STRATEGY FORMULATION:
THE STRATEGIC THINKING APPROACH

Banyak perusahaan besar jatuh karena kesalahan fatal dari formulasi strateginya. Sebut saja Kodak yang terlalu terpesona dengan kejayaan brandnya selama masa kamera film dan lupa merancang strategi jangka panjang. Kodak gagal dalam mengidentifikasi perkembangan bidang fotografi yang semakin terdigitalisasi, hingga Kodak akhirnya bangkrut dan mengajukan permohonan perlindungan pailit dari bank pada Januari 2012. Bayangkan saja, brand sebesar Kodak yang sudah going global saja bisa jatuh bangkrut karena tidak merancang strategi yang tepat—bagaimana dengan manajemen Anda?

Ada banyak teori formulasi strategi dan juga kisah sukses eksekusi, namun tidak jarang juga ditemui strategi yang gagal menjawab kebutuhan perusahaan, sebaliknya menyia-nyiakan sumber dayanya untuk membiayai strategi tersebut. Hal ini sering kali disebabkan oleh ketidakmampuan manajer untuk mendapatkan informasi yang tepat dan gagal membaca masa depan industrinya. The Strategic Thinking Model adalah sebuah pendekatan yang diformulasikan agar perusahaan memahami lingkungan industri secara menyeluruh terlebih dahulu sebelum merancang strategi yang paling tepat.

  1. Memahami situasi masa kini dan situasi masa depan yang diharapkan

    Langkah pertama yang harus dilakukan manager adalah ia harus benar-benar mengerti situasi yang dihadapi oleh perusahaan saat ini. Manager harus peka dan sensitif terhadap tren dan tuntutan customer yang sedang hangat dibicarakan. Kebanyakan manager memasang kacamata kuda dan hanya berfokus ke dalam inti perusahaan. Hal ini baik, namun manager tidak boleh acuh tak acuh terhadap keadaan lingkungannya. Bagaimana keadaan pasar? Bagaimana kondisi kompetitor? Tren apa yang bisa dikaitkan dengan produk perusahaan? Manager juga perlu menetapkan visi yang jelas mengenai masa depan perusahaan. Visi harus mampu menggambarkan sejauh mana dan bagaimana perusahaan akan berkembang tiga, lima, atau sepuluh tahun lagi. Pertanyaan yang harus dijawab manager adalah seputar; akan seperti apakah perusahaan tahun depan? Sebesar apa market yang ingin dicakup tiga tahun ke depan?

  1. Mendiagnosa domain bisnis.

    Langkah kedua, manager harus memetakan komponen utama dalam perusahaan dan hal-hal apa saja yang dapat diangkat menjadi poin kekuatan perusahaan. Komponen ini melingkupi komponen internal perusahaan (sumber daya, skill, pengetahuan, teknologi, struktur, operasi, dan budaya perusahaan), hubungan dengan stakeholder yang terkait dengan perusahaan, dan lingkungan sektor industri sekitar perusahaan. Dengan memahami inti perusahaan dengan baik, manajer dapat melanjutkan ke langkah ketiga.

  1. Menggali wawasan

    Wawasan yang luas membuat manager mampu mengidentifikasi peluang. Wawasan dapat berupa ide pengembangan atau ide perbaikan, bahkan juga ide penciptaan. Meski begitu, tidak semua peluang dapat dipakai oleh perusahaan. Peluang yang benar-benar tepat adalah peluang yang menjawab tren saat ini, sesuai dengan visi masa depan yang diinginkan perusahaan, dan dapat dieksekusi dengan sumber daya perusahaan yang ada sekarang. Wawasan dapat didapatkan melalui banyak medium, contohnya melalui kritik dan saran customer, berita, ataupun dari perspektif para ahli di bidangnya. Karena itu manager harus selalu terpapar dengan sebanyak mungkin informasi, agar manager selalu update dengan kemungkinan dan peluang yang bisa muncul kapan saja.

  1. Mengembangkan prediksi masa depan

    Prediksi masa depan dalam langkah keempat merupakan bentuk antisipasi perusahaan terhadap pola tren yang ada. Prediksi dalam langkah keempat sifatnya lebih detail daripada bayangan visi dalam langkah pertama. Dalam langkah ini, manager perlu mengembangkan skenario-skenario terburuk dan terbaik yang mungkin terjadi dalam perusahaan maupun industrinya. Dengan membayangkan berbagai skenario yang mungkin terjadi, manager dapat menetapkan langkah antisipatif dan mengembangkan ide yang tidak biasa-biasa. Dengan mengembangkan berbagai skenario, manajer dapat memicu kreativitas idenya.

  1. Memetakan arah masa depan

    Dalam langkah ini, manager perlu kembali ke arah visi masa depan yang sudah ditetapkan di langkah pertama. Perlu dicatat, bahwa pantangan besar manajemen adalah membuang sumber daya perusahaan dalam bentuk apapun untuk pengembangan ide yang sia-sia dan tidak sesuai dengan visi perusahaan. Pemetaan ini berfungsi untuk mengingatkan manager untuk kembali menghidupi visi dan misi perusahaan, sehingga ide strategi tidak melenceng dari tujuan utama perusahaan. Karena itu, perancangan visi perusahaan di langkah pertama juga harus fundamental dan mampu mengakomodasi perkembangan perusahaan yang lebih baik.

  1. Memelihara fokus

    Langkah keenam adalah langkah reflektif dari langkah-langkah sebelumnya. Fungsi langkah ini adalah untuk mengevaluasi apakah fokus perusahaan yang sudah ditetapkan sudah mampu mewadahi berbagai skenario di masa depan. Apabila fokus perusahaan dirasa sudah tidak mampu mengakomodasi perusahaan untuk berkembang lebih besar, maka manajemen perlu berbenah dan merancang formulasi baru.

Pada akhirnya, bentuk pendekatan ini tidak mampu menjamin 100% bahwa manajemen akan mampu merancang formulasi strategi yang akurat, namun pendekatan ini berfungsi sebagai pedoman agar manajer dapat memahami situasi yang dihadapi sekarang, visi yang ingin diraih, dan berbagai peluang yang bisa dimaksimalkan. Selain itu, pendekatan ini berfungsi untuk sebagai pengingat manajemen terhadap pemetaan stakeholder yang terkait dengan perusahaan. Dengan pemahaman yang baik, maka proses formulasi strategi dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

BUSINESS MODEL CANVAS: A STARBUCKS CASE

Business Model Canvas adalah metode pemetaan strategi bisnis menyeluruh yang dikembangkan oleh konsultan bisnis dari Swiss, Alexander Osterwalder pada tahun 2010. Hingga saat ini, BMC populer digunakan oleh banyak perusahaan untuk menggambarkan operasi perusahaan karena bentuk pemetaannya yang sederhana, namun menyeluruh dan kompleks.

 
  1. Customer Segments

    Langkah pertama dari pemetaan Business Model Canvas adalah mengisi kolom customer. Manager perlu mengidentifikasi kelompok pasar yang menjadi customer perusahaan dan ciri-ciri konsumennya. Contohnya, kelompok customer Starbucks adalah kelompok masyarakat penikmat beverage kelas menengah atas, penikmat kopi, anak muda, pekerja kantor, dan masyarakat perkotaan.

  1. Value Proposition

    Kedua, perusahaan perlu mencatat value apa yang ingin disampaikan ke masyarakat. Value tidak selamanya harus berupa keunggulan produk, namun bisa juga diciptakan melalui experience, kekuatan brand, sejarah, dan lain-lain. Dalam kasus Starbucks, value proposition Starbucks sudah bukan sekedar kopi yang nikmat, melainkan experience berupa kesenangan, kenikmatan, kenyamanan, dan kemudahan di Starbucks. Value proposition Starbucks patut dicontoh karena Starbucks mampu memberikan value yang tidak dapat disamai oleh kompetitornya. Apabila Starbucks hanya fokus pada kopi, suatu saat kompetitor akan menemukan produk yang sama baiknya bahkan lebih baik. Karena itu manajemen perlu mengidentifikasi value yang menjadi kekuatan perusahaan yang tidak bisa ditiru perusahaan lain.

