REMOTE TEAM BUILDING

Menurut survei Nulab terhadap 1000 karyawan purnawaktu tahun 2019, ditemukan 94,5% karyawan mengatakan bahwa team building membantu memfasilitasi dialog terbuka atau komunikasi di tempat kerja. Survei Nulab yang sama juga menunjukkan sekitar 75% perusahaan menilai kerja sama dan kolaborasi tim sangat penting untuk membangun perusahaan. Di era pandemi, kegiatan team building tetap harus dilaksanakan, meskipun terhalang jarak. Untungnya, berkat bantuan teknologi, komunikasi dan kerja sama dapat dilakukan secara virtual melalui platform konferensi video, seperti Zoom, Google Meets, Slack, atau aplikasi yang lainnya.

Meskipun dilakukan secara virtual, team building dapat membangun semangat kerja karyawan, meningkatkan komunikasi, memicu kreativitas, memecahkan masalah, dan meningkatkan efisiensi kerja sehingga meningkatkan laju pertumbuhan perusahaan. Meningkatkan produktivitas juga merupakan salah satu manfaat penting yang bisa diperoleh melalui kegiatan team building. Kegiatan ini mendorong karyawan untuk belajar berkolaborasi dalam tim dan memungkinkan karyawan bekerja lebih efisien. Menurut penelitian Gallup, team building secara virtual meningkatkan profitabilitas perusahaan hingga 21%.

Saat menggunakan platform konferensi video, biasanya manajer kesulitan menentukan kegiatan team building virtual yang menarik. Kegiatan ini membutuhkan kreativitas lebih terutama bagi manajer yang belum fasih menggunakan teknologi. Sebenarnya, melalui virtual pun banyak permainan dan kegiatan yang dapat dilakukan. Berikut saran kami untuk kegiatan team building virtual.

Quality time

Saat melakukan pertemuan virtual, jadwalkan pertemuan sesi sharing/obrolan santai. Pertemuan ini ditujukan untuk mengekspresikan diri dan mengenal antar anggota tim melalui percakapan yang mendalam. Setiap anggota dapat saling berbagi pikiran atau isi hatinya, bercanda, dan saling bertukar cerita dalam durasi waktu tertentu.

Makan siang virtual

Berdasarkan studi Dell dan Deloitte tahun 2015, ketiadaan struktur hirarkis (kesetaraan antarkaryawan/anggota tim), makanan, dan konferensi video adalah kunci sukses sesi sosialisasi virtual. Makan siang tim secara virtual dapat menggabungkan ke tiga elemen ini. Manajer tim dapat memutuskan untuk menghilangkan sementara status strukturalnya selama sesi. Ini merupakan salah satu cara untuk menciptakan pengalaman sosial yang positif secara virtual.

Aplikasi game

Bermain game yang membutuhkan kerja sama tim merupakan hal yang menyenangkan. Meskipun bermain game, tim dapat berbicara melalui platform konferensi video.

Pertunjukan virtual

Banyak orang mendapatkan hobi baru dan mempelajari keterampilan baru selama WFH. Ini adalah kesempatan bagi karyawan untuk memamerkan keterampilan atau hobi baru mereka kepada anggota tim lainnya. Kegiatan ini bertujuan agar setiap anggota tim dapat lebih saling mengenal.

Di era pandemi, sebagian besar perusahaan berusaha membatasi kontak sosial yang berlebihan untuk mengurangi penyebaran Covid-19 sehingga team building harus dilakukan secara virtual. Meskipun dilakukan secara virtual, team building dapat mempererat hubungan antar anggota tim. Berdasarkan BIT.AI, 97% karyawan dan eksekutif percaya kurangnya keselarasan dalam tim berdampak pada hasil tugas atau proyek. Dengan menciptakan lingkungan virtual yang menyenangkan dan kolaboratif, tim akan berkembang dan menghasilkan hasil kinerja yang baik sehingga memberikan keuntungan bisnis.

Referensi:

https://teambuilding.com/blog/benefits-of-team-building

https://www.fslgroup.com/10-team-building-activities-to-try-during-quarantine/

https://www.joinassembly.com/blog/team-building-during-pandemic

https://www.saviom.com/blog/benefits-of-virtual-team-building-activities-and-why-its-need-of-the-hour/

https://www.fond.co/blog/team-building-with-remote-employees/

https://justworks.com/blog/virtual-team-bonding-during-covid-19

https://www.teammusic.com/blog/7-benefits-of-corporate-team-building/

https://www.teambonding.com/6-reasons-for-team-building/

https://www.corporatechallenge.com.au/12-benefits-team-building/

https://www.hrmorning.com/articles/team-building-activities/

https://snacknation.com/blog/importance-of-team-building/

https://nulab.com/blog/collaboration/team-bonding-exploring-how-mandatory-and-optional-activities-affect-employees/

TANTANGAN DALAM MEMBENTUK BUDAYA PERUSAHAAN

Budaya adalah kekuatan yang tidak terlihat dalam membentuk kesuksesan perusahaan dan kemungkinan menjadi kunci untuk mempertahankan top management dalam perusahaan Anda. Itulah sebabnya pengembangan budaya adalah salah satu pekerjaan terpenting seorang pemimpin.  Menurut data Collegefeed tahun 2014, hampir 80% generasi milenial mencari budaya yang cocok dengan atasan. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi perusahaan untuk menarik talent yang dapat mengembangkan perusahaan.

 

Perbedaan budaya dapat menjadi faktor yang memberikan keunggulan kompetitif. Oleh karena itu, budaya organisasi menjadi penting karena memberikan peluang bagi organisasi untuk membedakan diri dari organisasi lain dan memanfaatkan sumber daya manusianya sebagai elemen keunggulan yang kompetitif. Selain itu, terdapat tantangan yang menghambat terbentuknya budaya di perusahaan.

