Cara Penerapan Data-driven Organization yang Efektif

Data telah mengubah dunia, cara manusia hidup dan bekerja, pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jika dilihat dari sisi organisasi, data telah merevolusi cara organisasi beroperasi, baik secara internal maupun eksternal. Dengan adanya digitalisasi, volume dan jenis data semakin meningkat setiap tahunnya. Adanya big data, machine learning, deep learning, dan Internet of Things (IoT) semakin memudahkan pengumpulan data saat ini.  Terlebih lagi telah banyak metode yang dikembangkan untuk menganalisis data, membuktikan pentingnya eksistensi data bagi manusia. Saat ini, apapun jenis dan ukuran suatu bisnis, hanya organisasi yang memandang data sebagai aset strategislah yang akan bertahan dan berkembang di masa mendatang. Karena itu, penting bagi suatu organisasi untuk bertransformasi menjadi data-driven organization.

Data-driven organization adalah organisasi yang menjadikan data dan analitik sebagai bagian dari bisnis perusahaan itu sendiri, mulai dari strategi, operasional, sistem, proses, dan budaya. Menjadi data-driven organization juga berarti menciptakan pola pikir di mana analitik berdasarkan data dianut oleh semua tingkatan organisasi sebagai dasar dari semua keputusan bisnis.

Permasalahannya adalah dalam praktiknya, bertransformasi menjadi data-driven organization adalah sebuah gagasan yang sangat sulit dicapai oleh perusahaan. Banyak perusahaan yang telah menginvestasikan dananya pada data dan analitik namun belum membuahkan nilai yang signifikan karena disebabkan oleh berbagai macam halangan. Oleh karena itu, perlu adanya strategi yang tepat dalam bertransformasi menjadi data-driven organization.

Strategi transformasi yang efektif terdiri dari lima elemen (langkah) yaitu:

  1. Mengajukan beberapa pertanyaan dasar dengan tujuan membentuk visi strategis
    • Untuk apa data dan analitik akan digunakan?
    • Bagaimana wawasan akan mendorong nilai?
    • Bagaimana nilai diukur?
  1. Membuat ekosistem data internal dan eksternal
    • Membangun arsitektur data sebagai dasar ekosistem data
    • Membangun kemampuan pengumpulan data
    • Mendigitalisasikan operasi untuk mendapatkan lebih banyak data
  1. Memperoleh kemampuan analitik yang diperlukan untuk memperoleh wawasan dari data
  2. Organisasi dapat memilih untuk menambahkan kemampuan in-house atau melakukan outsourcing ke spesialis

  1. Mengubah proses bisnis untuk memasukkan wawasan data ke dalam alur kerja yang sebenarnya.
  2. Mencari personel yang tepat dengan penguasaan tinggi mengenai teknologi dan pengetahuan terkait data

  1. Organisasi perlu membangun kemampuan eksekutif dan manajer tingkat menengah untuk memahami cara menggunakan wawasan terkait data
  2. Eksekutif dan manajer inilah yang akan menggunakan wawasannya mengenai pengambilan keputusan terkait data

 

Berikut beberapa keuntungan dari pengimplementasian data-driven organization:

  1. Menggunakan data untuk meningkatkan pengambilan keputusan
  2. Data dapat digunakan untuk lebih memahami pelanggan, pasar, tren, dan persaingan

  1. Menggunakan data untuk mendorong peningkatan operasional
  2. Data dapat digunakan untuk mengoptimalkan proses bisnis dan operasi sehari-hari serta menghasilkan efisiensi dengan mengotomatisasi sebanyak mungkin.

  1. Memperlakukan data sebagai aset
  2. Data sebagai aset berharga yang meningkatkan nilai keseluruhan perusahaan. Data uang ke aliran pendapatan baru

 

Referensi:

https://www.delaware.pro/en-BE/Solutions/Data-driven-organization

https://www.mckinsey.com/business-functions/digital-mckinsey/our-insights/three-keys-to-building-a-data-driven-strategy

http://www.atkearney.es/nuevas-tecnologias/ideas-perspectivas/article/-/asset_publisher/LCcgOeS4t85g/content/creating-data-driven-digital-organizations

Sistem Manajemen Holacracy yang Revolusioner

Holacracy adalah sebuah sistem manajemen organisasi baru yang diciptakan oleh Brian J. Robertson untuk menjalankan sebuah organisasi atau perusahaan. Dalam holacracy, operasi organisasi tidak bersifat dari atas ke bawah, tetapi kekuasaan dibagikan ke seluruh bagian di organisasi. Individu dan tim memiliki kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri, tetapi masih tetap selaras dengan tujuan organisasi. Holacracy ingin menciptakan organisasi yang berstruktur seperti sebuah kota, bukan seperti birokrasi perusahaan. Dalam sebuah kota, orang-orang berbagi ruang dan sumber daya secara lokal. Mereka memiliki hukum dan badan pemerintahan yang menerapkannya tetapi tidak memiliki atasan yang memerintahnya.

Berikut ini beberapa fitur utama dari holacracy:

  • Berfokus pada tujuan

    Organisasi yang menerapkan holacracy berfokus pada tujuan di setiap tingkatannya, baik itu tingkat organisasi, tim, maupun individu. Semua anggota mendedikasikan semua tenaganya untuk mencapai misi organisasi sehingga membuka potensi penuh organisasi.