  1. Channel

    Channel adalah bagian pemetaan dimana value diantarkan kepada kelompok pelanggan. Dalam bagian ini, perusahaan mendaftarkan bentuk-bentuk medium apa saja yang dimiliki perusahaan. Dalam kasus Starbucks, proses pengantarkan value dilakukan di physical store Starbucks yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain physical store, Starbucks juga memiliki website, media sosial, dan program kolaborasi dengan Go-Jek, sehingga pelanggan Starbucks tidak hanya dapat memesan di offline store, melainkan juga melalui online store.

  1. Customer Relationships

    Langkah keempat adalah mengidentifikasi usaha-usaha apa yang dilakukan perusahaan untuk berkomunikasi dan menjaga hubungan dengan pelanggannya. Starbucks melakukan engagement dengan pelanggannya dengan menggunakan membership card dan promosi official line@. Melalui membership card, Starbucks memberikan promo-promo khusus yang personal kepada membernya berupa akses khusus sebelum peluncuran produk tumbler secara publik, program ulang tahun, point rewards, dan lain-lain. Sementara melalui official line@, Starbucks menerima komplain, kritik, saran, dan menyebarkan broadcast message berupa kode promo dan iklan produk terbaru mereka. Dengan menggunakan media sosial, Starbucks juga terus mengangkat tema-tema baru setiap bulannya, sehingga masyarakat selalu ingatkan dengan keberadaan Starbucks yang aktif di media sosial.

  1. Revenue Stream

    Bagian revenue stream adalah bagian dimana manajemen mencatat darimana saja sumber pemasukan perusahaan. Untuk kasus Starbucks, penjualan tidak hanya terbatas pada produk kopi saja, melainkan juga produk bakery, bubuk kopi, tumbler, dan aktivasi membership card. Intinya, pada bagian revenue stream, sumber-sumber pemasukan perusahaan dicatat seluruhnya.

  1. Key Activities

    Dalam bagian key activities, yang dicatat adalah kegiatan utama operasional perusahaan. Misalnya untuk Starbucks, penggilingan kopi, pembuatan kopi, kegiatan R&D, hingga kegiatan promosi per harinya. Bagian ini membantu manajemen untuk mengidentifikasi proses yang penting dan menyisihkannya dari proses yang dirasa kurang penting dan bisa lebih diefektifkan.

  1. Key Partners

    Key Partners adalah bagian dalam pemetaan dimana perusahaan mendaftar siapa saja stakeholder yang berkaitan langsung dengan operasi perusahaan. Contohnya, supplier, designer, agensi marketing, konsultan, dan lain-lain. Starbucks tentu tidak mampu menghandle seluruh key activitiesnya sendirian, karena itu Starbucks menggandeng supplier, agensi, dan mitra yang mampu memberikan benefit bagi Starbucks untuk dapat menjalankan operasionalnya dengan lebih baik.

  1. Key Resources

    Dalam bagian ini, perusahaan mencatat sumber daya apa saja yang diperlukan oleh perusahaan untuk dapat menjalankan operasi key activities. Perlu dicatat bahwa pada bagian ini, sumber daya yang dimaksud adalah sumber daya yang menjadi milik perusahaan dan bukan milik mitra perusahaan. Dalam pencatatan key resources manajemen perlu mengidentifikasi bukan saja kekayaan perusahaan secara fisik, namun juga secara abstrak seperti hak kekayaan intelektual, brand equity, dan lain-lain. Contohnya untuk Starbucks, key resourcesnya adalah tenaga kerja SDMnya, hak intelektual berupa resep menu dan brand, kemampuan modal finansial, store yang tersebar di banyak tempat, dan sebagainya.

  1. Cost Structure

    Pada bagian cost structure, perusahaan mencatat sumber pengeluaran utama perusahaan. Untuk Starbucks, misalnya, cost structurenya adalah harga pokok penjualan kopi, dana untuk promosi pemasaran, budget untuk event Starbucks, dan lain-lain.

Metode pemetaan bisnis dengan Business Model Canvas memang sederhana, namun dapat merangkum seluruh elemen utama yang ada dalam perusahaan. Selain itu, fungsi pemetaan BMC juga dapat dijadikan landasan evaluasi dan formulasi strategi jangka pendek dan panjang. Pemetaan BMC sangat mudah dan sangat dianjurkan untuk diterapkan pada semua perusahaan karena sifatnya yang simpel, sehingga dapat diaplikasikan pada perusahaan besar maupun kecil.

MANAGING YOUR EMPLOYEES: THE PERFECT WORKSPACE FOR INTROVERTS

Paling tidak, 25-40% populasi dunia adalah orang-orang introvert. Ini berarti, kira-kira ada lebih dari 3,7 milyar orang introvert di seluruh dunia. Jumlah ini tentu tidak sedikit, tapi sering kali perusahaan tidak menganggap jumlah ini sebagai sebuah hal yang serius. Padahal kebutuhan karyawan introvert berbeda dari karyawan extrovert. Oleh karena itu, perusahaan sering kali menggeneralisasi kebutuhan karyawan tanpa mengetahui dampak signifikan dari perbuatan perusahaan tersebut.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Adam Grant dari Wharton School mencatat bahwa pemimpin yang introvert cenderung lebih mampu untuk memberikan hasil yang lebih baik daripada pemimpin extrovert. Setelah dikaji, ternyata ada perbedaan gaya kepemimpinan antara dua kubu ini. Pemimpin introvert cenderung mengarahkan karyawannya yang proaktif untuk mengembangkan ide-idenya. Pemimpin yang extrovert kadang cenderung kurang menghargai ide-ide karyawan sehingga mereka merasa tidak dihargai dan akhirnya enggan bekerja lebih keras. Hasil penelitian ini tentu tidak mutlak menyatakan bahwa orang introvert adalah pemimpin yang lebih baik dari orang extrovert, namun dapat ditarik kesimpulan bahwa orang introvert memiliki kesempatan yang sama dengan extrovert untuk dapat unggul di pekerjaannya.

Selama ini, masyarakat awam terlalu terpaku pada mindset bahwa orang introvert merupakan penurut yang baik. Mereka cenderung tidak aktif memberi sumbangsih ide dan hanyalah sekedar seorang pekerja baik. Perlu dicatat, bahwa introvert bukan kelompok orang pemalu. Manajemen perlu menyadari bahwa introvert bukan kelompok orang yang tidak pandai bicara atau orang yang tidak menyukai kerumunan orang. Introvert adalah kelompok orang yang cenderung tidak menunjukkan reaksi berlebih ketika diberi stimulus. Bahkan kecenderungan mereka malah tidak menyukai stimulus yang berlebihan. Misalnya, ketika bertugas, orang introvert cenderung tidak ingin diganggu dan ingin fokus pada tugasnya. Meskipun tugasnya sepele, kadang introvert cenderung tidak suka diajak bicara sambil bekerja. Bahkan dalam sebuah studi yang dilakukan sejak tahun 1964 oleh Vermolayeva-Tomina telah mengidentifikasi pengaruh adanya distraksi terhadap kinerja pemecahan masalah orang introvert. Menyadari bahwa lingkungan kerja ternyata berpengaruh pada kinerja orang introvert, bukankah seharusnya perusahaan menyadari masalah ini serius?

Pada seminar Ted Talks, Susan Cain, penulis “Quiet: The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking” menjelaskan bahwa kebanyakan orang kreatif merupakan orang-orang introvert yang membutuhkan kesendirian. Susan Cain menjabarkan bagaimana dalam kesendirian, biasanya orang akan berpikir lebih jernih dan tenang. Dari situlah muncul ide dan pikiran. Susan juga menjelaskan pentingnya waktu ‘sendiri’ bagi individu, terutama introvert untuk menggali ide dan barulah kemudian membagikannya pada lingkungannya. Berbeda dengan tipe extrovert yang bekerja dengan baik saat diberi stimulus atau rangsangan tertentu, barulah di pikirannya muncul ide dan pikiran baru.

