Latar Belakang Continuous Improvement

Continuous improvement adalah kerangka kerja yang mendorong organisasi untuk melakukan perbaikan dan pengembangan secara terus menerus dengan menganalisis kesalahan serta masalah pada lingkungan bisnis secara berkala agar kesalahan tersebut tidak diulangi di masa depan. Identifikasi Ini dapat dilakukan melalui berbagai metode seperti meminta umpan balik karyawan, umpan balik pelanggan, analisis data, pembandingan, dan evaluasi proses. Setelah itu, organisasi dapat menyusun strategi perbaikan yang tepat untuk mengatasi masalah yang ada. Jadi, organisasi perlu melakukan perubahan – perubahan kecil, namun dilakukan secara berkelanjutan sehingga terjadi pertumbuhan yang bertahap. Untuk mendukung continuous improvement, organisasi perlu membangun budaya yang merangkul perubahan dan komitmen setiap pemangku kepentingan agar bekerja dengan lebih baik dari hari ke hari.

BACA JUGA: WHAT IS CONTINUOUS IMPROVEMENT?

Bahan bakar utama dalam continuous improvement adalah masalah yang perlu diselesaikan. Terdapat dua faktor yang melatarbelakangi masalah yang timbul di organisasi: faktor eskternal (Voice of Customer) dan faktor internal (Voice of Business):
  • Voice of Customer (VoC). VoC adalah istilah yang sering digunakan dalam bisnis untuk menekankan pentingnya memahami dan menyelaraskan perspektif pelanggan dalam pengambilan keputusan serta pengembangan strategi. Untuk menilai masalah yang timbul pada pelanggan, organisasi perlu mengumpulkan dan menganalisis informasi umpan balik mengenai pengalaman, keluhan, kebutuhan, dan harapan mereka terhadap produk. Pendekatan VoC bertujuan untuk mengumpulkan data kualitatif dan kuantitatif langsung dari pelanggan untuk mendapatkan wawasan tentang persepsi, opini, dan kritik mereka. Umpan balik ini dapat diperoleh melalui berbagai saluran, seperti survei, wawancara, media sosial, dan ulasan pelanggan. VOC adalah bahan bakar utama bahkan dalam proses continuous improvement.
  • Voice of Business (VoB). VoB mengacu pada perspektif, wawasan, dan prioritas organisasi itu sendiri. Ini mencakup sudut pandang internal, tujuan, dan strategi bisnis yang mendorong pengambilan keputusan strategis. Sementara VoC berfokus pada umpan balik pelanggan, VoB berpusat pada umpan balik pemangku kepentingan internal dalam organisasi. Faktor ini dapat mencakup sistem kerja, budaya, manajemen organisasi, dan lainnya. Pendekatan ini dapat dilakukan dengan melakukan beberapa pendekatan pengumpulan data, misal survei, diskusi kelompok yang terfokus, atau pengamatan langsung kepada seluruh dinamika pemangku kepentingan mengenai kepuasan, kebutuhan, hambatan, dan saran mereka terhadap manajemen organisasi. Dengan adanya pengumpulan data ini, organisasi dapat menetapkan prioritas dan penyelesaikan masalah internal yang tepat untuk menghasilkan perbaikan yang berkelanjutan.
  Referensi: https://www.qualtrics.com/experience-management/customer/what-is-voice-of-customer/#:~:text=Voice%20of%20the%20Customer%20(VoC)%20is%20a%20term%20that%20describes,for%20your%20products%20or%20services. https://www.projectmanagement.com/contentPages/wiki.cfm?ID=238047&thisPageURL=/wikis/238047/voice-of-the-business#_=_    

6 Kesalahan Umum dalam Analisis SWOT

Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat) merupakan sebuah kerangka kerja yang membantu organisasi dalam mengidentifikasi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) yang memengaruhi organisasi dan bisnis. Meskipun terlihat sederhana, Analisis SWOT merupakan langkah yang krusial untuk menyusun strategi dan menetapkan objective sehingga organisasi memiliki perspektif yang lengkap dan berimbang tentang dirinya dan bagaimana harus bersikap (membuat strategi).