  • Responsif

    Setiap individu bertindak sebagai “sensor” bagi organisasi dan bisa langsung memproses peluang dan tantangan yang ditemuinya menjadi sebuah perubahan dalam organisasi. Keputusan yang lebih kecil dan bertahap menggantikan reorganisasi skala besar sehingga organisasi dapat merespon perubahan lingkungan dengan cepat dan mengembangkan business agility.

  • “Aturan main” yang jelas

    Holacracy menggantikan manajemen hierarki dengan aturan yang eksplisit dan ringan yang menetapkan ekspektasi yang jelas dan membuat wewenang pembuatan keputusan yang transparan untuk seluruh organisasi.

  • Peran dan tanggung jawab yang transparan

    Peran dan tanggung jawab menjadi dinamis, transparan, dan berkembang seiring perubahan organisasi. Setiap tim memonitor dan menyesuaikan struktur mereka sendiri yang real-time dan sejalan dengan tujuan organisasi.

Holacracy menggunakan manusia sebagai sensor dalam mengidentifikasi dan merasakan permasalahan atau tantangan dalam lingkungan organisasi. Holacracy menyebut permasalahan tersebut sebagai tension, celah antara kenyataan saat ini dan potensi yang disadari. Setiap tension yang dirasakan adalah pertanda yang menunjukkan bagaimana sebuah organisasi dapat berkembang untuk mencapai tujuannya. Holacracy diharapkan bisa bekerja seperti tubuh manusia yang tidak memiliki sistem komando dari atas ke bawah melainkan sistem yang terdistribusi. Setiap sel, organ, dan sistem organ memiliki kapasitas untuk menerima pesan, memprosesnya, dan menghasilkan keputusan. Mereka juga memiliki fungsi dan otonomi untuk mengatur bagaimana bisa melaksanakan fungsi tersebut.

Beberapa elemen yang ada dalam holacracy adalah:

  • Konstitusi yang menentukan ‘aturan main’ holacracy dan mendistribusikan wewenang
  • Cara baru untuk menyusun struktur organisasi dan menentukan posisi dan wewenang yang dimiliki individu
  • Proses pembuatan keputusan yang unik untuk memperbarui posisi dan wewenang individu dalam organisasi
  • Proses meeting untuk membuat tim tetap sinkron dan menyelesaikan pekerjaan bersama.

Sistem manajemen ini memiliki konstitusi yang merupakan pedoman aturan untuk organisasi yang menerapkan holacracy. Konstitusi ini mengatur tentang role atau peran dalam perusahaan dan tata cara membuat role serta mengisinya, apa saja tanggung jawab dan wewenang sebuah role, bagaimana bentuk struktur organisasi dan penentuan sebuah circle atau lingkaran departemen, bagaimana proses governance—proses dimana kita memberikan kekuasaan atau wewenang dalam organisasi, proses pelaksanaan meeting yang terdiri dari governance meeting, tactical meeting, dan strategy meeting, serta proses operasional organisasi.

Referensi:

Robertson, Brian J. 2015. Holacracy: The Revolutionary Management System that Abolishes Hierarchy. Great Britain: Portofolio Penguin 2015
https://www.holacracy.org/what-is-holacracy

Meraih Kesetiaan Pelanggan dengan Memberikan Nilai Tambah yang Berkesan

Memiliki pelanggan setia adalah impian setiap bisnis. Seorang pelanggan yang setia tidak hanya akan membeli kembali produk dan jasa suatu perusahaan, namun bahkan bersedia untuk membayar produk dan jasa tersebut dengan harga yang lebih mahal, serta bersedia menjadi ‘brand advocates’ suatu perusahaan secara sukarela. Di era digitalisasi saat ini, range produk dan jasa semakin luas, sementara kualitas serta harga produk dan jasa menjadi jauh lebih transparan dan mudah diakses oleh pelanggan. Hasilnya, pelanggan memiliki banyak pilihan sehingga cenderung sering berganti produk dan jasa dari satu merek ke merek lainnya. Hal ini menyebabkan kesetiaan pelanggan semakin sulit untuk diraih oleh perusahaan.

Selain itu, kurangnya pemahaman perusahaan dalam menentukan nilai tambah yang tepat untuk diberikan pada pelanggan juga merupakan salah satu faktor penyebab kesetiaan sulit diraih. Contohnya, banyak perusahaan menginvestasikan dana mereka ke dalam berbagai program bonus dengan tujuan meningkatkan kesetiaan pelanggan. Namun, nyatanya program tersebut cenderung hanya memuaskan para pemburu barang dengan harga murah. Oleh karena itu, nilai tambah yang diberikan perusahaan tidak boleh hanyalah nilai yang biasa-biasa saja, tetapi nilai tambah tersebut haruslah dapat membuat pelanggan terkesan sehingga kesetiaan dapat terbentuk.

Berikut empat langkah yang dapat dilakukan perusahaan untuk meraih kesetiaan pelanggan:

  1. Identifikasi kebutuhan pelanggan

    Selain kualitas produk dan jasa yang baik, di masa ini pelanggan cenderung menginginkan adanya potongan harga secara berkala dalam pembelian produk atau jasa

  1. Ciptakan produk dan jasa yang ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan

    Bentuk program bonus untuk pembelian produk dan jasa tertentu sehingga perusahaan dapat menyediakan potongan harga atau cashback pada pelanggan.