 

Berikut beberapa tantangan dalam membentuk budaya perusahaan, yaitu:

  • Kurangnya akses

    Sering kali komunikasi antardepartemen di dalam perusahaan kurang jelas, termasuk departemen SDM. Hal ini menyebabkan komunikasi internal dan kolaborasi antardepartemen menjadi terhambat. Oleh karena itu, perusahaan perlu membangun budaya kolaborasi dan juga mengembangkan cara-caranya agar seluruh anggota perusahaan dapat bersama-sama mencapai tujuan perusahaan

  • Kesenjangan generasi

    Ada hambatan multi-generational yang muncul dengan masuknya tenaga kerja generasi milenial. Oleh karena itu, menjembatani kesenjangan generasi merupakan  tantangan besar bagi banyak perusahaan saat ini karena peningkatan jumlah tenaga kerja generasi milenial menyebabkan demografi yang lebih luas dan beragam secara digital. Pemimpin perusahaan perlu menerima perubahan ini dengan cara mengadakan pembelajaran dan komunikasi digital, sedangkan departemen SDM perlu mengembangkan suatu sistem/ strategi yang dapat menghubungkan generasi milenial dengan lingkungan perusahaan yang ada

  • Perubahan pola kerja tradisional

    Pada era globalisasi saat ini, departemen SDM berhadapan dengan kenyataan bahwa pekerjaan “berjalan terus”. Adanya tenaga kerja generasi milenial saat ini, membuat batas antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi menjadi kabur karena mereka bekerja dengan waktu kerja yang bervariasi demi ingin mencapai kepuasan pada kehidupan kerja dan pribadinya. Departemen SDM perlu merancang sistem/ strategi yang dapat mendukung manajemen dengan tenaga kerja yang beragam ini. Di samping itu, Perusahaan juga perlu mengenali kebutuhan pekerjanya, misalnya fleksibilitas jam kerja atau akses ke pemimpin yang lebih banyak, untuk mencapai lingkungan yang kolaboratif.

  • Pendiri Perusahaan (Founder)

    Penelitian menunjukkan 80% budaya perusahaan ditentukan oleh para pemimpinnya. Perusahaan cenderung mencerminkan segala sesuatu tentang mereka, baik secara kepribadian, kekuatan, dan kelemahannya. Jadi, saat hendak mendefinisikan budaya, pertama-tama yang perlu ditinjau adalah pendiri perusahaannya. Menjadi tantangan tersendiri jika perusahaan menjalankan value budaya mereka, sedangkan pendiri Perusahaan tidak menjalankan atau memberikan contoh serupa kepada bawahannya.

 

Penting diketahui bahwa pekerjaan tidak lagi tentang lamanya jam yang dihabiskan seseorang di tempat kerja. Kualitas pekerjaan yang dihasilkan adalah lebih berharga, terlepas dari waktu mereka di kantor. Pemain yang berkinerja tinggi tentu ingin menjadi bagian dari tim yang menang, bekerja dengan rekan tim yang hebat, serta mendapatkan motivasi dari budaya yang positif di tempat kerja. Budaya yang sehat adalah apa yang membuat orang melakukan kerja terbaik mereka secara efektif dan efisien.

 

Referensi:
https://www.entrepreneur.com/article/242625
https://www.hcamag.com/au/news/general/three-company-culture-challenges-and-how-to-combat-them/141640
http://www.playworks.ph/blog/2668253-organizational-culture-problems/
https://atmanco.com/blog/working-environment/organizational-culture-challenges/

INSPIRASI BUDAYA DARI PERUSAHAAN GOOGLE

Budaya perusahaan kelas dunia telah menjadi bagian penting perusahaan Google selama bertahun-tahun. Bahkan, Google mendapatkan 12 penghargaan dari Comparably pada tahun 2018, termasuk Best Company Culture, Best CEO, dan Best Company Happiness. Google juga merupakan perusahaan peringkat teratas yang konsisten dalam daftar Fortune untuk kategori Best Companies to Work dan terlihat di daftar Best Places to Work Glassdoor setiap tahun.

Lalu, apa yang menjadikan Google sebagai perusahaan yang memiliki budaya terbaik? Berikut beberapa inspirasi budaya di dalam perusahaan Google:

  1. No distraction

    Google menawarkan pusat kebugaran, makanan gratis, potong rambut gratis, mencuci mobil gratis, dry cleaning gratis, dan bahkan perawatan kesehatan di tempat kerja bagi para karyawannya. Ini merupakan gagasan yang luar biasa. Tanpa harus ke luar kantor atau mengambil waktu luang untuk mengurus pekerjaan di rumah, karyawan Google dapat menyelesaikannya dan tetap mengerjakan tugas kantornya. Pesan Google adalah we’ll take care of you while you take care of work.

  1. Built by big data

    Ketika Google membangun kantor, mereka tidak membangun kantor yang biasa. Data kualitatif dan kuantitatif dimasukkan ke dalam seluruh alur kerja. Perusahaan memiliki People Analytics untuk memastikan semuanya beroperasi dengan lancar.

  1. Weekly all-hands meetings on Monday

    Beberapa perusahaan menyajikan bir atau wine untuk menyambut pekerja magang baru hingga CEO dengan tujuan untuk berbagi ide-ide baru. Google sangat menyukai gagasan itu sehingga mereka memindahkan semua pertemuan pada hari Senin pukul 10.30 pagi sebagai cara untuk memotivasi tim selama seminggu ke depan.

  1. Ultimate workplace flexibility

    Baru-baru ini, Google memiliki 20% rule yang terkenal. Ini memungkinkan karyawan Google mengambil satu hari dalam seminggu untuk fokus dengan pekerjaan pribadi. Google memberdayakan karyawannya untuk mempelajari lebih lanjut tentang departemen lain. Banyak karyawan mengatakan lebih mudah di Google daripada perusahaan lain untuk pindah ke proyek atau departemen lain. Sangat besar manfaatnya karena mengurangi kelelahan dan memastikan karyawan terstimulasi secara mental.

  1. Work how you want

    Tidak semua orang bekerja dengan baik di atas meja. Google mengetahui hal ini sehingga mengizinkan karyawan untuk bekerja pada tempat yang mereka sukai. Baik itu di beanbag chair, kafe, atau pun di ayunan.