Berikut beberapa kesalahan umum dalam analisis SWOT:

  1. Salah mengasumsikan aspek SWOT. Beberapa organisasi mungkin salah menafsirkan aspek yang akan dianalisis, contohnya aspek yang seharusnya merupakan ancaman (Threat) dianggap sebagai peluang (Opportunity). Kesalahan ini menyebabkan organisasi menyusun strategi yang tidak relevan dengan kebutuhannya dan pada akhirnya objective yang ditetapkan juga tidak efektif. Kesalahan macam ini bisa diantisipasi dengan pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang apa yang disebut dengan internal dan eksternal, kekuatan dan kelemahan, serta peluang dan ancaman. Konsultan atau profesional strategi yang baik akan meningkatkan kualitas SWOT dan mempertajam strategi yang sedang dibuat.
  1. Salah memformulasikan strategi. SWOT Matrix adalah pengembangan alat strategis yang berbasis pada Analisis SWOT dan membuat penyusunan strategi menjadi lebih tertata secara visual dan konseptual. Pembuatan Matriks SWOT memerlukan kompetensi tersendiri karena dalam beberapa praktek, para manajer dan timnya memasukkan hal-hal yang sifatnya taktis, bukan strategis, sehingga kita tidak bisa mendapatkan strategi atau sasaran yang relevan untuk pencapaian goal yang kita dambakan. Salah satu cara untuk mengatasi ini adalah dengan memaksa semua anggota tim penyusun strategi menggunakan kata kerja yang bernuansa peningkatkan (misal: meningkatkan) sehingga muncul kalimat sasaran (objective), bukan tindakan (action)
  1. Mencantumkan terlalu banyak isi dalam setiap aspek. Kesalahan ini dilakukan karena organisasi tidak memiliki tujuan analisis yang jelas sehingga memasukkan semua hal pada masing-masing aspek yang seharusnya tidak perlu atau tidak relevan. Isi yang terlalu banyak menyebabkan organisasi harus menyusun strategi yang tidak diperlukan akibatnya proses ini hanya membuang waktu. Untuk menghindari kesalahan ini, organisasi dapat membatasi isi dengan 3-5 poin saja dalam setiap aspek SWOT.
  1. Melebih – lebihkan kekuatan. Kekuatan (Strength) merupakan aspek yang biasanya diisi pertama karena paling mudah dianalisis, namun sering kali organisasi melebih-lebihkan kekuatannya karena ingin terlihat menonjol. Tindakan ini hanya akan membuat penyusunan strategi menjadi tidak relevan. Untuk menghindari kesalahan ini, organisasi dapat mengikuti solusi pada poin pertama. Dengan 3-5 poin saja, organisasi tidak bisa melebih-lebihkan kekuatannya. Selain itu, organisasi juga dapat mengumpulkan umpan balik dari karyawan mengenai kekuatan organisasi sehingga setiap poin tidak dianalisis menurut pemimpin atau level eksekutif saja. Di beberapa perusahaan di Indonesia, justru kadang yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu melebih-lebihkan kelemahan. Ini juga akan menyesatkan dan solusinya adalah sama dengan yang di atas: cukup 3-5 poin kelemahan saja.
  1. Tidak mengakui kekurangan. Menganalisis kekurangan (Weakness) merupakan salah satu kunci keberhasilan organisasi karena salah satu tujuan analisis SWOT adalah meminimalkan kelemahan, namun organisasi sering kali enggan mengakui kelemahannya karena gengsi atau faktor lainnya. Untuk menghindari kesalahan ini, organisasi perlu mengedukasi setiap anggota jika menganalisis kelemahan tidak digunakan untuk menghakimi, melainkan untuk perbaikan dan pengembangan.
  1. Mengabaikan analisis PESTEL atau 5 Forces. Menganalisis peluang (Opportunity) dan ancaman (Threat) merupakan tantangan tersendiri bagi organisasi karena keduanya merupakan aspek eksternal bisnis yang dinamis dan sering kali tidak jelas. Jadi, organisasi disarankan untuk menggunakan analisis PESTEL (Political, Economic, Social, Technological, Legal, and Environment) dan 5 Forces (kompetisi, pemasok, pelanggan, pendatang baru, dan produk substitusi) untuk membantu organisasi menilai faktor eksternal bisnis. Dengan bantuan dua alat analisis ini, organisasi bisa mendapatkan suatu pemahaman sistematis tentang peluang dan ancamannya dan menyusunnya dalam Analisis atau Matriks SWOT yang sistematis, solid, dan menginspirasi.