  1. Tambahkan nilai tambah yang dapat memberi kesan pada produk dan jasa tersebut

    Perusahaan perlu mengimplementasikan ‘four bonus dimensions’ untuk menciptakan excitement dan enthusiasm dalam produk dan jasa mereka.  ‘Four bonus dimensions’ haruslah disesuaikan dengan jenis pembeli. Untuk pelanggan setia, nilai tambah tertentu mungkin bekerja dengan sangat baik, namun hal tersebut tidaklah sama dengan pelanggan lainnya.

    Contoh: Selain membentuk program bonus, tambahkan sesuatu yang kreatif seperti mengadakan event eksklusif, produk terbatas, atau kejutan hadiah untuk ulang tahun.

  1. Berinvestasi dalam pembangunan hubungan yang baik dengan pelanggan

    Menjalin hubungan baik dengan pelanggan akan berdampak positif dalam jangka panjang dikarenakan motivasi intrinsik pelanggan dapat terbentuk. Hal ini yang dapat membuat pelanggan secara sukarela menjadi brand advocates suatu perusahaan.

    Contoh: memberikan tanggapan yang cepat, menindaklanjuti keluhan dan kritik negatif pelanggan dengan cara memberikan permintaan maaf beserta dengan ganti ruginya.

 

Referensi:

https://www.bsi-software.com/en/magazine/article/loyalty-40-impress-customers-dont-bind-them.html

https://www.i-scoop.eu/customer-experience/customer-loyalty/

CARA MENYIKAPI DIGITAL DISRUPTION PADA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

Digital disruption adalah perubahan yang terjadi saat teknologi digital dan model bisnis baru masuk dan memengaruhi proporsi nilai dari barang dan jasa yang ada. Digital disruption ini biasanya perusahaan pendatang baru yang menawarkan solusi lebih bagi permasalahan pelanggan sehingga menjadi pengganggu dari perusahaan-perusahaan yang sudah berdiri sebelumnya karena menarik pelanggan mereka.

Beberapa contoh digital disruption antara lain:

  • Munculnya layanan pesan makanan melalui aplikasi online

    Sebelumnya, jika ingin makan di restoran, orang-orang harus datang ke restoran tersebut lalu memesan makanan. Tidak jarang juga mereka harus mengantre. Setelah munculnya aplikasi untuk memesan makanan, cukup dengan ponsel bisa dipilih restoran dan menu yang diinginkan. Akan ada kurir yang datang ke restoran dan membelikan makanan lalu mengantarkannya ke rumah. Pelanggan hanya perlu membayar harga makanan dan ongkos antar kurir tersebut.

  • Munculnya aplikasi belanja online

    Aplikasi belanja online juga menjadi digital disruption bagi gerai-gerai dan toko-toko pakaian. Sebelumnya pelanggan harus datang ke toko dan memilih sendiri pakaian dan model yang diinginkan. Kini dengan ponsel pelanggan tinggal memilih pakaian yang diinginkan melalui katalog di aplikasi dan membayar harga pakaian dan biaya pengirimannya. Pembayaran pun bisa dilakukan melalui e-payment, e-wallet, atau bentuk pembayaran daring lainnya tanpa harus datang langsung ke toko.

 

Dari contoh di atas, bisa dilihat bahwa munculnya digital disruption menjadi tantangan dari manajemen supply chain. Digital disruption dapat berdampak baik bagi manajemen supply chain jika disikapi dengan positif.

Berikut beberapa sikap yang sebaiknya dimiliki oleh pelaku manajemen supply chain dalam memandang digital disruption:

  • Mengakui kenyataan adanya digital disruption dan mampu meresponnya secara cerdas
  • Mulai menyosialisasikan tentang digital dalam lingkup pekerjaan. Semua karyawan harus minimal tidak gagap teknologi terutama masalah internet dan platform digital
  • Lebih fokus menemukan solusi-solusi yang dibutuhkan pelanggan
  • Harus disadari terjadi pergeseran jenis bisnis dari bisnis yang menguntungkan ke daerah sunset industri. Ancaman terbesar kelangsungan bisnis saat ini adalah munculnya teknologi dan model bisnis baru
  • Terus mencari inovasi untuk mencegah diganggu pesaing
  • Fokus pada solusi yang ditawarkan karena dengan fokus akan membuat nilai baru yang ditawarkan ke pelanggan lama
  • Mulai berani mencari pelanggan baru yang sudah mulai mengikuti tren digital disruption sehingga selain melayani diharapkan ada transfer pengetahuan teknologi digital
  • Mau terus berevolusi dan beradaptasi mengikuti perkembangan teknologi digital.

 

Berikut adalah langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menyikapi digital disruption:

  1. Petakan keadaan sekarang, aliran produk, informasi, dan uang
  2. Review peta aliran saat ini, dimana letak gangguan dan apa yang bisa ditingkatkan
  3. Ukur KPI semua pihak apakah sudah maksimal atau perlu ditingkatkan
  4. Perpanjang horizon bisnis
  5. Lakukan benchmarking  dengan supply chain tereputasi saat ini
  6. Lakukan komunikasi intensif dan terjadwal dengan pelanggan untuk review teknologi bersama saat ini
  7. Lakukan hal yang sama pada langkah keenam untuk para pemasok.