  1. A warm greeting on day 1

    Laszlo Bock, VP Senior People Operations di Google, mengatakan biasanya seorang manajer akan menyapa anggota baru seperti, “Hi, nice to meet you. You’re on my team, we’re going to be working together.” Sapaan sederhana seperti ini saja dapat meningkatkan produktivitas sebanyak 15% dalam 9 bulan pertama.

  1. Pups welcome

    Google telah menuliskan pada seluruh bagian perusahaan mengenai ramah anjing. Karyawan di Google terdorong untuk membawa anjing mereka ke tempat kerja sebagai cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja.

  1. Benefits after life

    Benefits Google yang luar biasa murah hati tidak berhenti setelah karyawannya meninggal dunia. Saat ada karyawan Google yang meninggal, pasangan mereka menerima setengah dari gaji karyawan tersebut selama 10 tahun dan ditambah $ 1.000 per bulan jika mereka memiliki anak.

  1. Financial support

    Tidak semua orang memiliki pegangan pada keuangan mereka, bahkan mereka yang menghasilkan uang di Google. Itulah sebabnya Google memiliki penasihat dan perencana keuangan di perusahaan, yang memungkinkan para karyawannya mendapatkan bantuan mengenai pajak dan kebutuhan pribadi lainnya.

  1. Google gives back

    Google mendukung penuh karyawannya untuk memberikan amal kepada komunitas di luar perusahaan. Itulah dunia yang dinikmati karyawan Google saat ini.

Referensi:
https://peakon.com/blog/workplace-culture/google-company-culture/
https://www.forbes.com/sites/forbestechcouncil/2018/02/08/13-reasons-google-deserves-its-best-company-culture-award/#79c6e0df3482
https://www.entrepreneur.com/article/317582
https://www.huffpost.com/entry/10-things-to-know-about-googles-awesome-culture_b_59088802e4b03b105b44bbfd

MENUMBUHKAN BUDAYA INTEGRITAS DALAM PERUSAHAAN

Kejujuran adalah contoh optimal integritas di tempat kerja. Kejujuran mendorong komunikasi terbuka antara pengusaha, karyawan, dan rekan kerja. Hal ini mengarah pada hubungan yang efektif dalam suatu organisasi. Agar berhasil, perusahaan perlu menciptakan budaya perilaku yang jujur ​​dan etis di tempat kerja. Vendor, pelanggan, dan masyarakat mengharapkan berbisnis dengan perusahaan yang berupaya membangun hubungan yang jujur ​​dan etis. Integritas adalah kualitas kejujuran dan prinsip moral di dalam diri seseorang yang dilakukan secara konsisten dalam kehidupannya. Menciptakan budaya jujur dan integritas selalu dimulai dan diakhiri dengan interaksi dengan orang lain.

Berikut beberapa tips sederhana dalam membantu menumbuhkan budaya integritas dalam perusahaan, antara lain:

  • Bangun Kepercayaan dan Rasa Hormat

    Kepercayaan dan rasa hormat adalah unsur budaya yang sehat dan positif. Komunikasi yang sopan serta menghargai pemikiran dan ide rekan kerja menunjukkan Anda adalah role model yang baik bagi organisasi.

  • Berkomunikasi Secara Terbuka dan Jujur

    Komunikasi yang terbuka dan jujur ​​adalah cara untuk memastikan bahwa orang tahu persis apa yang terjadi di sekitar mereka, apa yang perlu dievaluasi, dan cara terbaik untuk maju.

  • Ikuti Kebijakan Perusahaan

    Kebijakan dirancang untuk memandu Anda melakukan pekerjaan dengan cara terbaik. Jika Anda memilih untuk tidak mengikutinya atau menggunakan jalan pintas, hal itu dapat menyebabkan salah dalam mengambil keputusan, timbulnya masalah, dan kesalahan buruk yang perlu diperbaiki.

  • Tunjukkan Perilaku yang Bertanggung Jawab

    Menghindari penggunaan peralatan atau sumber daya perusahaan untuk penggunaan pribadi, menyelesaikan tugas sebelum tenggat waktu, dan menunjukkan antusiasme dan komitmen terhadap pekerjaan Anda merupakan bukti Anda memiliki integritas.

  • Bekerja Dengan Rajin

    Ini adalah cara yang sangat kuat untuk menunjukkan integritas karena hal tersebut menunjukkan bahwa Anda bertanggung jawab atas waktu kerja Anda. Melakukan telepon pribadi, browsing, chatting, atau ngemil di meja kerja adalah beberapa kegiatan yang mengalihkan perhatian seseorang dari bekerja secara efisien. Fokus pada tanggung jawab pekerjaan Anda akan menunjukkan kepada rekan, manajer, dan bahkan pelanggan, bahwa Anda memiliki etika kerja yang kuat.

  • Akui dan Belajar dari Kesalahan Anda

    Adalah hal yang umum jika Anda berbuat kesalahan dalam bekerja, tetapi Anda wajib mengakuinya tanpa menyalahkan orang lain. Ini menunjukkan bahwa Anda cukup bertanggung jawab untuk mengakui kesalahan Anda, bersedia untuk memperbaiki, dan belajar dari kesalahan tersebut.

  • Menjadi Role Model

    Ini akan menjadi dasar yang kuat bagi Anda dalam bekerja dan apa yang paling Anda hargai. Dengan menjadi contoh dalam bekerja dengan standar dan harapan yang tinggi, akan mendorong orang lain untuk mengikutinya.

Terkadang, Anda berada di titik di mana Anda diminta untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang Anda yakini. Jika Anda memiliki integritas dan nilai-nilai yang kuat, maka Anda akan dapat menemukan cara untuk tidak melakukannya. Ini adalah keterampilan yang penting untuk dipelajari. Integritas Anda adalah teman Anda yang tepercaya karena nilai tersebut akan menjaga Anda untuk tetap berada di jalan yang benar. Jadikan integritas sebagai tujuan Anda, tidak peduli berapa banyak godaan atau tantangan yang harus dihadapi.