Lalu bagaimana perusahaan dapat memfasilitasi dua macam karyawan seperti ini?

Kurangi Stimulus untuk Introvert

Sebuah penelitian pada 76 mahasiswa mencatat bahwa kinerja orang introvert sangat terpengaruh oleh stimulus yang diterimanya. Dalam penelitian ini, Furnham & Strbac (2002) memberikan stimulus berupa musik kepada mahasiswa dan memberikan tugas berupa mengingat, membaca, dan aritmetika. Hasilnya menyatakan bahwa kinerja orang introvert menunjukkan penurunan hasil yang cukup drastis dibanding dengan kinerja orang extrovert. Orang introvert cenderung membutuhkan ketenangan dalam bekerja sehingga distraksi berupa musik atau suara yang mengalihkan perhatiannya dapat menjadi rintangan bagi mereka untuk bekerja dengan baik.

Personal Space

Pada umumnya, karyawan kantoran lebih suka apabila ia memiliki hak atas personal space-nya (Wineman, 1982). Personal space bisa jadi merupakan meja pribadi atau bagian kantor yang didedikasikan untuk dirinya sendiri. Namun ternyata, ada hubungan antara meluasnya personal space dengan kepuasan pribadi karyawan. Hubungan ini juga ternyata berkaitan dengan tingkat kompleksitas pekerjaan. Semakin kompleks pekerjaan, ternyata karyawan menuntut adanya ruang kerja yang lebih privat. Meskipun dalam penelitian lain, terbukti bahwa kinerja karyawan cenderung meningkat bila ditemukan dengan karyawan lain yang bekerja juga. Terutama dalam pekerjaan yang sifatnya repetitif atau berulang, performa kerja karyawan yang bekerja sendiri ternyata lebih kecil. Dari fakta ini, dapat disimpulkan bahwa perlunya ada ruang kerja bersama, namun dalam ukuran tertentu, perusahaan perlu memberikan ‘ruang’ privat dimana setiap orang memiliki derajat privasi yang terjaga.

Pada akhirnya, pertanyaan kembali diajukan pada manajemen—sudahkah perusahaan memfasilitasi kebutuhan para karyawan yang introvert? Perusahaan besar seperti Facebook dan Google telah mencoba menerapkan taktik memfasilitasi kebutuhan karyawan introvert dengan menyediakan ‘ruang kerja rahasia’ dan private pods, furnitur spasial untuk mengakomodasi tempat kerja satu orang. Alhasil, perusahaan ini menuai komentar positif dari karyawan yang merasa kebutuhannya terjawab sehingga kinerja merekapun bisa berlipat. Memuaskan setiap karyawan memang mustahil. Namun apabila kebutuhan dirasa mendesak dan dapat mendukung performa kerja mereka, selama masih dalam batas kemampuan perusahaan, maka ada baiknya perusahaan memfasilitasi kebutuhan tersebut demi performa perusahaan yang lebih baik kedepannya.

 

Referensi:

Furnham, A., & Strbac, L. (2002). Music is as distracting as noise: The differential distraction of background music and noise on the cognitive test performance of introverts and extraverts. Ergonomics, 45(3), 203–217. https://doi.org/10.1080/00140130210121932

https://knowledge.wharton.upenn.edu/article/analyzing-effective-leaders-why-extraverts-are-not-always-the-most-successful-bosses/

https://www.ted.com/talks/susan_cain_the_power_of_introverts

Gray, J. A. (1967). Strength of the nervous system, introversion-extraversion, conditionability and arousal. Behaviour Research and Therapy, 5(3), 151–169. https://doi.org/10.1016/0005-7967(67)90031-9

Wineman, J. D. (1982). Office design and evaluation: An overview. Environment and Behavior, 14(3), 271–298. https://doi.org/10.1177/0013916582143002

DIMENSI ASSESSMENT CENTER

Assessment center dapat didefinisikan sebagai teknik uji yang dirancang agar kandidat dapat mendemonstrasikan kemampuan yang esensial dalam kesuksesan sebuah pekerjaan dalam situasi tertentu yang distandarisasi (Coleman, 1987). Dalam definisi lain yang lebih sederhana, assessment center adalah prosedur yang komprehensif dan fleksibel untuk menguji kandidat dan untuk mengembangkan karyawan (Thornton & Rupp, 2006). Banyak bentuk assessment center yang umum dipakai perusahaan, contohnya wawancara, tes psikometri, simulasi, presentasi, dan lain-lain. Sifatnya yang fleksibel membuat assessment center dapat disesuaikan dengan jenis pekerjaan apapun, baik yang sifatnya teknis nyata, kemampuan manajerial, bahkan yang sifatnya abstrak seperti menguji cara pikir seseorang. Namun sering kali perusahaan tidak mampu mengidentifikasi kebutuhannya dan sembarang melakukan assessment center. Ada juga kasus dimana perusahaan salah menganalisa hasil assessment center sehingga hasil assessment center yang sebenarnya dapat dioptimalkan manajemen hanya sekedar dipakai untuk proses rekrutmen. Alhasil, sumber daya perusahaan untuk assessment center terbuang sia-sia.

Untuk memahami fungsi assessment center dan mengoptimalkan hasilnya, pertama-tama perusahaan harus mengerti dimensi apa yang dinilai oleh assessment center. Memang sifat assessment center dapat menyesuaikan kebutuhan masing-masing pekerjaan, namun secara general, perusahaan dapat mempertimbangkan teori 6 Dimensi Utama Assessment Center oleh Arthur, et. al. (2003).

  1. Communication

    Dimensi komunikasi menilai sampai sejauh mana seorang individu dapat memahami informasi secara verbal maupun tertulis dan dapat menanggapi pertanyaan dan tantangan yang berhubungan dengannya. Dimensi ini juga mengkaji bagaimana seorang individu dapat menyampaikan informasi secara verbal maupun tertulis, termasuk kemampuan presentasi dan surat menyurat.

  1. Consideration/Awareness of Others

    Dimensi ini menilai sampai sejauh mana tingkah laku seseorang merefleksikan perasaan dan kebutuhannya terhadap orang lain dan juga menilai tingkat kesadaran akan dampak dan implikasi dari keputusan mereka terhadap komponen dalam maupun luar perusahaan. Dimensi ini menilai tingkai kesadaran seorang individu terhadap lingkungan sosialnya, bagaimana ia berkonfrontasi, kemampuan interpersonal, dan objektivitas sosial. Selain itu, kerjasama, kemampuan untuk mengerti orang lain, kemauan untuk berkomunikais dalam kelompok, dan kepekaan juga dikaji dalam dimensi ini. Secara singkat, dimensi ini mengukur kemampuan interaksi sosial individu terhadap lingkungan sekitarnya.

  1. Drive

    Dalam dimensi ini, ukuran sejauh mana individu dapat menciptakan dan memelihara tingkat keaktifannya, menetapkan standar performa pribadi yang tinggi, dan mengungkapkan keinginan mereka untuk naik ke tingkatan pekerjaan yang lebih tinggi. Kandidat diuji tingkat agresifitasnya, komitmen priadi terhadap karir, dan motivasinya untuk pengembangan berkelanjutan. Dalam aspek perilaku, individu juga diuji energi, ketahanan, inisiatif, dan potensinya.

  1. Influencing Others

    Dimensi Influencing Others secara garis besar mengukur kemampuan leadership dan kemampuan persuasi seseorang. Seberapa mampu seorang individu mengajak orang lain untuk melakukan sesuatu atau mengadopsi sebuah cara pandang tertentu untuk menghasilkan hasil yang diinginkan pemimpin? Apakah dalam proses melakukan kegiatan tersebut, orang lain dapat diyakinkan untuk melakukannya atas motivasinya sendiri dan bukan atas dominasi si pembawa pengaruh tersebut? Dalam dimensi ini, yang dikaji adalah integritas, kemampuan negosiasi, independensi, dan karakter partisipan.