 

Referensi:

https://www.itbusinessedge.com/articles/the-digital-disruption-revolution.html

Prihatmanto, Bambang Haryo. 2018. Supply Chain: Manajemen, Ilmu Pengetahuan, dan Strategi Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

INNOVATION DIAMOND DAN STRATEGI UNTUK KEBERHASILAN INOVASI

Akhir-akhir ini banyak tumbuh bisnis dengan inovasi baru di Indonesia. Inovasi-inovasi ini berdampak signifikan pada pertumbuhan penjualan. Namun penciptaan inovasi di Indonesia bukan tanpa hambatan. Sebanyak 27,4% inovasi di Indonesia gagal sebelum mencapai tahap peluncuran. PPM Manajemen berhasil mengidentifikasi penyebab kegagalan inovasi bisnis di Indonesia, antara lain:

  • Kurangnya SDM yang kompeten di bidang inovasi
  • Pasar yang sudah didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar
  • Kurangnya informasi tentang perkembangan teknologi dan perkembangan zaman
  • Biaya pelaksanaan inovasi yang terlalu tinggi

Untuk meningkatkan keberhasilan inovasi, dapat menggunakan innovation diamond oleh Product Development Institute, Inc. yang mencakup 4 syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

  1. Adanya strategi inovasi yang berfokus pada area yang tepat

    Menempatkan strategi inovasi produk dan teknologi di area yang tepat dengan didorong oleh para pimpinan dan visi strategis dari perusahaan. Strategi ini akan memandu arah inovasi dan membantu mengarahkan alokasi sumber daya dan pemilihan proyek.

  1. Menyediakan sumber daya untuk investasi pada portofolio proyek inovasi yang optimal

    Sediakan sumber daya yang cukup untuk melaksanakan proyek baru secara efektif yang akan meningkatkan sistem manajemen portofolio yang efektif. Sistem manajemen portofolio ini akan membantu para pimpinan memfokuskan sumber daya pada area strategis yang tepat dan pada proyek yang bernilai tinggi.

  1. Menciptakan sistem manajemen proyek inovasi dari pengembangan ide sampai peluncuran

    Sistem atau proses yang mendorong proyek produk baru dari pengembangan ide sampai peluncuran. Sistem ini menekankan pada kualitas eksekusi, tugas utama, masukan dari pelanggan, dan pembuatan keputusan yang tepat.

  1. Menciptakan iklim, budaya, dan struktur organisasi serta sistem yang mendukung jalannya inovasi.

    Manajer senior membuat iklim dan budaya yang positif untuk inovasi dan entrepreneurship, mendorong tim lintas fungsi yang efektif, dan terlibat sendiri dalam proses pengambilan keputusan.

Memilih strategi inovasi yang tepat bisa mewujudkan inovasi yang berhasil, antara lain:

  • Prospector : menjadi yang paling depan di bidang inovasi
  • Analyzer : menjadi pengikut yang cepat
  • Defender : mempertahankan posisi aman dengan menawarkan kualitas dan layanan  unggul serta harga rendah
  • Reactor : bereaksi jika memang sudah merasa ada bahaya

Dengan memenuhi keempat syarat dari innovation diamond dan pemilihan strategi yang tepat, keberhasilan dalam inovasi akan bisa dicapai. Keberhasilan inovasi ini akan mempersiapkan perusahaan Indonesia dalam menghadapi era VUCA (Volatile, Uncertain, Complex, Ambiguous) dan perkembangan bisnis di Indonesia yang semakin pesat.

 

Referensi:

Saputro Triono. 2018. Mengatasi Hambatan Inovasi Bisnis di Indonesia. Manajemen Agustus 2018.

Cooper, Robert G. and Scott J. Edgett. (2009). Excerpt from Successful Product Innovation: A Collection of Our Best.

CIA MODEL UNTUK MEMBANGUN INOVASI BERKELANJUTAN DALAM PERUSAHAAN

Kemampuan berinovasi secara berkelanjutan tidaklah lahir dengan sendirinya, perusahaan harus membangun sistem inovasi yang holistik dan terpadu. Untuk membangunnya dapat digunakan Corporate Innovation Advancement Model (CIA Model) yang dikenalkan oleh PPM Manajemen, yaitu suatu model yang bertujuan untuk menilai sejauh mana perusahaaan membangun sistem yang terintegrasi sehingga inovasi dapat dikelola untuk menghasilkan keunggulan yang berkelanjutan. Dalam CIA Model kemajuan inovasi perusahaan dibagi ke dalam 4 level, yaitu:

  1. Ad-Hoc innovation. Inovasi bersifat sporadis dan tidak bisa ditebak kapan, di mana, dan pada layanan apa inovasi akan muncul.
  2. Well-planned innovation. Inovasi masih muncul secara sporadis tapi ditangkap oleh perusahaan lalu melakukan perencanaan untuk mengimplementasikannya.
  3. Organized innovation. Inovasi sebagai salah satu pilar pertumbuhan. Perusahaan membentuk unit yang melaksanakan koordinasi inovasi di seluruh perusahaan.
  4. Integrated innovation. Memandang inovasi memiliki fungsi strategis jangka panjang. Perusahaan memiliki cetak biru inovasi jangka panjang, kebijakan yang mendukung, serta sistem informasi yang menjadi enabler pengelolaan inovasi.