 

BACA JUGA:

STRATEGI SUKSES MENGGUNAKAN SWOT ANALISIS

MEMAKSIMALKAN LABA DENGAN ANALISIS SWOT

 

Referensi:
Tedja, Ferry Wirawan (2020). PMS: A Handbook of Modern Performance Management System. Samahita Wirotama.
Tedja, Ferry Wirawan (2021). Objective and Key Results (OKR). Samahita Wirotama.
Tedja, Ferry Wirawan (2022). Strategy Execution. Samahita Wirotama.
https://creately.com/blog/diagrams/common-swot-analysis-mistakes/
https://mktoolboxsuite.com/swot-analysis-mistakes/
https://www.conwise.de/en/do-you-know-the-5-most-common-mistakes-in-a-swot-analysis/

 

Strategy Choice Cascade

Salah satu faktor yang memengaruhi berjalannya sebuah bisnis adalah strategi, yaitu serangkaian aktivitas yang dilakukan secara berbeda atau lebih baik daripada kompetitor. Strategi bukan sekedar dokumen perencanaan, namun strategi adalah serangkaian keputusan (decision) yang mendukung perusahaan untuk memenangkan persaingan serta membentuk keunggulan kompetitifnya. Gerry Johnson dan Kevan Scholes mengatakan bahwa strategi menentukan arah dan ruang lingkup perusahaan dalam jangka panjang. Bagi mereka, strategi harus menentukan bagaimana sumber daya dikonfigurasi untuk memenuhi kebutuhan pasar dan pemangku kepentingan.

Untuk merumuskan sebuah strategi, perusahaan dapat menggunakan salah satu kerangka kerja Strategy Choice Cascade, yaitu alat bagi perusahaan untuk menganalisis elemen penting dalam keputusan strategis. Strategy Choice Cascade ditemukan oleh A.G. Lafley dan Roger Martin yang dijelaskan pada bukunya “Playing to Win”. Dalam buku tersebut, dijelaskan bahwa setiap elemen pada framework ini akan membantu perusahaan menganalisis kondisi perusahaan saat ini, tujuan perusahaan, kebutuhan perusahaan, serta bagaimana cara perusahaan mencapai tujuan tersebut.

Terdapat lima komponen utama dalam Strategy Choice Cascade:

What is our winning aspiration?

Pada tahap ini, manajemen harus menentukan tujuan strategis perusahaan karena strategi selalu berhubungan dengan setiap keputusan yang diambil oleh perusahaan. Ini merupakan langkah yang krusial karena tujuan berfungsi sebagai dasar alokasi sumber daya yang dimiliki.

Where will we play?

Tahap ini berbicara tentang menetapkan faktor-faktor penentu dalam sebuah strategi, yaitu letak geografi, konsumen, channel, penawaran, dan pemangku kepentingan.

  • Perusahaan harus menetapkan strategi yang tepat untuk setiap wilayah yang berbeda.
  • Perusahaan harus menetapkan target konsumen berdasarkan perspektif segmentasi demografis, psikografis, perilaku, dan geografis.
  • Perusahaan harus menentukan bagaimana produk disampaikan, apakah mereka membutuhkan perantara dalam proses transaksi.
  • Perusahaan harus mengidentifikasi layanan spesifik yang ditawarkan untuk melayani konsumen dan memenangkan pasar.

How will we win where we have chosen to play?

Strategi harus ditetapkan untuk menciptakan efisiensi biaya, diferensiasi produk, layanan, dan membangun segmentasi pasar sehingga mampu membatasi ruang lingkup kompetitif perusahaan dalam suatu industri

What capabilities must be in place to win?

Langkah ini berbicara mengenai alokasi sumber daya, praktik, alat, sistem, serta keterampilan yang membantu perusahaan mencapai tujuan. Perusahaan dapat meningkatkan keterampilannya melalui investasi dalam sumber daya manusia maupun teknologi yang relevan.

What management systems are required to ensure the capabilities are in place?

