations: A Meta-Analysis of Design and Evaluation Features. The Journal of applied psychology. 88. 234-45. 10.1037/0021-9010.88.2.234.

Coleman, J. S. (1987). Families and Schools. Educational Researcher, 16(6), 32–38. https://doi.org/10.3102/0013189X016006032

Thornton, G. C. III, & Rupp, D. E. (2006). Assessment centers in human resource management: Strategies for prediction, diagnosis, and development. Lawrence Erlbaum Associates Publishers.