 

CIA Model memiliki dua komponen, yaitu:

  • Strategic drivers: komponen dalam organisasi yang mendorong terjadinya inovasi berkelanjutan. Terdapat tiga komponen utama, yaitu:
    1. Fondasi inovasi: landasan organisasi untuk melahirkan sistem inovasi yang kuat. Fondasi sistem inovasi mencakup:
      • Orang: jumlah dan kompetensi yang dimiliki orang dalam perusahaan menentukan apakah suatu perusahaan akan inovatif atau tidak.
      • Kepemimpinan: pemimpin harus memiliki visi inovasi dan membawa keseluruhan karyawan ke arah visi tersebut.
      • Budaya: perusahaan harus membangun budaya yang mendukung inovasi.
    1. Sumber daya inovasi: modal untuk membangun sistem inovasi. Sumber daya untuk membangun sistem inovasi, antara lain:
      • Struktur organisasi: struktur yang cenderung flat akan memudahkan koordinasi dan penempatan koordinator inovasi dalam struktur akan memungkinkan untuk menggerakkan inovasi di semua unit.
      • Jaringan kolaborasi: perusahaan harus membangun jaringan kolaborasi yang luas dan mendayagunakannya untuk menciptakan inovasi.
      • Teknologi digital: penguasaan teknologi menjadi syarat mutlak bagi perusahaan yang ingin bertahan dalam bisnis.
      • Knowledge management: perusahaan memiliki manajemen pengetahuan yang baik dan mendayagunakannya untuk kepentingan inovasi.
      • Investasi: kuatnya komitmen perusahaan terhadap inovasi tercermin dalam besarnya nilai investasi yang dialokasikan, aksesibilitas dana, dan pendayagunaan dana.

     

    1. Manajemen inovasi: cara sistematis mengelola proses inovasi sehingga relevan, bernilai, dan berkelanjutan. Manajemen inovasi memiliki beberapa komponen, antara lain:
      • Strategi dan kebijakan inovasi: strategi dan kebijakan inovasi harus selaras dengan strategi dan kebijakan bisnis.
      • Analisis: menganalisis data proses dan kondisi pasar saat ini untuk menghasilkan wawasan dalam pengembangan inovasi.
      • Idea generation: perusahaan harus menginisiasi kegiatan yang menghasilkan ide-ide inovasi di seluruh bagian perusahaan.
      • Portofolio inovasi: perusahaan harus mengelola portofolio inovasi dengan mempertimbangkan seluruh aspek perusahaan dan siklus hidup produk.
      • Eksekusi: melaksanakan proses manajemen inovasi dari perencanaan, implementasi, monitoring, hingga evaluasi.

 

  • Strategic results: hasil dari upaya inovasi. Terdapat dua komponen, yaitu:
    1. Dimensi inovasi: menjelaskan jenis inovasi yang dijalankan. Semua jenis inovasi ini perlu dikelola keseimbangannya. Umumnya ada tiga jenis, yaitu:
      • Inovasi produk atau jasa
      • Inovasi proses
      • Inovasi model bisnis
    2. Dampak inovasi dapat diukur dari tiga aspek, yaitu:
      • Kinerja: perusahaan perlu melakukan agregasi semua proyek inovasi dan mengukur dampaknya.
      • Pertumbuhan: pertumbuhan dapat dilihat dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah inovasi.
      • Keberlanjutan: inovasi harus menjadi landasan keberlanjutan perusahaan di masa mendatang.

 

Referensi:
Setyobudi, Wahyu T. 2018. Menanam Bibit Inovasi Berkelanjutan: Corporate Innovation Advancement Model. Manajemen Agustus 2018.
https://ciamodelppm.com/

MENERAPKAN SUPPLY CHAIN MANAGEMENT PADA PERUSAHAAN

Supply Chain Management (SCM) atau Manajemen Rantai Pasokan (MRP) adalah cara mengelola pengadaan pasokan bahan baku, produk, informasi, atau jasa yang dibutuhkan perusahaan dari awal hingga proses akhir yang efektif dan efisien. Tujuan dari supply chain management adalah mengendalikan dan mengembangkan organisasi melalui prinsip dan proses manajemen, sehingga dalam mengelola proses supply chain dapat menghasilkan produk yang efisien dan efektif. Menurut David Jacoby, terdapat 4 prinsip yang mendasari supply chain management, yaitu:

  • Efisiensi. Apa yang dikerjakan oleh manajemen harus berdasarkan prinsip biaya rendah dan waktu minimum.
  • Reliabilitas. Apa yang dihasilkan selalu konsisten, baik dari segi produk maupun kualitas pelayanan.
  • Fleksibilitas. Apa yang dikerjakan manajemen haruslah ada kelenturan baik dalam aturan maupun dalam kemampuan mengikuti irama permintaan pelanggan.
  • Inovasi. Prinsip inovasi diperlukan karena persaingan di pasar tidak tetap dan terus berubah.

 

Terdapat tiga komponen besar dalam konsep SCM, yaitu:

  • Struktur jaringan. Menentukan siapa saja anggota utama dari rantai pasokan. Biasanya dipilih tingkatan dari manajer sampai level atas atau top manajemen yang dianggap mempunyai hak untuk mengambil keputusan dalam menentukan bisnis.
  • Proses bisnis. Menentukan proses apa saja yang harus dikaitkan dengan setiap anggota dari rantai pasokan. Berisi pemetaan proses apa saja yang dikerjakan dari awal hingga akhir, yaitu:
    • Proses order: total waktu yang digunakan mulai dari pelanggan melakukan pemesanan sampai pelanggan menerima barang.
    • Proses layanan pelanggan: semua pelayanan pelanggan dari sebelum, selama, dan sesudah transaksi penjualan.
    • Proses distribusi: layanan mulai dari pengadaan produk yang diminta pelanggan sampai pengirimannya dan diterimanya produk tersebut oleh pelanggan.
    • Proses pembuatan produk: untuk mengurangi hal-hal atau pekerjaan yang tidak perlu atau tumpang tindih dan mempercepat proses untuk siap dipasarkan.
    • Proses pasokan: proses memilih pemasok, memilih produk, menguji kemampuan pemasok, membangun komitmen, menyetujui bersama agenda kerja dan standar etika, serta menyetujui program pengembangan pemasok.
  • Komponen manajemen. Terdiri dari dua grup besar, yaitu:
    • Komponen struktur: organisasi, perencanaan dan pengendalian, proses distribusi informasi, dan aliran produksi.
    • Komponen perilaku: prinsip manajemen, filosofi pemilik, struktur kekuasaan, struktur penggajian, dan budaya perusahaan.