Berdasarkan Organisasi Standarisasi Internasional (ISO), pengertian sistem manajemen adalah suatu metode yang diterapkan oleh suatu organisasi untuk mengelola berbagai bagian yang terkait dengan bisnis agar bisa mencapai tujuan. Menurut Kaplan dan Norton, menyusun sistem pengukuran merupakan langkah integral dari proses manajemen. Manajemen harus memberikan pengukuran yang relevan dan target untuk setiap tujuan strategis. Salah satu contoh sistem manajemen adalah ISO dan PMS (Performance Management System).

 

Referensi:
https://www.managementstudyguide.com/strategy-definition.htm
https://www.kennethacha.com/strategy-according-to-roger-martin/
https://www.youtube.com/watch?v=trax_OMOPcU
https://www.clearpointstrategy.com/blog/strategic-planning-statistics
https://albu-strategymanagement.com/2014/11/5-reasons-strategy-important/
http://wiki.doing-projects.org/index.php/The_strategy_choice_cascade._Where_to_play_and_how_to_win.#Where_to_play
https://au.indeed.com/career-advice/career-development/examples-of-information-management-systems
https://evolve.ie/q-and-a/business-strategy-important/

 

 

 

Pentingnya Peran Konsultan Manajemen dalam Organisasi

Meskipun banyak pemimpin menginginkan perkembangan dalam organisasinya, ternyata masih banyak juga yang tidak benar-benar fokus dalam strategic planning. Padahal, tanpa adanya sebuah strategic planning yang efektif, organisasi tidak dapat mengeksekusi strategi mereka untuk mencapai target yang diinginkan. Dari sinilah peran konsultan manajemen benar-benar terlihat, untuk membantu berjalannya sebuah strategic planning yang efektif untuk perkembangan organisasi.Continue reading

Sejarah OKR

Objective and Key Results (OKR) merupakan alat manajemen kinerja yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan maupun individu. OKR memiliki dua komponen, yaitu Objective, yaitu deskripsi kualitatif tentang apa yang ingin dicapai perusahaan. Objective sebaiknya singkat, inspirasional, dan memotivasi tim. Objective dapat disebut sebagai sasaran strategis yang ingin dicapai perusahaan. Komponen kedua adalah Key Results, yaitu serangkaian deskripsi kuantitatif yang mengukur kemajuan perusahaan menuju Objective. KRs dapat diartikan sebagai ukuran keberhasilan yang menunjukkan kemajuan perusahaan menuju Objective. KRs harus berbentuk kuantitatif, spesifik, dapat diukur, dan dapat diraih.

OKR pertama kali dicetuskan oleh Andy Grove, CEO Intel pada tahun 1970-an untuk mengukur kinerja perusahaannya. Andy Grove menyaring ide cemerlang Manajemen by Objectives (MBO) milik Peter Drucker dan mengembangkannya menjadi konsep Key Results. Idenya sederhana, bahwa KR berperan untuk mengukur dan memfasilitasi pencapaian Objective dan perlu ada beberapa, tidak hanya satu saja, mengingat pentingnya Objective tersebut.

Peter Drucker dan MBO, 1954

Pada tahun 1954 Drucker menerbitkan buku “The Practice of Management“, yang memicu gagasan bahwa Objective atau sasaran itu penting sebagai dasar untuk menilai kinerja. Lalu, Drucker mengusulkan sistem manajemen kinerja yang disebut Management by Objectives (MBO) yang kemudian menginspirasi munculnya OKR. Dalam prakteknya, MBO dipandang memiliki beberapa kelemahan, seperti:

  • Menetapkan sasaran dengan ukuran tertentu yang ternyata memicu cara kerja yang tidak berkualitas.
  • Tujuan perusahaan tidak secara otomatis selaras dengan tujuan karyawannya.

Andy Grove dan OKRs, tahun 1970-an

Sebagai CEO di Intel, Andy Grove mengambil ide MBO oleh Peter Drucker dan mengembangkannya menjadi OKR. Dengan OKR, Objective memiliki beberapa Key Results yang memastikan tim bergerak ke arah yang benar dengan pengukuran yang tepat. Beberapa KRs ini dipandang sebagai peta jalan menuju pada pencapaian sasaran.

John Doerr dan Google, 1999

Saat 1999 Kleiner Perkins berinvestasi di Google dan John Doerr didaulat menjadi penasihat Google. Sebagai penasihat, Doerr memperkenalkan OKR ke Google sehingga Larry Page dan Sergey Brin selaku pendiri Google mengadopsinya di seluruh tim (sekitar 30 karyawan pada waktu itu).