Referensi:
https://www.linkedin.com/pulse/culture-integrity-honesty-workplace-starts-you-aaron-johnson
https://aboutleaders.com/promote-integrity-workplace/#gs.ljcgzc
https://smallbusiness.chron.com/improve-integrity-workplace-10058.html

DAMPAK BUDAYA PERUSAHAAN TERHADAP KINERJA DAN INOVASI PERUSAHAAN

Pernah meragukan pentingnya budaya perusahaan yang baik? Jika kita ingin melihat dampak budaya secara nyata, mungkin sulit, tetapi penelitian menunjukkan bahwa budaya perusahaan mempengaruhi segala aspek mulai dari kebahagiaan karyawan hingga profit bagi perusahaan. Ini membantu menjelaskan mengapa lebih dari 50% perusahaan dalam survei Global Human Capital Trends Deloitte tahun 2016 berusaha mengubah budaya mereka sebagai respons terhadap pergeseran minat pelamar dan meningkatnya persaingan. Budaya kini menjadi alasan pelamar dalam menyeleksi perusahaan yang ingin dilamar. Perusahaan pun memiliki keuntungan tersendiri jika dapat menerapkan budaya yang positif di tempat kerja.

Berikut beberapa dampak budaya perusahaan terhadap kinerja dan inovasi perusahaan:

  • Produktivitas meningkat

    Jika orang merasa diwakili oleh budaya perusahaan Anda, mereka akan dapat membangun hubungan positif dengan tempat kerja Anda. Kepercayaan dan keberpihakan ini adalah kunci bagi karyawan yang engaged dan bahagia. Penelitian dari University of Warwick menunjukkan bahwa karyawan yang bahagia 12% lebih produktif, sedangkan karyawan yang tidak bahagia 10% kurang produktif. Singkatnya, budaya perusahaan sangat penting untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Namun, jangan berharap untuk melihat hasilnya segera. Penerapan budaya perusahaan membutuhkan waktu dan kerja sama antardepartemen untuk menumbuhkan nilai-nilai budaya tersebut.

  • Sasaran bisnis dapat didukung

    Akademisi di Universitas Duke dan Universitas Columbia mewawancarai 1.348 pemimpin Amerika Utara untuk makalah penelitian mereka “Corporate Culture: Evidence from the Field”. Berikut ini beberapa temuan mereka: “Banyak pemimpin percaya bahwa budaya berkontribusi lebih banyak pada nilai perusahaan daripada strateginya.” Alasannya karena meskipun strategi Anda tidak sempurna, budaya yang kuat akan membantu membuat semua orang berbaris mengikuti irama yang sama. Orang-orang akan tetap di jalurnya, berusaha menuju sasaran perusahaan secara keseluruhan.

  • Kinerja bisnis dapat ditingkatkan

    Setelah penelitian bertahun-tahun, John Kotter menemukan bahwa perusahaan yang memberdayakan orang-orang mereka untuk menjalani budaya perusahaan, secara signifikan mengungguli perusahaan yang tidak melakukannya. Jaringan hotel mewah yang terjangkau seperti YOTEL adalah contoh yang bagus dalam praktik ini. YOTEL memiliki budaya perusahaan yang kaya dan meyakini pentingnya menjalankan nilai-nilai perusahaan di tempat kerja setiap hari. Mereka sangat berhati-hati dalam mewujudkan hal ini dan terus tumbuh dengan sukses di seluruh dunia. Secara internal, mereka telah mengembangkan  layanan yang dibuat secara kolaboratif oleh 150 anggota staf. Ini mencakup 31 praktik yang sangat sederhana dan mereka melakukan satu praktik untuk sehari dalam sebulan. Dengan memperkuat 31 praktik ini, staf YOTEL tetap setia pada brand values dan memberikannya kepada tamu hotel mereka. Jaringan hotel yang berkembang menyediakan tingkat layanan yang konsisten dan luar biasa bagi pelanggan mereka secara internasional.

 

Dampak budaya perusahaan jauh melampaui kebahagiaan karyawan. Budaya perusahaan yang baik akan meningkatkan produktivitas, kinerja, dan customer experience. Budaya perusahaan dapat menjadi nilai jual bagi pihak internal maupun eksternal sehingga akan mengembangkan inovasi bagi perusahaan ke depannya.

 

Referensi:

https://www.businessballs.com/organisational-culture/organisational-culture-and-employee-performance/
https://smallbusiness.chron.com/organizational-culture-employee-performance-25216.html
https://iiste.org/Journals/index.php/%20EJBM/article/view/16864

MANFAAT BUDAYA PERUSAHAAN YANG KUAT

Berdasarkan data penelitian oleh Deloitte, 94% eksekutif dan 88% karyawan percaya budaya perusahaan sangat penting untuk kesuksesan bisnis. Survei Deloitte juga menemukan bahwa ada korelasi kuat antara karyawan yang mengaku merasa bahagia dan dihargai di tempat kerja, dengan mereka yang mengatakan perusahaan mereka memiliki budaya yang kuat.

Ada alasan mengapa perusahaan-perusahaan yang dinobatkan sebagai ‘perusahaan yang terbaik’ menjadi sangat sukses. Organisasi-organisasi ini cenderung memiliki budaya perusahaan yang kuat dan positif yang membantu karyawan merasakan dan melakukan yang terbaik di tempat kerja.

Mengapa budaya perusahaan merupakan bagian penting dari bisnis? Berikut beberapa manfaat dari budaya perusahaan yang kuat:

  • Recruitment

    Budaya positif memberi organisasi keunggulan kompetitif. Orang ingin bekerja untuk perusahaan dengan reputasi baik dari karyawan sebelumnya dan saat ini. Perusahaan dengan budaya positif akan menarik calon karyawan yang berbakat dan bersedia menjadikan tempat kerja mereka berikutnya sebagai rumah, bukan sekadar batu loncatan.

  • Loyalitas karyawan

    Budaya positif tidak hanya akan membantu upaya rekrutmen, namun juga akan membantu mempertahankan talenta terbaik. Budaya positif menumbuhkan rasa loyalitas karyawan. Karyawan jauh lebih mungkin untuk tinggal dengan atasan mereka saat ini ketika mereka merasa diperlakukan dengan benar dan menikmati bekerja setiap hari.