 

Dalam melaksanakan supply chain management, ada sepuluh proses yang harus dikelola, yaitu:

  • Aliran dan isi informasi. Manajemen harus bisa mengelola informasi dari pihak paling hulu sampai informasi dari pihak paling hilir atau pengguna akhir produk.
  • Produksi. Aliran produksi dari hulu, berupa bahan baku, sampai pengguna akhir.
  • Customer Relationship Management (CRM). Membentuk ikatan emosi antar semua pihak yang terlibat dengan harapan semua berkontribusi melakukan aksi demi tujuan bersama dengan prinsip ‘win-win solution’.
  • Supplier Relationship Management (SRM). Menjalin ikatan emosi antar semua pihak supplier. Konsepnya hampir sama dengan CRM.
  • Customer Service Management (CSM). Mampu memberikan solusi bagi semua pihak yang terlibat. Menjadi juru bicara dan duta besar perusahaan dalam menghadapi pihak di luar perusahaan.
  • Demand Management (DM). SCM mampu mengikuti proses dan aktivitas perusahaan dalam meningkatkan permintaan produk perusahaan.
  • Pemenuhan pesanan. Proses dari mulai munculnya pesanan, diproses, hingga dipenuhi pesanan menjadi tanggung jawab SCM. Harus memenuhi 6R, right goods, right place, right time, right price, right quality, and right quantity.
  • Akuntabilitas. SCM bertanggung jawab mengintegrasikan proses pabrikasi atau pembentukan produk atau jasa dari desain awal sampai diterima pelanggan akhir.
  • Pengembangan produk dan inovasi. SCM juga bertanggung jawab atas proses pengembangan produk sampai tahap dipasarkan.
  • Pengembalian produk. Pengembalian produk karena kesalahan pengiriman, kerusakan barang, atau proses isi ulang, juga merupakan cakupan proses SCM.

 

Referensi:
https://scm.ncsu.edu/scm-articles/article/what-is-supply-chain-management-scm
Prihatmanto, Bambang Haryo. 2018. Supply Chain: Manajemen, Ilmu Pengetahuan, dan Strategi Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

MENERAPKAN MANAJEMEN RISIKO DALAM ORGANISASI

Manajemen risiko adalah proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan untuk meningkatkan probabilitas pencapaian tujuan dan mengurangi dampak merugikan pada suatu kejadian atau bisnis organisasi. Manajemen risiko ini berfungsi untuk mengawal pencapaian tujuan tanpa harus menanggung kerugian yang tidak diinginkan. Perubahan lingkungan bisnis yang susul menyusul membuat organisasi harus lebih waspada terhadap apa yang akan menanti bisnisnya di depan. Berikut adalah beberapa tahapan dalam penerapan manajemen risiko:

  • Komitmen direksi untuk menerapkan manajemen risiko. Direksi harus memiliki kesepakatan mengenai perlunya organisasi menerapkan manajemen risiko yang terintegrasi atau Integrated Risk Management (IRM).
  • Memilih unit yang bertugas mengembangkan dan menerapkan manajemen risiko. Contoh: menyerahkan manajemen risiko pada direktur keuangan karena dekat dengan urusan keuangan, menyerahkan kepada direktur SDM, atau membentuk unit manajemen risiko sendiri.
  • Membuat manajemen risiko. Setelah memilih unit yang bertugas mengembangkan dan menerapkan manajemen risiko, kemudian unit tersebut dapat membuat pedoman manajemen risiko.
  • Membangun kesadaran pentingnya manajemen risiko. Perlu dibangun dan disosialisasikan kepada karyawan untuk membentuk pola pikir manajemen risiko pada seluruh karyawan.

Setelah memutuskan untuk menerapkan manajemen risiko, perusahaan harus segera melaksanakan manajemen risiko. Langkah-langkah pelaksanaan manajemen risiko adalah sebagai berikut:

  • Register risiko Pemangku bisnis dan pemangku risiko harus mengenali risiko di unitnya, mengenali apa dan seberapa besar dampaknya.
  • Register risiko dibagikan ke seluruh unit. Register risiko dapat dibagikan di website atau intranet. Setiap unit dapat memberi masukan atau mengoreksi register risiko.
  • Unit manajemen risiko kemudian mengoordinasi dan menyelaraskan manajemen risiko dari seluruh pemangku bisnis. Dengan ini, bisa diidentifikasi risiko tiap unit, divisi, atau direktorat.
  • Menetapkan respon risiko atau mitigasi risiko. Tetapkan bagaimana untuk merespon risiko dari tiap unit setelah diidentifikasi.