Larry Page: “OKRs have helped lead us to 10x growth, many times over. They’ve helped make our crazily bold mission of “organizing the world’s information” perhaps even achievable. They’ve kept me and the rest of the company on time and on track when it mattered the most.”

OKR Setelah Google, 2010+

Pertumbuhan Google menjadi salah satu fenomena atau model yang mempopulerkan konsep OKR. Google meluncurkan resource re:Work untuk membagikan prinsip OKR-nya. Selain itu, John Doerr juga menerbitkan sebuah buku tentang OKRs “Measure What Matters” sehingga sejak saat itu banyak perusahaan mulai mengadopsi kerangka kerja OKR, seperti Airbnb, LinkedIn, Dropbox, Spotify, Netflix, Amazon, Facebook, Gap, Lear, Deloitte, dan Adobe.

 

Referensi:
https://www.leapsome.com/blog/the-rise-of-okrs-a-short-history-of-objectives-and-key-results
https://www.perdoo.com/okr-guide/#:~:text=OKR%20has%20a%20long%20history,OKR%20during%20his%20time%20there.
https://okrframework.org/en/okr-blog/okr-history
https://www.talbit.io/blogs/brief-history-of-okrs
Tedja, Wirawan. (2021). Objective & Key Results. Jakarta: Samahita Wirotama

Cara Mengimplementasikan Balanced Scorecard

Balanced Scorecard (BSC) adalah metode manajemen kinerja yang dapat digunakan perusahaan untuk mengevaluasi kinerja organisasi, divisi, dan individu. BSC berbeda dengan pendekatan manajemen lainnya karena selain menilai aspek finansial, BSC juga menggabungkan menilai empat faktor, yaitu: finansial, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui empat perspektif ini, BSC membantu perusahaan merumuskan sasaran strategi untuk mencapai visi dan tujuan perusahaan, sertamengomunikasikannya kepada seluruh karyawan. Visually (2020) menyatakan bahwa 42% eksekutif merasa BSC sangat membantu mereka dalam merumuskan, mengeksekusi, dan mengomunikasikan strategi.

BACA JUGA: What is Balanced Scorecard?

Bagaimana Cara Membuat BSC yang Efektif?

  1. Membuat pernyataan tujuan (goal atau destination statement). Perusahaan perlu merumuskan tujuan utama yang akan dicapai dalam 3-5 tahun mendatang dalam bentuk yang lebih jelas dibandingkan dengan visi dengan harapan tujuan ini memandu penyusunan strategi perusahaan dengan lebih baik lagi. Biasanya tujuan utama ini dibuat dalam bentuk penafsiran secara terukur atau deskriptif dari pernyataan visi dan misi.
  2. Mengembangkan strategi. Perusahaan perlu menyusun strategi untuk mencapai pernyataan tujuan di atas. Biasanya perusahaan menggunakan beberapa alat manajemen strategis, di antaranya: PESTEL Analysis, 5 Forces Analysis, Function Analysis, SWOT Analysis, SWOT Matrix, SWOT Mapping, yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk peta strategis BSC
  3. Petakan setiap sasaran strategis. Karena BSC adalah alat visual, langkah selanjutnya adalah memetakan setiap sasaran strategis ke dalam empat perspektif BSC. Sasaran strategis keuangan akan masuk dalam keuangan, demikian juga perspektif lainnya. Di sini diperlukan kehandalan profesional atau konsultan BSC sehingga penataan sasaran strategis ini dinyatakan dalam bentuk hubungan sebab-akibat yang solid dan rasional.
  4. Menetapkan KPI. KPI (Key Performance Indicator) adalah turunan dari sasaran strategis yang sudah ada dalam peta untuk mengukur sejauh mana perusahaan mencapai sasaran tersebut.  KPI biasanya bersifat kuantitatif dan sering kali menjadi pemicu kinerja yang baik bila diformulasikan dengan jelas, dimonitor pencapaiannya dan dilengkapi dengan inisiatif strategis yang jelas dan berhubungan kuat dengan KPI tersebut.
  5. Bagikan dan komunikasikan hasil. Setelah BSC selesai (peta strategi, KPI, dan inisiatif strategisnya), bagikan dan komunikasikan kepada pemangku kepentingan internal dan eksternal. Mengomunikasikan BSC akan membantu setiap karyawan melihat dan menilai kinerja perusahaan. Perusahaan dapat meminta umpan balik dari karyawan atas kinerja dan saran yang membangun dalam setiap langkah.
  6. Analisis Kinerja. Pada tahap ini, data KPI atau inisiatif strategis dapat diubah menjadi informasi dan pengetahuan, sertapemahaman yang berbasis bukti. Analisis yang efektif membantu tim membuat keputusan yang lebih baik yang akan mendorong aksi dan hasil strategis yang lebih baik. Langkah ini berfokus pada pengukuran, pemaparan data, evaluasi kinerja, dan rencana aksi untuk mengidentifikasi apa yang bekerja dengan baik dan apa yang tidak, mengambil tindakan korektif dan menjadi organisasi berkinerja tinggi.