  1. Planning and Organizing

    Dimensi ini mengukur sampai sejauh mana seorang individu dapat mengatur pekerjaan dan sumber daya yang dimilikinya secara sistematis untuk pencapaian tugas yang efisien. Selain itu dari aspek masa depan, dimensi ini juga menilai sejauh mana individu dapat mengantisipasi masa depan dan menyiapkan diri terhadapnya. Dimensi ini mencakup kemampuan administratif, controlling, penjadwalan, pengaturan prioritas, pembentukan rencana taktis, strategic thinking, dan kepekaan terhadap waktu.

  1. Problem Solving

    Dimensi ini mengukur bagaimana individu dapat mengumpulkan informasi, memahami informasi teknis dan profesional yang relevan; menganalisa dan menggunakan informasi dengan efektif; menghasilkan pilihan, ide, dan solusi yang layak; memilih tindakan yang sesuai dengan masalah dan situasi; menggunakan sumber daya dengan cara-cara baru; dan kemampuan menghasilkan dan mendeteksi solusi yang imajinatif. Dimensi ini banyak berbicara mengenai tingkat kreatifitas individu ketika dihadapkan pada masalah dan sumber daya yang terbatas. Karena itu, dalam dimensi ini menilai kemampuan analitis, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan mengartikan informasi, kemauan untuk belajar, kepekaan terhadap detail dan lain-lain.

  1. Stress Tolerance (opsional)

    Dimensi ini bukan dimensi utama yang wajib, namun dalam berbagai penelitian dimensi ini ikut dimasukkan. Dimensi ini mengukur sampai sejauh mana seorang individu dapat menjaga efektifitasnya dalam situasi yang berbeda dan dalam derajat tekanan, oposisi, dan kekecewaan yang beragam. Beberapa jenis pekerjaan sangat memerlukan penilaian dari dimensi ini, namun sebagian lain juga tidak banyak mementingkan sektor ini. Karena itu, dimensi ini dijadikan cadangan dan dapat dipertimbangkan perusahaan sesuai dengan job description yang dibutuhkan. Dimensi ini mengukur kemampuan beradaptasi, fleksibilitas perilaku, stress management, tingkat toleransi untuk keadaan yang tidak menentu, dan sampai sejauh mana individu dapat mempertahankan perilaku baik dalam krisis.

 

Referensi:

Arthur, Jr, W. & Bennett, W. & Edens, P. & Bell, S. (2003). Effectiveness of Training in Organizations: A Meta-Analysis of Design and Evaluation Features. The Journal of applied psychology. 88. 234-45. 10.1037/0021-9010.88.2.234.

Coleman, J. S. (1987). Families and Schools. Educational Researcher, 16(6), 32–38. https://doi.org/10.3102/0013189X016006032

Thornton, G. C. III, & Rupp, D. E. (2006). Assessment centers in human resource management: Strategies for prediction, diagnosis, and development. Lawrence Erlbaum Associates Publishers.

REWARD & COMPENSATION: CREATING CAPTIVATING EMPLOYEE BENEFITS

Berdasarkan data yang dirilis oleh Glasdoor, Bain & Company mencetak rekor menjadi Perusahan Tempat Kerja Terbaik Tahun 2017. Bain & Company sebagai perusahaan konsultan bisnis raksasa itu telah 9 tahun berturut-turut menduduki 5 Besar dan selalu menduduki 3 Teratas pada 3 tahun terakhir. Bain & Company mencetak rating 4.6 pada akhir 2016, mengungguli Facebook (4.5) dan Google (4.4). Semakin tinggi angka ini, maka menunjukkan tingkat kepuasan karyawan yang tinggi pula. Berdasarkan kebanyakan review karyawan, terbukti bahwa mereka sangat puas terhadap lingkungan kerja Bain & Company yang menantang dan terus berkembang tiap harinya. Namun ternyata tidak hanya sampai di situ saja, Bain & Company ternyata menerapkan sistem reward & compensation yang menguntungkan karyawan. Apa saja bentuk reward & compensation yang dimaksud?

Yang pertama, perlu dipahami benar bahwa yang termasuk kompensasi adalah segala bentuk pembayaran langsung maupun tidak langsung kepada karyawan, termasuk upah gaji, bonus, saham, ataupun keuntungan lain (Gerhart & Milkovich, 1991). Sering kali perusahaan mengartikan kompensasi hanya sebatas gaji, asuransi, jaminan sosial, atau tunjangan pensiun. Padahal kenyataannya ada bentuk kompensasi lain yang lebih menarik dan lebih dapat meng-engage karyawan pada perusahaan.

Berikut adalah contoh-contoh bentuk kompensasi dari beberapa perusahan besar dunia yang bisa dijadikan referensi perusahaan:

  • Bain & Company : Bain World Cup

    Bain World Cup adalah sebuah turnamen tahunan yang diadakan Bain & Company untuk seluruh karyawannya di seluruh dunia. Setiap kota akan mengirimkan perwakilan timnya untuk berangkat ke tempat turnamen yang digilir tiap tahunnya. Tahun 2016 kemarin, turnamen diadakan di Brussels dan tahun 2017 ini, turnamen akan diadakan di Los Angeles. Perwakilan tim akan dipertemukan dengan perwakilan tim dari kota lain sehingga karyawan Bain dapat menjalin hubungan dengan karyawan Bain asal kota lain juga. Bain World Cup adalah wadah dimana hubungan profesional melebur dengan hubungan personal karyawan, sehingga penyelenggaraan turnamen ini selalu ditunggu setiap tahunnya. Karyawan yang mengikuti turnamen inipun mengaku puas dan mengaku semakin ter-engage dengan Bain. Oleh karena itu, Bain World Cup berhasil meraup rating 4.7 dalam list Top Employee Benefits yang dicatat oleh Glassdoor.

  • Facebook : Fasilitas Kantor yang Tidak Terbatas dan Baby Cash

    Perusahaan raksasa ini memberikan employee benefits berupa fasilitas hunian dan jaminan kesehatan bagi semua karyawan intern-nya. Fasilitas ini diberikan secara cuma-cuma dan tersedia di kantor utama Facebook yang baru pindah ke Menlo Park, California, 2015 lalu. Di kantor, karyawan juga dibebaskan untuk makan dan berpakaian sesuka mereka, sehingga kebijakan ini menuai banyak komentar positif. Karyawan mengaku merasa lega karena mereka tidak perlu memikirkan soal dresscode di Facebook. Selain itu, Facebook juga menyediakan Baby Cash, tunjangan yang diberikan pada karyawan Facebook yang baru melahirkan. Tunjangan ini terbukti sangat diapresiasi dan dihargai oleh karyawan terutama para orang tua baru.

  • IKEA : Cuti Melahirkan Berbayar hingga 4 Bulan dan Fasilitas Kantor yang Menyeluruh

    Di IKEA, kultur yang dipelihara adalah budaya kekeluargaan. Karena itu saat karyawan IKEA melahirkan, IKEA memberikan cuti berbayar hingga 4 bulan kepada karyawannya. Selain itu, kantor IKEA juga melingkupi kantin dengan menu variatif yang terjangkau, ruang loker dan shower, fasilitas lab komputer, ruang ibadah, dan ruang menyusui yang sangat berguna bagi ibu-ibu muda. Beberapa review karyawan juga memuji prosedur izin sakit yang mudah. Optimalisasi kantor seperti yang dilakukan IKEA juga bisa dipertimbangkan perusahaan sebagai bentuk reward/benefit karyawan.