Berikut adalah beberapa manfaat yang bisa didapatkan dari penerapan manajemen risiko:

  • Mengidentifikasi risiko yang tidak terlihat. Program manajemen risiko yang baik akan membantu mengidentifikasi semua tipe risiko termasuk yang belum dipertimbangkan sebelumnya.
  • Belajar bagaimana mengelola risiko. Program manajemen risiko memungkinkan untuk mengelola risiko lebih baik, termasuk mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab, tindakan apa yang harus diambil, dan dampak yang diakibatkan.
  • Siap dengan segala kemungkinan. Ketika risiko diidentifikasi dan dianalisa dengan baik, semua kemungkinan yang tidak terduga bisa dimasukkan untuk meminimalkan dampak dari permasalahan.
  • Mengurangi kelalaian. Menerapkan manajemen risiko yang baik menunjukkan Anda tidak lalai dan proaktif dalam merespon risiko.
  • Mengurangi liabilitas. Dengan mendapat pandangan yang lebih luas tentang ganti rugi, asuransi, dan masalah liabilitas, Anda bisa mengurangi liabilitas bisnis dan bisnis Anda tetap menjadi investasi yang menarik.
  • Menambah informasi dalam pembuatan keputusan. Dengan mengetahui risiko yang harus diantisipasi dan bagaimana merencanakan antisipasi, dapat memberikan lebih banyak informasi dalam pembuatan keputusan.

 

Referensi:
Djohanputro, Bramantyo. 2018. Kematangan Manajemen Risiko dan Kinerja Organisasi. Manajemen Mei 2018.
Juwita, Tasya. 2018. Memastikan Kematangan Manajemen Risiko. Manajemen Mei 2018.
https://www.femtechleaders.com/7-benefits-of-formal-risk-management/

MENERAPKAN DAN MEMBUDAYAKAN DESIGN THINKING DALAM ORGANISASI

Design thinking adalah pendekatan yang berfokus pada kemanusiaan dengan mengintegrasikan kebutuhan manusia, kemampuan teknologi, dan kesuksesan bisnis. Pentingnya mengadopsi design thinking sebagai pola pikir adalah untuk menghadapi pergeseran dari service economy (ekonomi pelayanan) menjadi experience economy (ekonomi pengalaman). Design thinking dapat dimanfaatkan untuk menciptakan business model yang unggul, service blue print yang peka, dan desain produk yang mengutamakan pengalaman pelanggan. Design thinking memiliki 4 prinsip, yaitu:

  • Empati. Design thinking menekankan titik tolak dari perspektif pengguna yang merasakan manfaatnya dan mengalami persoalannya.
  • Partisipatif. Keluhan dan usulan perbaikan desain datang dari pengguna. Perancang tidak dapat memaksakan idenya.
  • Holistik. Semua pengguna berhak menyatakan idenya, semua keahlian dapat menyumbangkan ide dan solusinya. Perancang, yang disebut design thinker, berperan sebagai fasilitator, penampung ide, dan menerjemahkannya dalam prototipe desain.
  • Visual. Gagasan dan usulan harus disampaikan dalam suatu prototipe yang lengkap secara visual sehingga semua pihak dapat melihatnya secara utuh.

Design thinking dapat diterapkan melalui 5 tahap, yaitu:

  • Emphatize. Design thinker harus memahami dan merasakan alasan di balik perilaku pengguna, serta kebutuhan fisik dan emosional, baik yang tersirat maupun tersurat. Dari tahap ini akan dihasilkan insight atau wawasan sebagai panduan dan pakem untuk merancang solusi inovatif.
  • Define. Langkah untuk menganalisis dan menginterpretasikan berbagai aspirasi (keluhan, usulan) pengguna ke dalam bahasa teknis. Setelah mendapatkan wawasan dari tahap emphatize, perancang kemudian mendefinisikan masalah utama sebagai kompas yang mengarahkan proses design thinking.
  • Ideate. Tahap ini adalah tahap brainstorming. Semua pemangku kepentingan diajak melontarkan ide dan usulan untuk menemukan desain yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan pada tahap sebelumnya. Semua ide ditampung dan diperhitungkan lalu dievaluasi dan diseleksi untuk menyelesaikan masalah utama.
  • Prototype. Tahap sintesis berbagai ide dan usulan desain yang dituangkan dalam bentuk desain utuh secara visual. Semua pihak terkait dapat melihat hasil akhir apabila ide-ide mereka disatukan dalam satu desain yang utuh. Prototipe diperbaiki untuk menghasilkan versi selanjutnya yang lebih baik.
  • Test. Menguji prototipe yang sudah dibuat untuk melihat apakah pengguna dapat memahami value dari solusi tersebut. Uji coba dilakukan dalam kondisi sebenarnya untuk bisa mendapatkan umpan balik dari pengguna yang sesungguhnya, di lokasi pengguna sesungguhnya, dan secara real time.

Perusahaan perlu mengembangkan budaya design thinking dan iklim kreatif untuk menciptakan produk atau jasa yang memenuhi kebutuhan pelanggan. Berikut adalah proses untuk menciptakan iklim kreatif dan budaya design thinking:

  • Buat tujuan dan komitmen bersama pada level eksekutif perusahaan

    Menerapkan design thinking membutuhkan modal dan upaya yang besar, sehingga jajaran eksekutif harus bersepakat dan berkomitmen penuh.