 

Referensi:

https://www.techtarget.com/searchcio/definition/balanced-scorecard-methodology
https://www.indeed.com/career-advice/career-development/how-to-create-balanced-scorecard
https://balancedscorecard.org/about/nine-steps/
https://www.clearpointstrategy.com/blog/how-to-create-a-balanced-scorecard
https://www.wikihow.com/Create-a-Balanced-Scorecard
https://visual.ly/community/Infographics/business/balanced-scorecard-facts

 

 

 

 

What is Balanced Scorecard?

Balanced Scorecard (BSC) adalah sistem manajemen kinerja yang digunakan untuk memetakan semua sasaran strategis dalam bentuk peta strategi yang menunjukkan hubungan sebab akibat. BSC merupakan alat eksekusi strategi yang mengidentifikasi semua inisiatif strategis yang diperlukan dan ukuran keberhasilan atas pencapaian sasaran strategis tersebut (biasanya dalam bentuk KPI).

Tujuan utama pendekatan BSC adalah membangun peta strategi yang menghubungkan beberapa aspek penting dalam kinerja perusahaan. Aspek finansial saja tidak cukup jika digunakan untuk mengukur kemajuan proses dalam mencapai sasaran strategis perusahaan. Hasil finansial menyoroti apa yang telah terjadi di masa lalu, bukan ke mana arah bisnis atau seharusnya sehingga BSC hadir untuk membantu perusahaan menyeimbangkan penilaian kinerja organisasi di luar aspek finansial (perspektif hari ini dan yang akan datang), juga aspek sebab (leading) dan aspek akibat (lagging).

Empat Perspektif Balanced Scorecard

  1. Learning and growth adalah perspektif awal yang perlu diperhatikan perusahaan dalam membangun keunggulan dan upaya mencapai tujuan Perusahaan perlu memilah dan memilih aspek Human Capital, Organization Capital, dan Information Capital untuk membangun proses bisinis yang solid.
  2. Internal business processes adalah perspektif kedua yang menggambarkan proses bisnis inti dalam menghasilkan nilai kepada Sasaran strategis di perspektif ini adalah untuk membangun keunikan dalam upaya memuaskan pelanggan.
  3. Customer adalah perspektif ketiga yang menggambarkan kebutuhan dan keinginan pelanggan yang hendak dipenuhi oleh Biasanya dimulai dari kepuasan pelanggan yang berujung pada pelanggan lama yang bertahan dan pelanggan baru yang datang.
  4. Financial adalah perspektif akhir yang biasanya menjadi tujuan utama perusahaan dalam Dari BSC kita memahami bahwa tujuan finansial adalah suatu proses yang panjang dan kompleks, namun dengan adanya peta strategi, manajemen mampu memahami jalan menuju ke sasaran finansial dan mereka bisa menggerakkan sumber daya sesuai dengan kebutuhannya.

Setiap perspektif terdiri dari strategic objective, yaitu sasaran strategis yang ingin dicapai dan measures, yaitu ukuran keberhasilan yang digunakan untuk mengukur pencapaian sasaran tersebut.