  • Kepuasan kerja

    Tidak mengherankan bahwa kepuasan kerja lebih tinggi di perusahaan dengan budaya perusahaan yang positif. Pengusaha yang berinvestasi dalam kesejahteraan karyawan mereka akan dihargai dengan karyawan yang bahagia dan berdedikasi.

  • Kolaborasi

    Karyawan jauh lebih mungkin untuk berkumpul bersama sebagai sebuah tim di perusahaan dengan budaya yang kuat. Budaya positif memfasilitasi interaksi sosial, kerja tim, dan komunikasi terbuka. Kolaborasi ini dapat menghasilkan beberapa hasil yang luar biasa.

  • Performa kerja

    Budaya perusahaan yang kuat telah dikaitkan dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Ini karena karyawan cenderung lebih termotivasi dan berdedikasi untuk atasan yang berinvestasi dalam kesejahteraan dan kebahagiaan mereka.

  • Moral karyawan

    Mempertahankan budaya perusahaan yang positif adalah cara yang dijamin untuk meningkatkan moral karyawan. Karyawan secara alami akan merasa lebih bahagia dan lebih menikmati pekerjaan mereka ketika mereka bekerja di lingkungan yang positif.

  • Kurangnya stres kerja

    Budaya perusahaan yang positif akan membantu mengurangi stres di tempat kerja secara signifikan. Perusahaan dengan budaya perusahaan yang kuat cenderung membantu meningkatkan kesehatan karyawan dan kinerjanya.

Budaya perusahaan tumbuh dari akar yang terbentuk dari praktek sehari-hari, tradisi, kepercayaan, dan program yang ada di lingkungan kerja. Oleh karena itu, membangun perilaku yang positif sangat penting sebagai fondasi terbentuknya budaya yang kuat sehingga membuat perusahaan menjadi lebih maju dan berkembang.

 

Referensi:

https://www.forbes.com/sites/alankohll/2018/08/14/how-to-build-a-positive-company-culture/#745ab36149b5
http://companyculture.com/141-the-benefits-of-a-good-organization-culture/
https://www.15five.com/blog/10-questions-to-create-a-workplace-culture/

PROSES REPHRASE DALAM MEMBANGUN BUDAYA PERUSAHAAN

Tidak ada organisasi yang tidak memiliki budaya. Apakah budaya tersebut positif atau negatif merupakan isu yang berbeda. Pertanyaannya, apakah kita dapat merumuskan satu budaya kerja positif yang pasti berhasil di semua jenis organisasi? Katakanlah Google adalah perusahaan yang memiliki budaya organisasi paling baik di dunia, apakah serta merta dapat kita adopsi seluruhnya di perusahaan kita? Sebagian besar dari Anda mungkin akan menjawab tidak dengan ragu-ragu. Tentu kita semua sepakat bahwa pribadi yang profesional memiliki serangkaian kompetensi yang relatif umum seperti komunikasi yang baik, mampu bekerja sama, dan mampu memimpin diri sendiri. Namun ini adalah masalah definisi, tentu saja bukan definisi menurut kamus, tetapi definisi menurut persepsi dan harapan para stakeholder.

Budaya yang positif adalah budaya yang relevan dengan visi, tantangan bisnis, dan harapan konsumen. Karenanya, budaya yang dikatakan positif di satu perusahaan bisa berbeda di perusahaan lain. Sebagaimana seperti setiap perusahaan memiliki visi yang berbeda, tantangan yang berbeda, karakter konsumen yang berbeda, dan tentu saja definisi sukses yang berbeda.

Tahap REPHRASE adalah tahap kita menetapkan tolok ukur keberhasilan, menerjemahkan budaya yang diinginkan ke dalam pernyataan nilai-nilai inti (core values) dan mengenali citra manajemen. Identifikasi citra manajemen dalam benak para karyawan perlu dilakukan untuk mengukur jarak antara karakter personal para pemimpin dengan budaya yang akan dibangun. Jika jarak yang ditemukan terlalu jauh, maka akan semakin banyak pula tugas-tugas yang harus dilakukan.

Tujuan dari tahap REPHRASE ini antara lain:

  1. Mengidentifikasi perilaku yang ingin dihilangkan
  2. Mengidentifikasi perilaku yang ingin ditumbuhkan
  3. Mendefinisikan nilai-nilai inti perusahaan yang selaras dengan visi perusahaan
  4. Mengidentifikasi keselarasan citra para pemimpin dan manajemen dengan nilai-nilai yang ingin dibangun
  5. Mengidentifikasi komposisi Unbelievers, Agnostic dan Believers

Kelima hal di atas akan menjadi dasar untuk tahap-tahap berikutnya yaitu REACH, RITUALS dan RULES. Jika kelima hal ini gagal kita identifikasi, maka tahapan-tahapan berikutnya akan berjalan tanpa tujuan. Dalam proses mengidentifikasi dan mendefinisikan kelima hal di atas, ada beberapa dimensi yang perlu dipahami terlebih dahulu, yaitu:

  1. Visi dan misi perusahaan
  2. Founder’s/Top Leader’s believe
  3. Business Nature
  4. Organization Aspiration

Khusus untuk visi dan misi, tentu akan lebih mudah jika perusahaan sudah memilikinya, namun tidak sedikit juga perusahaan yang menganggap remeh dan merasa bahwa visi dan misi tidak lebih dari sekedar pernyataan yang tidak penting untuk dirumuskan di awal perusahaan berdiri. Dalam kasus ini, proses rephrase akan menjadi sedikit lebih panjang karena perlu untuk dirumuskan terlebih dahulu.

Visi menjadi penting karena sekalipun hanya berbentuk satu sampai dua kalimat pernyataan, namun ini menjadi kompas bagi setiap organisasi dalam beroperasi; memberikan sebuah tujuan dari keberadaan kita. Sedangkan misi memperjelas bagaimana meraih visi tersebut. Sebelum menggunakan visi dan misi, sebaiknya perlu mengecek kembali bagaimana dan kapan visi dan misi perusahaan dibentuk. Apakah masih relevan? Apakah didasarkan pada pertimbangan dan analisis yang mendalam? Lalu, apakah masih relevan dengan perubahan-perubahan yang terjadi? Jika “tidak” adalah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas, maka sebaiknya perlu melakukan revisi terlebih dahulu.