  • Perusahaan harus memiliki design thinker yang mumpuni

    Perusahaan harus memiliki talenta bidang design thinking sebagai pusat komando pergerakan iklim kreatif dan budaya desain. Jika belum memiliki dapat digunakan konsultan design thinking.

  • Perusahaan harus berani berinvestasi

    Untuk membudayakan design thinking diperlukan modal yang cukup besar seperti yang dijelaskan sebelumnya. Perusahaan harus berani berinvestasi dalam pelatihan dan pengembangan design thinking bagi karyawan.

 

Referensi: Soebekti, Sukono. 2018. Design Thinking sebagai Pola Pikir. Manajemen Oktober 2018. Munir, Ningky Sasanti dan Siti Nuraisyah Suwanda. 2018. Menerapkan Design Thinking. Manajemen Oktober 2018.

MANFAAT OEE UNTUK EFEKTIVITAS PRODUKSI

Overall Equipment Effectiveness (OEE) adalah metrik sederhana yang menunjukkan status proses produksi. OEE mengidentifikasi persentase waktu produksi yang benar-benar produktif dan memungkinkan anda memahami efek dari berbagai masalah dalam produksi dan bagaimana pengaruhnya terhadap keseluruhan proses. Skor 100% dalam OEE menunjukkan anda memproduksi produk yang sempurna tanpa cacat secepat mungkin tanpa ada waktu berhenti.

Dalam OEE, ada tiga faktor yang menghitung jenis kerugian yang berbeda:

  • Availability, memperhitungkan semua kejadian yang menghentikan proses produksi untuk beberapa menit. Dapat dihitung dengan membagi lama waktu produksi berjalan (run time) dengan dengan lama waktu produksi yang direncanakan (planned production time). Lama waktu produksi berjalan (run time) dapat dihitung dengan mengurangi waktu produksi yang direncanakan (planned production time) dengan lama waktu produksi terhenti (stop time).
  • Performance, memperhitungkan semua faktor yang menyebabkan aset produksi beroperasi di bawah kecepatan maksimal produksi yang memungkinkan. Dapat dihitung dengan mengalikan waktu untuk memproduksi satu unit produk (ideal cycle time) dengan total produk yang diproduksi (total count) lalu dibagi dengan lama waktu produksi berjalan (run time). Jika performance melebihi 100% menunjukkan bahwa waktu untuk memproduksi satu unit (ideal cycle time) terlalu tinggi.
  • Quality, memperhitungkan produk yang tidak sesuai standar kualitas, termasuk bagian yang harus dikerjakan ulang. Dapat dihitung dengan membagi total produk sempurna (good count) dengan total semua produk yang diproduksi (total count).

OEE dapat dihitung dengan mengalikan ketiga faktor OEE atau dapat dihitung dengan mengalikan total produk sempurna dan waktu untuk memproduksi satu unit lalu dibagi dengan lama waktu produksi yang direncanakan.

 

OEE = Availability x Performance x Quality

OEE = (Good Count x Ideal Cycle Time) / Planned Production Time

 

OEE memberikan data tentang proses manufaktur anda. Perusahaan yang menggunakan OEE sebagai metrik menjadi sukses saat mengombinasikannya dengan program lean manufacture dan sebagai bagian dari sistem TPM (Total Productive Maintenance). OEE memungkinkan perusahaan untuk melaksanakan fungsi bisnis yang berbeda secara bersamaan dengan satu metrik.

Beberapa manfaat dalam menggunakan OEE antara lain:

  • Return on Investment (ROI). Memperoleh produktivitas maksimum dari proses produksi sehingga ROI dari OEE tinggi
  • Daya saing. Dengan mengurangi kerugian dan meningkatkan performa maksimal proses produksi, dapat meningkatkan daya saing perusahaan.
  • Mendapat performa terbaik mesin. Salah satu manfaat dari OEE adalah kinerja mesin meningkat dan semakin cepat.
  • Peningkatan kualitas proses produksi. Dengan mengombinasikan OEE dan teknologi, bisa didapat sistem yang lebih efektif dan terlacak sehingga bisa meminimalkan kesalahan produksi dan menghemat biaya.
  • Kemampuan untuk mengukur dan membuat keputusan. OEE bisa menghitung efisiensi dan menunjukkan proses sebenarnya dari sebuah proses produksi sehingga perbaikan dan peningkatan performa mudah dilakukan.
  • Menemukan kapasitas maksimal produksi. Dengan OEE, kinerja proses produksi dapat diketahui dan dapat ditingkatkan ke tingkat maksimalnya.
  • Memfasilitasi pekerjaan semua orang yang terlibat dalam proses manufaktur. Dengan informasi yang selalu terbaru, personel bisa melihat kinerjanya dan segera melakukan peningkatan kinerja.
  • Mengurangi biaya perbaikan mesin. OEE dapat menunjukkan performa sebenarnya dari mesin sehingga bisa memprediksi kapan perlunya perbaikan mesin dan mengurangi biaya perbaikan karena kegagalan mesin.
  • Skalabilitas. OEE menjadi sistem yang serbaguna dan dapat diterapkan ke perusahaan manapun, terlepas dari ukurannya.
  • Titik awal dari pabrik digital anda. OEE adalah titik awal untuk meningkatkan efisiensi produksi.

 

Referensi:
https://www.vorne.com/learning-center/oee.htm
https://www.sistemasoee.com/en/oee/89-for-dummies/107-10-oeeadvantages
https://www.leanproduction.com/oee.html
https://www.oee.com/calculating-oee.html