Salah satu faktor utama yang berkontribusi pada buruknya kesehatan mental karyawan adalah kontrol pekerjaan (job control). Penelitian yang dilakukan oleh McKinsey tahun 2018 menyatakan bahwa kontrol kerja yang tinggi memiliki efek buruk terhadap kesehatan fisik dan bahkan dapat membebani kesehatan mental karyawan. Terlalu mengontrol pekerjaan hingga mengambil kebebasan, bahkan peran karyawan untuk bekerja dan berinovasi adalah micromanaging.
Apa itu Micromanaging?
Micromanaging adalah praktik manajer dalam mengelola tim yang pada umumnya menekankan pada supervisi jarak dekat atas detail terkecil dan adanya keinginan atas kontrol rutinitas sehari-hari karyawannya. Pada umumnya, manajer yang melakukan micromanaging adalah mereka yang kurang mempercayai dan mengapresiasi karyawannya. Di sisi lain, praktik ini juga dapat memperburuk kinerja karena melelahkan bagi karyawan. Selain itu, micromanaging juga berdampak pada karyawan, yaitu hilangnya kepercayaan, turunnya tingkat inovasi, dan memperlemah kerja sama tim. Tidak hanya karyawan, pemimpin juga merasakan efek negatif micromanaging karena praktik tersebut membuat fokus pemimpin hilang dari hal-hal yang bersifat lebih krusial, misalnya perencanaan pengembangan perusahaan di masa depan.
Jika perusahaan dapat mengatasi masalah micromanaging, maka perusahaan akan berjalan selangkah lebih dekat pada kesuksesan. Micromanaging dapat diatasi dengan memberi karyawan kebebasan untuk bekerja dan berinovasi. Hal ini dapat mengarah pada tumbuhnya kepercayaan antara pemimpin dan karyawan, lingkungan kerja yang menjadi lebih sehat, dan bahkan membuka kesempatan terhadap munculnya inovasi baru. Salah satu perusahaan yang terbebas dari praktik micromanaging adalah Spotify. Layanan streaming musik ini membebaskan karyawannya untuk berinovasi, bahkan tidak harus melaporkan hasil keputusan tim kepada atasan.
Peran OKR dalam Memberantas Micromanaging
Objective and Key Results (OKR) menyediakan semua perangkat manajemen tanpa memerlukan total control dari manajer atau pimpinan. Untuk melacak kemajuan OKR, perusahaan juga dapat mendesain weekly check-in sebagai forum forma untuk mendiskusikan progres setiap minggunya. Hal ini memungkinkan tim untuk fokus pada Key Results masing-masing dan bagaimana mencapainya. Selain membantu perusahaan untuk melacak kinerja karyawan, OKR juga memungkinkan tim bekerja secara bebas sesuai dengan gaya kerjanya masing-masing. Manajer tidak perlu mencampuri detail-detail yang dapat diselesaikan karyawannya sendiri karena Key Results didesain untuk mengukur hasil, bukan program atau aktivitas.
Dengan menggunakan OKR, karyawan juga mendapatkan kebebasan untuk berinovasi dan mengembangkan kemampuannya, baik secara pribadi maupun dalam tim. Perusahaan pun akhirnya juga mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan talenta yang diperlukan untuk sustainabilitas perusahaannya. Seperti kata George Patton, “Never tell people how to do things. Tell them what to do and they will surprise you with their ingenuity.” Artinya, pemimpin tidak perlu mendikte bagaimana cara untuk mencapai suatu hasil karena setiap orang memiliki kecerdasan dan kreativitas masing-masing dalam menyelesaikan masalahnya.
Sumber:
https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-organization-blog/decision-making-how-leaders-can-get-out-of-the-way https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-overlooked-essentials-of-employee-well-being https://www.forbes.com/sites/forbescoachescouncil/2017/05/19/micromanaging-heres-how-and-why-you-should-stop/?sh=426a44d47518https://corvisio.com/micromanagement/
https://www.geckoboard.com/blog/how-to-stop-micromanaging-and-give-your-team-autonomy/