Pada dimensi budaya Edgar Schein, bagian paling dalam dari gunung es budaya adalah asumsi dasar (basic assumption). Inilah yang mendasari lahirnya rangkaian pernyataan visi, misi, dan gagasan dasar akan nilai-nilai dalam bekerja. Mengapa kita menitikberatkan pada asumsi dasar pendiri atau pemimpin? Karena signifikansi mereka dalam memberikan pengaruh baik secara otoritas maupun waktu. Asumsi dasar ini jarang disadari dan dideskripsikan, namun senantiasa diekspresikan dalam berbagai kesempatan seperti peraturan, kebijakan, fokus, bahkan nilai-nilai yang dirumuskan kemudian.

Sederhananya, asumsi dasar dapat disamakan dengan bagaimana para pemimpin/pendiri perusahaan memandang hidup, antara lain:

  1. Pandangan akan manusia
  2. Pandangan akan bisnis dan karier
  3. Pandangan akan kompetisi
  4. Pandangan akan alam
  5. Pandangan akan uang
  6. Pandangan akan diri sendiri
  7. Pandangan akan kekuasaan

Asumsi dasar ini juga terlepas dari karakter dan kepribadian yang ditunjukkan dalam pekerjaan sehari-hari. Seseorang bisa saja nampak keras dan kaku, tetapi sesungguhnya melakukannya karena ia ingin orang-orang yang dipimpinnya mampu mengeluarkan potensi terbaiknya. Yang perlu kita pahami adalah asumsi dasar ini merupakan hal yang paling melatarbelakangi berkembangnya berbagai tindakan, keputusan, dan kebijakan, seperti : kelonggaran akan peraturan, toleransi akan kesalahan, komposisi budgeting, manajemen risiko, pesan pemasaran, dan lain sebagainya.

MEMBANGUN BUDAYA PERUSAHAAN DENGAN 4R

Istilah yang sering digunakan dalam pengembangan budaya perusahaan adalah transformasi, yang merujuk pada makna perubahan menyeluruh dan fundamental. Seperti pada umumnya, pasti ada pihak yang menyambut perubahan dengan baik, ada juga yang resah, bahkan menolak. Pertama, kita harus mengakui bahwa tidak semua orang akan cocok dengan budaya yang dibangun. Beberapa akan gugur sebelum bergabung, sebagian lagi bisa rontok dalam proses transformasi tersebut. Namun, harus kita pahami bahwa selain sebagai pengikat, budaya sejatinya memiliki sebuah fungsi sebagai filter. Ya, sebagai penyaring! Mereka yang tidak sesuai dengan budaya dan nilai-nilai yang dibangun, akan terpisah dari mereka yang selaras.

Model pengembangan budaya disebut dengan kerangka kerja 4R, yang digunakan dalam membangun budaya perusahaan yang relevan secara sistematis. 4R adalah kepanjangan dari Rephrase, Reach, Rituals dan Rules, berikut penjelasannya:

  • REPHRASE

    Tahap kita menetapkan tolok ukur keberhasilan, menerjemahkan budaya yang diinginkan ke dalam pernyataan nilai-nilai inti (core values), dan mengenali citra manajemen. Identifikasi citra manajemen dalam benak para karyawan perlu dilakukan untuk mengukur jarak antara karakter personal para pemimpin dengan budaya yang akan dibangun. Jika jarak yang ditemukan terlalu jauh, maka akan semakin banyak pula tugas yang harus dilakukan. Rephrase adalah satu-satunya fase yang wajib dilakukan di awal, sebagai permulaan keseluruhan program kerja pengembangan budaya kita. Namun ketiga R selanjutnya dapat kita laksanakan secara paralel sesuai dengan kapasitas dan prioritas masing-masing perusahaan.

  • REACH

    Setelah kita mengidentifikasi core values dan perilakunya, kini tugas berikutnya adalah mengomunikasikannya. Hal ini penting karena kita tahu bahwa sebuah perilaku dapat terbentuk jika kita terus-menerus menyampaikannya. Kami selalu mengatakan bahwa tahap ini kurang lebih sama dengan filosofi pemasaran; dalam pemasaran kita mempersuasi konsumen untuk beralih pada produk kita. Intinya adalah mengubah perilaku orang lain dengan persuasi. Demikian juga, kita mengomunikasikan nilai-nilai inti (core values) dan perilaku yang diinginkan dalam perusahaan. Mengomunikasikan nilai-nilai inti ini tentu membutuhkan strategi yang tepat, media yang relevan, dan komunikator yang efektif. Mengapa 3 hal ini penting dalam mengomunikasikan nilai inti kita? Karena budaya bukan milik satu level atau unit tertentu saja, kita ingin seluruh komponen perusahaan dapat merefleksikan nilai-nilai inti dalam setiap kegiatannya. Karena itu, setiap level dan unit bisa saja membutuhkan pendekatan yang berbeda.

  • RITUALS

    Sebuah budaya tidak bisa dilepaskan dari rangkaian aktivitas yang secara konsisten dilakukan secara berkala. Ini yang disebut dengan ritual. Ritual selain memiliki fungsi untuk mengaktifkan nilai-nilai inti, juga sebagai kegiatan monumental yang menjadi pengingat.

    Ritual juga menjadi penanda bahwa budaya itu ada untuk menunjukkan:

    • apa yang kita anggap penting
    • apa yang kita hargai
    • apa yang kita ingin semua orang miliki

    Aktivitas yang dapat dijadikan ritual contohnya: pelatihan, induksi, perayaan, pertemuan-pertemuan, dan masih banyak lagi. Selanjutnya, bagaimana ritual diterjemahkan menjadi berbagai kegiatan menarik yang akan mengernyitkan dahi para pemimpin bisnis yang masih berpola pikir konservatif.