  • Eventbrite : Tunjangan Kesehatan & Kesejahteraan

    Eventbrite memberikan bentuk kompensasi berupa kepedulian perusahaan terhadap kesehatan dan kesejahteraan karyawannya. Menurut Glassdoor, Eventbrite memberikan tunjangan $60 setiap bulannya untuk tunjangan kesehatan karyawannya yang bisa dipakai untuk biaya gym atau berlangganan jus detox. Karyawan memberikan rating 4.6 untuk usaha Eventbrite dalam menyejahterakan karyawannya.

Bentuk-bentuk employee benefits yang dijabarkan diatas bisa dijadikan referensi perusahaan untuk memformulasikan program yang efektif bagi karyawan. Perlu dicatat juga bahwa keadaan karyawan tiap perusahaan tidak serupa, sehingga tuntutan dan ekspektasi karyawan pada tiap perusahaan bisa beragam. Karena itu, perusahaan harus mengidentifikasi harapan karyawan sebelum merancang program. Program yang dibuat juga tidak perlu menggunakan sumber daya yang besar—manajemen harus kreatif dan memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai karyawannya.

 

Referensi:
https://www.glassdoor.com/blog/top-20-employee-benefits-perks-for-2017/
Gerhart, B., & Milkovich, G. T. (1990). Organizational differences in managerial compensation and financial performance. Academy of Management Journal, 33(4), 663-691. https://doi.org/10.2307/256286

HUMAN PSYCHOLOGY – MERASA ‘BERARTI’ ITU PERLU

Berdasarkan data yang dirilis oleh Gallup pada 2013, hanya 13% karyawan yang terlibat dengan pekerjaannya di seluruh dunia. Kecilnya angka ini menunjukkan kondisi emosional karyawan terhadap lingkungan pekerjaan yang memprihatinkan. 63% dari karyawan dari 140 negara yang terlibat dalam survei ini mengaku tidak termotivasi dengan pekerjaannya dan cenderung enggan memberikan usaha ekstra kepada perusahaannya. 24% sisanya mengaku benar-benar tidak bahagia dengan pekerjaannya dan tidak produktif di tempat kerja. Angka-angka ini pun mengarahkan manajemen pada sebuah pertanyaan besar yang perlu dikaji oleh perusahaan—mengapa karyawan tidak terlibat kepada perusahaan?

Langkah pertama yang perlu dianalisis oleh perusahaan adalah menganalisis mengapa karyawan tidak temotivasi. Menurut Kahn (1992), ‘arti’ psikologis yang diterima oleh individu mempengaruhi performa peran orang tersebut. Sehingga, PR pertama perusahaan adalah mencari cara bagaimana memberikan ‘arti’ bagi seorang individu. Faktor tersebut adalah karakteristik tugas, karakteristik peran, dan interaksi dalam pekerjaan.

  1. Karakteristik tugas

    Seseorang yang melakukan pekerjaan yang menantang, jelas tujuannya, bervariasi, kreatif, dan dalam batasan tertentu memiliki otonomi kuasa sendiri—orang ini akan cenderung memiliki perasaan bahwa pekerjaannya berarti  (Kahn 1990). Secara alamiah manusia ingin membuktikan dirinya dan kebutuhan ini termasuk kedalam kebutuhan tertinggi manusia menurut teori kebutuhan Maslow (1943). Pentingnya penghargaan terhadap tugas merupakan sesuatu yang kadang diremehkan perusahaan. Karyawan perlu merasa bahwa ia sedang menerima sebuah ‘kehormatan’ untuk menerima tugas, bukannya ‘beban’. Individu yang semakin tertantang untuk menahlukkan sebuah tugas tertentu akan memiliki motivasi yang lahir dari dirinya sendiri untuk benar-benar melakukannya. Contoh yang diberikan Kahn menggambarkan apresiasi yang tepat kepada individu yang berhasil melakukan karakteristik tugas yang sulit. Kahn menggambarkan situasi dimana seorang instruktur selam memberikan kesan terhadap kelas selam yang barusan ia ajar;“Kelas barusan merupakan kelas yang paling sulit dan paling berarti daripada kelas-kelas lain yang pernah saya ajar. Penyelaman tadi merupakan penyelaman yang sulit karena kondisi cuaca yang berbahaya. Saya juga harus berhati-hati setiap saat—saya harus mengawasi para penyelam dan persediaan oksigen mereka, kondisi kompas, juga gelombang dan ombak yang ada. Penyelaman tadi sulit, tapi rasanya sangat hebat.”

  1. Karakteristik peran

    Dimensi peran juga termasuk bahan yang perlu dipertimbangkan perusahaan. Pasalnya peran melambangkan influence, status, dan rasa “penting”. Seseorang akan merasa berarti saat ia memiliki sebuah peran dimana dia dapat meng-influence orang lain, menempati posisi yang penting dalam sistem, dan menerima status yang diinginkan. Menurut Lasch (1984), manusia akan selalu mencari-cari cara yang membuat mereka merasa penting dan istimewa, terutama bila dilihat dari skala dunia dimana mereka merasa bukan siapa-siapa. Perusahaan perlu merancang peran dimana meskipun karyawan hanya menyelesaikan pekerjaan kecil, namun mereka secara tidak langsung juga memberikan dampak bagi masyarakat luas. Peran karyawan perlu dibuat seakan-akan posisi tersebut dirancang hanya untuk orang pilihan atau dirinya seorang. Peran yang seperti ini akan membuat karyawan merasa dibutuhkan dan bukan hanya sebagai ‘budak’ pelaku pekerjaan perusahaan.

  1. Interaksi dalam pekerjaan

    Interaksi yang dimaksud dalam konteks ini adalah interaksi yang bersifat mengapresiasi pekerjaan seseorang. Saat seorang karyawan dipuji, maka pujian tersebut sifatnya meleburkan dimensi dunia profesional dan dimensi pribadi. Interaksi seperti ini cenderung mempersatukan dan menciptakan hubungan baik. Karyawan yang dipujipun merasa bahwa dirinya bernilai, dihargai, dan berarti bagi perusahaan. Bila pekerjaannya tidak diakui, maka karyawan akan cenderung menahan diri untuk kembali memberikan usaha mereka yang terbaik. Meski terlihat sepele, interaksi positif seperti ini sangat ampuh hingga sekarang. Contoh pemberian pujian paling sederhana yang dilakukan sebuah rumah sakit di Amerika Serikat adalah dengan menerapkan  taktik “interaksi positif” ini untuk mendorong staf rumah sakit untuk mencuci tangan. Pihak rumah sakit menaruh sebuah monitor di atas wastafel yang akan secara otomatis memberikan pujian seperti “good job!” ketika staf mencuci tangannya. Upaya pemberian pujian ini sangat simple dan terbukti lebih efektif dibandingkan dengan upaya sebelumnya yaitu memasang poster-poster berisi bermacam-macam bahaya higienitas yang minim. Dari penjabaran di atas, perusahaan dapat mengetahui bahwa pengakuan atas pekerjaan, peran dan interaksi positif dapat meningkatkan rasa ‘belonging’ karyawan. Meskipun terlihat sederhana, ternyata aspek psikologis berupa penghargaan dan pemberian arti sangat berpengaruh pada engagement karyawan. Setelah seragkaian penjelasan di atas, tidak terlambat bagi perusahaan untuk mulai menciptakan lingkungan pekerjaan yang lebih baik dari sekarang.

 

Referensi:

Kahn, W. A. (1990). Psychological Conditions of Personal Engagement and Disengagement at Work. The Academy of Management Journal, 33(4), 692–724. https://doi.org/10.2307/256287
Kahn, W. A. (1992). To Be Fully There: Psychological Presence at Work. Human Relations, 45(4), 321–349. https://doi.org/10.1177/001872679204500402
Lasch, Christopher. 1984. The Minimal Self: Psychic Survival in Troubled Times. London : Picador.

GOOGLE : THE HAPPY EMPLOYEES

“I Hate Monday”

Bagi sebagian besar orang, Senin adalah hari paling terkutuk dan dibenci dalam seminggu. Namun benarkah orang-orang membenci hari Senin? Atau mereka tidak menyukai ide ‘kembali kerja’ setelah weekend? Apakah bagi karyawan, membayangkan tempat kerjanya adalah seperti membayangkan neraka?

Sebagai manager, tentu tujuan utama departemen personalia adalah menyejahterakan karyawannya. Goal yang ingin dituju adalah bagaimana karyawan bisa senang, puas, dan bangga terhadap perusahaannya. Harapannya bahwa dengan karyawan yang senang, perusahaan juga bisa disenangkan dengan produktivitas dan output yang dihasilkan. Secara sederhana, begitulah konsep employee engagement yang perlu diterapkan perusahaan.

Employee Happiness

Menurut Jessica Wisdom dari People & Innovation Lab Division di Google, perusahaan senantiasa harus memelihara employee happiness. Google, sebagai pengembang IT ternama di dunia, juga memprioritaskan kebahagiaan karyawan demi memfasilitasi mereka untuk bekerja lebih produktif. Kebahagiaan karyawan menjadi pondasi utama untuk membangun engagement yang baik, yang kemudian berbuah produktivitas yang lebih baik. Namun seringkali kebahagiaan didefinisikan sebagai goal yang terlalu abstrak dan tidak realistis. Lalu bagaimana perusahaan bisa membahagiakan karyawan dengan cara-cara yang nyata?

(BACA JUGA: How Stress Works?)
Belajar dari Upaya Google

Google adalah perusahaan yang bergerak dengan basis data. Bahkan kebahagiaan karyawannyapun juga diraih dengan analisis dan hasil penelitian yang mendalam. Tahap sederhana yang krusial dalam pengumpulan data Google adalah tes kepribadian. Setiap calon karyawan Google wajib mengikuti personality test, seperti kebanyakan perusahaan pada umumnya. Namun yang menarik adalah hasil tes tidak hanya dipakai menjadi bahan pertimbangan proses rekrutmen saja, namun juga sebagai dimasukkan keadalam database Google yang disebut Psychological Profiling. Dari hasil analisis profiling ini, Google mendesain program-program karyawan yang berdampak real.

Sebut saja, contoh sederhananya adalah free food. Google dikenal sebagai kantor yang menyediakan fasilitas makanan gratis pagi, siang, dan malam. Google tidak hanya menyediakan tipikal makanan “gratis” yang murahan, Google bahkan menyewa chef untuk memasakkan karyawannya. Tidak berhenti sampai disitu, Google rela run the extra mile dengan mempekerjakan chef-chef tersebut untuk menganalisis menu makanan yang menyehatkan karyawannya. Bagi Google, biaya makanan karyawan memang besar. Namun bukankah biaya employee turnover juga sama besarnya?

Contoh lainnya adalah berupa free workspace. Kantor Google didesain dengan banyak ruang terbuka (free spaces) dan beragam fasilitas tambahan lain untuk menunjang kehidupan karyawan di kantor. Google menyadari bahwa waktu yang dihabiskan oleh karyawan di kantor sangat menyita waktu pribadi karyawan, belum termasuk dengan waktu yang dihabiskkan untuk transportasi. Jadi Google mengambil langkah inisiatif untuk mendesain fasilitas perpustakaan, studio musik, gym, massage, dan beragam fasilitas entertainment lain yang boleh digunakan oleh karyawan. Tidak hanya itu, Google juga menyadari pentingnya karyawan untuk tidak terjebak dimeja kerjanya dan krusialnya hubungan antar pekerja departemen. Hal inilah yang mendasari Google untuk merancang kantor dengan banyak ruang terbuka dimana karyawan bisa duduk bekerja di ‘ruang tamu’ sambil bercengkrama dengan karyawan divisi lain atau untuk sekedar mencari inspirasi. Tidak hanya ‘ruang tamu’, Google juga memiliki banyak ruang kecil terpisah bagi karyawannya yang kesulitan untuk bekerja di ruang penuh keramaian. Dengan adanya free spaces ini, Google berusaha mencegah karyawan yang ‘sumpek’ atau karyawan yang hanya akrab dengan divisi/departemennya sendiri.

Bahkan Google juga menyadari pentingnya hari yang dimulai dengan baik. Ada berapa banyak dari karyawan yang sering datang ke kantor dengan wajah kesal karena kesulitan parkir atau karena pekerjaan rumah yang belum selesai? Google menyediakan fasilitas valet parking bagi setiap karyawan—tidak terkecuali manajemen atas saja—dan fasilitas laundry gratis. Bahkan Google juga membebaskan karyawannya untuk membawa binatang peliharaan karyawan ke kantor, sehingga karyawan tidak perlu khawatir meninggalkan binatang perliharaannya dirumah seharian. Hal ini mungkin terdengar simpel, namun cukup revolusioner karena mencegah terjadinya mood karyawan yang rusak di pagi hari.

Serangkaian upaya Google yang dibahas tadi baru beberapa bentuk saja dan belum mencakup seluruh upaya Google dalam menyejahterakan karyawannya. Namun dari sini perusahaan bisa belajar bahwa penting untuk mengenal perilaku dan karakteristik karyawan dalam bekerja. Google melakukannya dengan teknik paling mudah dan yang sebenarnya sudah dilakukan kebanyakan perusahaan—yaitu dengan melakukan tes kepribadian. Namun sudahkah perusahaan menggunakan data yang ada dengan semaksimal mungkin? Data yang dimiliki perusahaan seharusnya dipakai untuk mengembangkan cara-cara yang sekiranya dapat ‘membahagiakan’ karyawan. Apa yang bisa membuat mereka senang? Apa yang membuat mereka merasa kesal dan tertekan? Dengan pengenalan perilaku karyawan, perusahaan bisa meminimalisir terjadinya error dalam merancang program karyawan yang sia-sia dan mengalihkan sumber daya untuk mendesain cara-cara simpel yang bisa mendorong kebahagiaan karyawan. Apabila karyawan senang dengan pekerjaannya, Senin tidak lagi jadi masalah bagi perusahaan.

EMPLOYEE VALUE PROPOSITION DAN EMPLOYEE ENGAGEMENT WWF

People may not remember exactly what you did or what you said, but they will always remember how you made them feel.

Orang bisa tidak mengingat persis apa yang Anda pernah lakukan atau apa yang Anda pernah katakan, namun mereka akan selalu mengigat bagaimana Anda pernah membuat mereka merasakan sesuatu.

-Tony Hsieh, CEO Zappos

Seperti kutipan CEO Zappos, Tony Hsieh, pada umumnya manusia cenderung mengingat perasaan. Contohnya bagaimana mereka merasa berterima kasih terhadap budi baik orang lain atau bagaimana mereka merasa marah atas perlakuan orang lain yang tidak pantas. Dalam ilmu Marketing Management, hal ini merupakan ilmu psikologi yang mendasari customer experience, customer loyalty, dan customer engagement. Banyak perusahaan sudah memahami konsep ini, namun mereka tidak menyadari bahwa konsep yang sama perlu diterapkan ke dalam perusahaan.

Employee Value Proposition untuk Employee Engagement

Dalam menciptakan employee engagement, diperlukan pendekatan terhadap karyawan. Sama seperti sebuah perusahaan yang berusaha mendekati konsumen untuk melihat nilai dan benefit produk, perusahaan juga perlu mendekati karyawan untuk bisa menyadari nilai dan benefit pemberi kerja. Usaha pendekatan ini merupakan usaha ‘branding’ perusahaan terhadap konsumen maupun karyawan. Konsep pendekatan ini berbicara mengenai bagaimana perusahaan ingin menciptakan sebuah hubungan yang intim dan mendalam terhadap konsumen dan karyawan, sehingga mereka jatuh cinta terhadap perusahaan dan “mendarah daging” dengan perusahaan.