  • RULES

    Sebuah budaya pasti memiliki norma. Norma berbicara tentang apa yang boleh dan tidak boleh, apa yang pantas dan yang tidak. Sebagaimana sebuah norma, ada yang dituangkan secara tertulis dalam peraturan, namun ada juga yang tidak tertulis. Norma juga menunjukkan standar kepantasan, misalnya pria berumur 30 tahun seharusnya sudah memiliki pekerjaan tetap. Demikian juga dalam konteks budaya perusahaan, apa standar kepantasan yang semestinya diraih seseorang jika sebuah nilai inti benar-benar terwujud dalam aktivitasnya? Outcome dari RULES adalah peraturan, prosedur, target pekerjaan, dan berbagai management tools yang banyaknya lagi-lagi akan disesuaikan dengan kapasitas dan prioritas masing-masing perusahaan.

CARA MENGUKUR BUDAYA ORGANISASI YANG EFEKTIF

Seorang direktur manajemen perubahan sebuah BUMN bertanya apakah pemikiran direktur utamanya benar atau tidak. Dirut tersebut berpendapat bahwa jika budaya perusahaan dalam status yang ideal, maka pendapatan perusahaan akan meningkat 200% – 300% dalam setahun. Budaya perusahaan memang memiliki korelasi dengan peningkatan pendapatan perusahaan, tetapi jangan sampai kita serta merta mereduksi semua proses bisnis yang lain, seperti: inovasi produk dan layanan, kebijakan penetapan harga, strategi pemasaran, dan lain sebagainya. Namun, jika seperti yang telah kita sepakati, bahwa karyawan dengan tingkat engagement yang tinggi akan memberikan kontribusi terbaiknya, maka benarlah jika budaya menjadi faktor pendorong terciptanya kinerja produktif yang mampu melebihi batas normal.

Lalu, bagaimana kita bisa mengatakan bahwa budaya yang kita harapkan sudah terbentuk? Apakah pertumbuhan pendapatan dapat kita klaim sebagai tolok ukurnya? Kami yakin akan terjadi perdebatan sengit antar divisi jika Anda mengatakan bahwa peningkatan atau penurunan pendapatan semata akibat dari budaya kerja. Jawabannya terdapat dalam respons Anda terhadap pertanyaan berikut ini:

  1. Perilaku apa yang akan hilang jika budaya perusahaan sesuai dengan apa yang kita harapkan?
  2. Perilaku apa yang muncul jika budaya perusahaan sesuai dengan apa yang kita harapkan?
  3. Masalah apa yang akan hilang jika perilaku dalam perusahaan selaras dengan budaya yang kita harapkan?

Ya, sesederhana itu… kembali pada titik awal ketika kita mengidentifikasi ada yang salah dengan budaya perusahaan, biasanya kita merujuk pada serangkaian perilaku teramati yang dinilai kontraproduktif. Karena itu, sebelum kita mengaitkannya dengan tolak ukur lainnya, tiga poin di atas adalah indikator yang utama dalam mengenali keberhasilan perubahan budaya. Mengapa tiga hal di atas harus terjadi? Jika kita telusuri lebih lanjut, maka semuanya akan bermuara pada tiga hal, yaitu:

  1. Pencapaian finansial
  2. Pertumbuhan organisasi
  3. Proses bisnis

Kami berharap di sini kita bisa memiliki sistematika berpikir yang benar dalam mengukur keberhasilan perubahan budaya. Namun, apakah mungkin perilaku-perilaku anggota organisasi yang sudah sesuai dengan yang diharapkan, tetapi hasilnya masih berbanding terbalik dengan 3 nilai di ujung satunya? Jawabannya mungkin akan mengecewakan Anda, tetapi kemungkinan itu masih bisa terjadi karena jelas kita tidak dapat mengabaikan faktor eksternal seperti force majeure, kebijakan pemerintah, kondisi ekonomi makro, dan persaingan disruptif. Namun, organisasi dengan budaya yang sehat akan memberikan respons yang tepat terhadap krisis dan kegagalan, jauh lebih baik dibandingkan perusahaan dengan budaya yang buruk.

Budaya juga berkaitan erat dengan engagement karena jika karyawan dengan level engagement yang tinggi akan memberikan kontribusi yang positif, maka ini menjadi penting. Khususnya setelah kita memahami bahwa level aktivitas employee engagement yang tinggi terbentuk karena budaya yang sehat. Dengan pemahaman ini, maka employee engagement juga menjadi tolok ukur keberhasilan perubahan budaya.

Budaya yang sehat memiliki beberapa indikator yaitu:

  1. Keseragaman persepsi akan visi, misi, dan nilai-nilai para anggota organisasi dibandingkan dengan pernyataan resmi yang dirilis manajemen
  2. Intensitas perilaku merusak (toxic behaviour) yang dipersepsikan seluruh anggota organisasi
  3. Kepercayaan anggota organisasi akan pentingnya program pengembangan budaya.

    Pada dasarnya ada 3 tipe aspirasi terhadap program pengembangan budaya, yaitu:

    • Unbelievers Mereka yang sejak awal menilai budaya perusahaan adalah hal yang tidak penting untuk dipikirkan, mengganggu tatanan yang sudah terbentuk, dan cenderung menganggapnya sebagai pengganggu.
    • Agnostic Mereka yang percaya bahwa budaya adalah hal yang baik untuk diperhatikan, tetapi bukan sesuatu yang krusial.
    • Believers Orang-orang yang sangat percaya bahwa program budaya adalah hal yang strategis dan kunci dari kemajuan dan kesejahteraan perusahaan. Mereka akan sangat aktif terlibat dan mempromosikan program-program yang berkaitan dengan budaya.

Secara praktis, program-program kerja untuk mengembangkan budaya memiliki misi yang terkait dengan tiga indikator di atas, yaitu:

  1. Memastikan orang-orang dalam organisasi memiliki pemahaman dan rasa memiliki yang sama akan visi, misi, dan nilai-nilai inti perusahaan
  2. Mengurangi intensitas perilaku merusak (toxic behaviour) yang didahului dengan merumuskan daftar perilaku yang diturunkan dari definisi nilai-nilai utama perusahaan
  3. Memperbanyak komposisi Believers dalam organisasi/ perusahaan.

Ketiga indikator di atas diukur dengan instrumen yang berbeda namun sama-sama dilakukan pada awal dan akhir periode implementasi program.