Tandehill (2006) menyatakan definisi employee value proposition yang menarik; EVP sebagai sebuah statement mengapa pengalaman kerja dalam organisasi satu lebih baik daripada oraganisasi lain. Contoh pengaplikasian EVP yang sukses adalah pada organisasi nirlaba yang berhasil menarik orang untuk melakukan donasi atau memberikan bantuan sukarela tanpa dibayar. Bagaimana organisasi tersebut menarik orang untuk memberikan sumber daya pada mereka tanpa kompensasi?

Mari ambil contoh, WWF (World Wildlife Fund) yang merupakan organisasi nirlaba yang bergerak di bidang konservasi ekosistem di seluruh dunia. WWF mampu menciptakan engagement dengan menggunakan emotional approach dimana WWF mengajak orang untuk sadar akan pentingnya konservasi dan ecosystem sustainability untuk masa depan bumi sebagai temapt tinggal yang lebih baik. WWF berusaha untuk menekankan bahwa pelestarian alam itu krusial dan perlindungan terhadap ekosistem sangat dipelukan. Bila alam rusak, maka kemana Anda akan pindah? Kesadaran ini dijadikan landasan bagi WWF menarik orang untuk mengambil langkah nyata sekarang sebelum terlambat. Langkah keterlibatan yang bisa diambil bisa berbagai macam, contohnya berupa donasi atau bantuan tenaga dalam organisasi. Tidak heran bahwa dalam proses perekrutan staf, WWF menonjolkan bagian dimana orang-orang bisa memberikan kontribusi dan perubahan terhadap bumi.

Imagine waking up every morning, ready to take on important work in an organization that is changing the world. Imagine building your career while protecting the future of nature for generations to come. At WWF, our employees know they are making a difference every day.

Bayangkan bila tiap pagi Anda bangun, siap untuk mengambil pekerjaan penting dalam organisasi yang mengubahkan dunia. Bayangkan Anda sedang membangun karir sambil melindungi alam untuk generasi yang akan datang. Di WWF, karyawan kami tahu bahwa mereka sedang membuat perubahan setiap harinya.

-WWF

WWF membuat dua hal yang terlihat tidak berhubungan—mengubah dunia dan membangun karir—menjadi sebuah hal yang terjalin sempurna. WWF membuat pengalaman kerja di WWF berbeda dari bekerja bagi organisasi lain karena di WWF, Anda dapat membawa perubahan bagi dunia. Inilah yang menjadi EVP dari WWF, bahwa Anda bekerja bukan bagi WWF, namun bagi kebaikan dunia dan masa depan generasi anak cucu Anda. Dari pendekatan ini, calon partisipan dapat memahami kultur organisasi dan bahkan mengadopsi visi organisasi menjadi visi pribadi mereka. Hal inilah yang disebut proses engagement, dimana organisasi mendarah daging ke partisipannya. Orang-orang seperti inilah yang menguntungkan perusahaan/organisasi, karena mereka secara otomatis terarahkan kepada visi dan tujuan jangka panjang tanpa perlu terus-menerus dimotivasi.

Perusahaan juga harus menemukan value proposition yang dapat ditawarkan kepada karyawannya. Manajemen bisa berangkat dari pertanyaan ini; mengapa orang yang bertalenta harus bekerja pada Anda dan bukan pada perusahaan lain? Nilai dan benefit unik apa yang dapat dirasakan karyawan saat bekerja pada perusahaan Anda? Siapkah perusahaan memikat pribadi karyawan?

SAD TRUTH: YOU ARE JUDGED BY YOUR COVER

Seperti kata pepatah, jangan nilai orang dari fisiknya. Namun kenyataannya, di era dimana waktu menjadi sesuatu yang terbatas dan sangat langka, you do judge a book by its cover. Bagaimanapun juga, kita tidak bisa mengelak dari kenyataan bahwa selain diciptakan untuk merepresentasikan apa yang ada didalamnya, cover memang dirancang untuk menarik perhatian. Bahkan tidak jarang, cover malah menjadi lebih penting daripada isi dalamnya. Tidakkah sering kita jumpai perilaku orang yang membeli barang hanya karena packagingnya lucu? Pula betapa seringnya kita jumpai perilaku orang yang akhirnya memutuskan untuk membeli satu brand dibanding brand lain karena tampaknya lebih ‘meyakinkan’?

Banyak perusahaan akan mengelak untuk menjawab jujur, namun dalam proses perekrutan, menarik tidaknya penampilan calon karyawan berpengaruh sangat besar. Bahkan seringkali penampilan juga termasuk kriteria yang disandingkan dengan tingkat pendidikan, kompetensi, dan pengalaman. Lalu wajarkah penilaian penampilan ini dilakukan oleh perusahaan meskipun penilaian penampilan juga belum tentu merepresentasikan kompetensi?

Sebuah studi yang diterbitkan oleh American Psychology Association memetakan secara jelas antara hubungan presentasi individu dengan penilaian interview dan performa pekerjaan. Studi ini mengangkat teori ‘social influence’ dan ‘interdependence’ sebagai landasan teori dan mempelajari variabel yang terkait, yaitu penampilan fisik, manajemen impresi, dan perilaku verbal dan non-verbal.

Social Influence & Interdependence

Teori social influence berbicara mengenai natur manusia ketika berinteraksi secara sederhana—mereka ingin memberikan pengaruh kepada orang lain atau mereka ingin dipengaruhi oleh orang lain (Cialdini & Trost, 1998; Levy, Collins, & Nail, 1998). Saat berinteraksi, manusia akan secara alamiah menempatkan diri dan mengekspresikan perilaku yang sekiranya memancing reaksi tertentu pada lawan bicaranya (Goffman, 2006). Contohnya, sewaktu seseorang ingin memberikan pengaruh, maka orang ini akan menunjukkan perilaku yang meyakinkan pendengarnya. Entah itu dengan berbicara dengan penekanan atau dengan suara keras, dan lain-lain. Hal yang sama juga berlaku pada saat seseorang ingin dipengaruhi—ia akan secara sengaja mendengarkan, berkonsentrasi, dan memperhatikan pembicaranya.

Sementara teori interdependence (Rusbult & Van Lange, 2003), di sisi lain, lebih menekankan pada peran situasi dimana interaksi tersebut berlangsung. Situasi ini berhubungan dengan bergantungnya satu pihak dengan pihak lain dalam berbagai hal. Contohnya dalam konteks interview, kandidat bisa saja secara sengaja membuat representasi dirinya supaya terlihat profesional karena dalam situasi interview, si kandidat memiliki kepentingan yang bergantung pada keputusan interviewernya.

Penampilan Fisik, Manajemen Impresi, dan Perilaku Verbal dan Non-Verbal

Setelah memahami apa yang menjadi latar belakang interaksi manusia, berikut dijabarkan faktor-faktor yang menjadi highlight utama dalam proses penilaian presentasi diri.

  • Penampilan Fisik

    Penampilan fisik adalah faktor paling mentah dan paling mudah diidentifikasi dari penilaian presentasi diri. Faktor ini dapat secara gamblang ditimbang kesesuaiannya. Faktor penampilan fisik antara lain meliputi tingkat higienitas (kebersihan), personal grooming, dan kelayakan busana.

  • Manajemen Impresi

    Manajemen impresi berbicara mengenai taktik bagaimana seorang individu menempatkan diri untuk membangun citra yang diinginkannya di benak lawan bicaranya. Orang yang lihai dalam manajemen impresi akan memanipulasi opini dan evaluasi afektif lawan bicaranya tanpa disadari (Rosenfeld, Giacalone, & Riordan, 1995). Dalam konteks pekerjaan, manajemen impresi bisa dikaitkan dengan persepsi performa pekerjaan dan promosi. Seseorang yang memiliki impresi yang baik, tentu akan memiliki kesempatan yang lebih besar untuk unggul.