KEUNTUNGAN TRANSFORMASI BUDAYA PERUSAHAAN YANG SOLID

“What’s in it for me?” Pembahasan budaya perusahaan seolah lebih banyak memberikan keuntungan bagi pemilik atau pemimpin perusahaan. Jangan salah, budaya tidak hanya menguntungkan bagi mereka yang berada di puncak manajemen. Budaya perusahaan yang sehat tidak mendikotomikan manfaat berdasarkan level dalam struktur. Beberapa orang tidak menyukai pekerjaannya karena merasa hari-harinya dipenuhi dengan tugas, kewajiban, dan target yang hanya memberikan keuntungan terhadap pemilik atau orang-orang tertentu saja.

“Ah, kita mau kerja bagus pun juga akan tetap begini-begini saja Pak.” Sebuah pernyataan skeptis seorang manajer dalam sebuah lokakarya awal program di sebuah perusahaan. Apa yang dikatakan manajer ini sejenak menurunkan rasa optimisme terhadap keberhasilan program yang akan kami lakukan. Manajer ini termasuk pada golongan Unbelievers jika bukan Agnostic. Namun, kenyataannya memang pendapatnya relevan dengan situasi yang dihadapi.

Kita sepakat bahwa apa yang menjadi hambatan bagi seseorang untuk berubah atau terlibat dalam sebuah kegerakan adalah kurangnya alasan yang menjadi motivasi. Harus diakui bahwa motivator paling dasar adalah uang, sekalipun bukan yang utama dan bukan pula yang paling powerful. Istilah “begini-begini saja” yang dikemukakan oleh manajer tersebut punya makna yang luas : gaji, jabatan, fasilitas, kesempatan, bahkan status quo yang dipertahankan oleh para pemimpin. Jika situasi ini terjadi berulang, tidak heran jika motivasi karyawan akan berkurang saat diajak untuk terlibat melakukan perubahan.

Namun kita juga perlu mengakui bahwa perusahaan juga memiliki keterbatasan untuk selalu memberikan insentif dalam bentuk uang, jabatan, atau fasilitas, walaupun kami sangat mendorongnya jika itu memungkinkan. Sekalipun begitu, kita seharusnya memandang harapan ini dengan proporsional. Di satu sisi, kita perlu mengakui bahwa insentif dalam bentuk material adalah hal yang penting. Tapi kita juga sepakat bahwa insentif material bukan hal yang fundamental, dampaknya sesaat dan kurang mendasar.

Perubahan yang menetap bahkan revolusioner dilandasi oleh adanya tujuan yang fundamental, antara lain:

  1. Tujuan yang mulia. Tujuan seseorang bekerja berbeda-beda di tiap generasi bergantung pada tantangan jaman. Jika generasi X bekerja untuk bertahan hidup, cenderung mengikuti “jalan normal” untuk meniti karier dan berdamai dengan “garis nasib”, kini para millenials akan merasa resah ketika ia merasa semua kerja kerasnya hanya untuk mewujudkan mimpi orang lain seperti memperkaya pemilik perusahaan. Namun, ketika mereka merasa bahwa “bekerja” berarti terlibat dalam sebuah misi besar yang dapat berdampak luar biasa bagi dunia, mereka akan merasa “lebih berarti”. Tujuan inilah yang menjadi penggerak mereka, rasa berkontribusi dalam sebuah tujuan mulia memberikan bahan bakar bagi mereka untuk terlibat dalam pengembangan budaya dalam perusahaan.
  1. Kesetaraan. Keleluasaan untuk mengungkapkan pendapat dan berkontribusi dengan cara yang mereka percayai meningkatkan rasa tanggung jawab. Pada dasarnya, keterlibatan mereka dalam merumuskan berbagai hal dalam pekerjaan meningkatkan rasa memiliki. Situasi ini memberi kesempatan bagi mereka untuk lebih bertanggung jawab akan pilihannya sendiri.

 

Jadi dapat kita petakan bahwa dalam membawa seseorang atau suatu kelompok untuk mau terlibat aktif dalam sebuah perubahan, diperlukan beberapa pendorong yang berfungsi sebagai motivator.

Faktor Pendorong Level Cara Kerja Metode
Materi – Finansial, karier, kesempatan Kebutuhan sehari-hari/ jasmani
  1. Menciptakan momentum sesaat
  2. Membangun antusiasme
  1. Rekognisi dan apresiasi
  2. Target & mekanisme yang jelas
  3. Nilai yang rasional
Ikatan emosi – Hubungan Kebutuhan emosional
  1. Menjaga momentum
  2. Membangun keterikatan
  1. Kejujuran & keterbukaan
  2. Keterlibatan & empati
Visi dan tujuan Kebutuhan spiritual
  1. Menjaga momentum
  2. Membangun rasa memiliki
  1. Membangun narasi
  2. Merayakan keberhasilan
  3. Kesempatan menyampaikan dan mewujudkan gagasan

Karenanya, kami selalu menyarankan setiap perusahaan untuk terlebih dulu memenuhi kewajibannya dalam hal material. Apakah struktur gaji yang diterapkan perusahaan telah sesuai dengan ketentuan pemerintah. Apakah perusahaan telah memberikan seluruh fasilitas dasar yang diwajibkan? Kenyataannya, pemenuhan kewajiban ini sekalipun berat sesungguhnya adalah wujud teladan yang ditunjukkan perusahaan. Akan menjadi pertanyaan jika manajemen mengomunikasikan sebuah nilai kepatutan dan menuntut ketaatan, namun di saat yang bersamaan perusahaan tidak taat terhadap undang-undang yang diwajibkan. Hal ini akan menurunkan tingkat kepercayaan karyawan terhadap manajemen.

Hal ini penting saya sampaikan karena dalam membangun budaya kita harus memahami minimal dua sudut pandang utama, yaitu sudut pandangan karyawan sekaligus sudut pandang pemimpin strategis perusahaan. Dua sudut pandang ini perlu dipahami agar kita dapat berpikir lebih menyeluruh sehingga pendekatan dan narasi yang dibangun lebih efektif.