  • Perilaku Verbal dan Non-Verbal

    Perilaku verbal dan non-verbal adalah bentuk komunikasi yang paling umum dimana individu mengikatkan diri dan hal ini menjadi bentuk yang penting dalam social influence (Ferris et al., 2002). Contoh bentuk perilaku verbal yang bisa diamati adalah kecepatan bicara dan pemilihan kata, sementara untuk aspek non-verbal adalah gestur tubuh, senyum, dan kontak mata. Sering kali perilaku ini dikendalikan dibawah alam sadar individu, namun melalui latihan, seseorang bisa saja mengontrol perilakunya. Penggunaan taktik ini bisa juga mengeliminasi persepsi ‘stranger’ dan membuat lawan bicara menjadi merasa lebih nyaman dan ramah. Dalam konteks interview, penggunaan taktik yang baik akan membuat interviewer mengamati dan mendengarkan si kandidat dan bisa saja menaikkan rating kandidat terkait.

Bila disimpulkan, seluruh pembahasan ini adalah pembahasan mengenai kecenderungan sikap dan perilaku manusia. Sulit dipungkiri bahwa first impression memang sangat penting dalam membentuk persepsi jangka panjang—dalam hal ini, terkait dengan penerimaan dan performa pekerjaan di masa depan. Namun tentu saja penilaian ini tidak mampu seratus persen menjamin representasi yang valid dan standar penilaian ini sangat objektif. Baiknya perusahaan mempelajari lebih lanjut mengenai analisa lebih dalam terhadap sikap dan perilaku kandidat dan bukannya terpaku pada penilaian pada situasi interview saja. Pula bagi calon karyawan, ada baiknya untuk mengerti pentingnya peranan representasi diri sehingga individu dapat menempatkan diri sewajarnya dan sepantasnya.

 

Referensi:

Cialdini, Robert & Goldstein, Noah. (2004). Social Influence: Compliance and Conformity. Annual review of psychology. 55. 591-621. 10.1146/annurev.psych.55.090902.142015.

Ferris, G.R., Perrewé, P.L., & Douglas, C. 2002. Social effectiveness in organizations: Construct validity and research directions. Journal of Leadership & Organizational Studies, 9: 49-63

Goffman, E. (2006). The Presentation of Self. In D. Brissett & C. Edgley (Eds.), Life as theater: A dramaturgical sourcebook (pp. 129–139). AldineTransaction.

Levy, David & Collins, B.E. & Nail, Paul. (1998). A new model of interpersonal influence characteristics. Journal of Social Behavior and Personality. 13. 715-733.

Rosenfeld, P. & Giacalone, R. & Riordan, C. (1994). Impression Management Theory and Diversity: Lessons for Organizational Behavior. American Behavioral Scientist – AMER BEHAV SCI. 37. 601-604. 10.1177/0002764294037005002.

Rusbult, C. & Van Lange, P. (2003). Interdependence, Interaction, and Relationships. Annual review of psychology. 54. 351-75. 10.1146/annurev.psych.54.101601.145059.

PENGARUH PERUBAHAN CUACA TERHADAP MOOD DAN PRODUKTIVITAS KARYAWAN

Telah terbukti dalam studi, bahwa perubahan cuaca memiliki dampak terhadap perubahan mood. Cuaca cerah diindikasikan memicu energi positif, dan begitu pula sebaliknya. Menurut BMKG, curah hujan di Indonesia berkisar di antara 500mm – 4.000mm per tahunnya. Setiap tahunnya, pemerintah Indonesia di tingkat daerah harus mempersiapkan mitigasi guna menghindari dan meminimalkan risiko bencana hidrometeorologi. Bagaimana dengan perusahaan? Apa yang perlu disiapkan perusahaan untuk menjaga mood dan produktivitas karyawannya?

Emosi vs. Feeling vs. Mood

Menurut 6seconds, sebuah organisasi yang bergerak di bidang emotional intelligence, emosi adalah zat kimia yang diproduksi oleh tubuh sebagai bentuk respons dari rangsangan yang diterima. Otak hanya perlu ¼ detik untuk mengidentifikasi pemicunya ditambah ¼ detik lagi untuk memproduksi zat ini. Emosi biasanya hanya bertahan setidaknya 6 detik. Dari emosi, terbentuk feeling. Feeling terjadi ketika emosi ‘dirasakan’ dan ‘diresapi’ oleh individu. Feeling merupakan sensasi atas rangsangan emosi yang diresapi. Berbeda dengan moodmood merupakan campuran dari feeling dan emosi yang bertahan selama periode waktu yang lebih lama. Mood dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (cuaca, penerangan, suasana, dll) atau oleh faktor internal (apa yang sedang difokuskan dan emosi yang sedang dirasakan).

Cuaca dan Mood

Dalam sebuah penelitian di Jerman terhadap lebih dari 1600 individu, terbukti bahwa individu yang terekspos oleh sinar matahari secara reguler memiliki stabilitas mood yang berbeda dibanding dengan yang tidak. Dalam studi ini dijabarkan bahwa kulit yang terekspos sinar matahari akan memicu produksi zat serotonin di otak. Zat serotonin sendiri merupakan zat biokimia yang membantu mengurangi depresi dan kegelisahan, sekaligus memicu kesenangan. Peningkatan zat serotonin dalam tubuh akan menstabilkan mood dan membantu individu untuk lebih fokus. Sementara kadar serotonin yang rendah diindikasikan dengan efek negatif dan depresi.

Cuaca dan Produktivitas

Apa Anda pernah membaca buku, menghabiskan beberapa paragraf dan halaman, namun sampai di suatu titik Anda tidak merasa membaca sesuatu? Lalu dengan terpaksa, Anda harus menghabiskan beberapa waktu lagi untuk mengulang bacaan Anda dari titik terakhir yang Anda ingat. Bila ya, maka secara tidak sadar Anda sudah melakukan mind wandering. Dalam sehari, rata-rata otak manusia melakukan mind wandering adalah 50-80%. Dapat dibayangkan betapa terbatasnya waktu otak dalam mode fokus dibandingkan dengan mode mind wandering. Padahal tingginya intensitas mind wandering sering dihubungkan dengan tingginya kegelisahan, depresi, kurang fokus, dan dalam kasus terparah dapat memicu dementia.

Sebaliknya, produktivitas tentu akan meningkat secara otomatis dengan peningkatan fokus dan konsentrasi. Namun pertanyaannya, bagaimana kita bisa mengaktifkan mode fokus otak kita saat bekerja? Cuaca, dalam hal ini, memiliki pengaruh dalam tingkat konsentrasi. Ada tiga faktor utama yang dapat mempengaruhi konsentrasi yaitu; kelembapan, temperatur, dan waktu atas cahaya matahari. Dari ketiga faktor ini, kelembapan merupakan faktor yang terbukti secara dramatis mempengaruhi konsentrasi. Kelembapan yang terlalu tinggi ternyata beresiko mengurangi konsentrasi. Hal ini juga berarti di waktu hujan ketika tingkat kelembapan terlalu tinggi, maka konsentrasi bisa berkurang.

Di sisi lain, temperatur udara juga terbukti berpengaruh pada tingkat skeptisme individu. Sementara lawannya, optimisme, dipengaruhi secara signifikan oleh waktu atas cahaya matahari. Semakin lama seseorang terpapar cahaya matahari, diindikasikan bahwa orang tersebut cenderung akan lebih optimis. Bahkan dalam studi lanjut, optimisme juga dikaitkan dengan perilaku suka membantu, sehingga tingginya waktu atas cahaya matahari juga berpengaruh terhadap perilaku membantu seseorang.

Bagaimana cuaca dapat mempengaruhi mood dan produktivitas merupakan dimensi yang jarang dipertimbangkan oleh perusahaan. Padahal ternyata perubahan cuaca dapat berpengaruh terhadap lingkungan pekerjaan Anda. Ada baiknya bagi perusahaan untuk mulai memperbaiki infrastruktur kantor maupun pabrik, sehingga karyawan dapat bekerja dengan lebih maksimal. Untuk jangka panjang, perusahaan juga bisa mengurangi klaim atas gangguan kesehatan dan meningkatkan atmosfir kerja yang lebih kondusif.