 

Manfaat BSC

  1. Perencanaan strategis yang lebih baik. BSC menyediakan framework yang kuat untuk membangun dan mengomunikasikan strategi. Strategi bisnis divisualisasikan dalam peta strategis yang membantu manajer untuk berpikir tentang hubungan “sebab dan akibat” di antara sasaran strategis yang berbeda. Ini artinya hasil kinerja dan pemicu (sebab) untuk kinerja masa depan dapat diidentifikasi untuk membentuk gambaran komplit strategi tersebut.
  2. Peningkatan komunikasi dan eksekusi strategi. Peta strategi memampukan perusahaan mengomunikasikan strateginya secara eksternal dan internal dengan mudah. Hal ini berhubungan dengan pepatah yang sering kali didengar, yaitu “sebuah gambar bermakna seribu kata”. “Rencana dalam gambar” ini memfasilitasi pengertian strategi dan membantu karyawan dan pemangku kepentingan eksternal untuk ikut terlibat dalam pembahasan strategi. Sulit untuk mengeksekusi strategi jika orang tersebut tidak paham sepenuhnya, jadi “gambar” ini akan meningkatkan pemahaman bagi semua pihak yang terlibat.
  3. Manajemen informasi yang lebih baik. Pendekatan dengan BSC membantu organisasi untuk mendesain indikator kinerja utama (KPI) yang mengukur hal penting bagi perusahaan. Riset perusahaan yang menggunakan BSC cenderung member hasil yang lebih tinggi pada kualitas informasi dan pembuatan keputusan yang lebih baik.
  4. Penyelarasan organisasi yang lebih baik. BSC membantu perusahaan untuk menyelaraskan struktur organisasinya dengan sasaran strategis yang telah dibentuk. Dalam mengeksekusi rencana dengan baik, organisasi harus memastikan bahwa seluruh unit bisnis dan fungsi dukungan sedang bekerja pada tujuan yang sama. Menyebarkan BSC kepada semua unit akan membantu perusahaan tersebut mencapai dan menghubungkan strategi dengan kompetensi.

DAPATKAN INFORMASI LEBIH LANJUT PADA BUKU PMS

Referensi:
https://www.investopedia.com/terms/b/balancedscorecard.asp
https://www.spiderstrategies.com/blog/the-benefits-of-the-balanced-scorecard/ https://www.techtarget.com/searchcio/definition/balanced-scorecard-methodology
https://hbr.org/1992/01/the-balanced-scorecard-measures-that-drive-performance-2

Kesalahan dalam Mengimplementasikan OKR

Menetapkan sasaran (objective) strategis merupakan salah satu langkah krusial yang memengaruhi keberlangsungan bisnis secara keseluruhan sehingga muncul beberapa alat atau metode yang dapat digunakan untuk membantu perusahaan dalam merumuskan sasaran. Salah satunya adalah Objective and Key Results (OKR). OKR akan membantu perusahaan untuk menentukan sasaran strategis secara garis besar berikut penyelarasannya (alignment). Setiap Key Results harus diberikan target sehingga keberhasilan pencapaian sasaran lebih dapat diukur. Selain itu, OKR juga memiliki jangka waktu yang relatif pendek (biasanya 3 bulan) sehingga tim dapat melakukan perbaikan jika terjadi masalah atau penyimpangan sasaran.

Salah satu perusahaan yang berhasil mengimplementasikan OKR adalah Google. John Doerr memperkenalkan metode OKR ke Google pada tahun 1999 ketika Google belum berumur 1 tahun dan hanya memiliki 40 karyawan. Saat ini, Google mempekerjakan hampir 140.000 orang dan masih menggunakan metode OKR. Konsep OKR John Doerr didasarkan pada penetapan sasaran triwulanan dan tahunan. Bagi John, Key Results harus dapat diukur dan berfungsi untuk mencapai sasaran yang dirumuskan.

Namun, tidak semua perusahaan mampu mengimplementasi OKR dengan baik dan benar.

 

Kesalahan – Kesalahan dalam Mengimplementasi OKR

  • Tidak ada monitoring (pengawasan)

Sering kali tim hanya merumuskan OKR,namun tidak ada tindakan lebih lanjut sehingga berpotensi munculnya penyimpangan dari sasaran yang ditentukan. Follow-up dapat dilakukan dengan rapat mingguan untuk melacak bagaimana perkembangan progress pencapaian setiap Key Results yang ditentukan. Ini juga termasuk dalam kategori rapat evaluasi, apakah ada proses yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan.

  • Menentukan OKR tidak berdasarkan data

Tim mungkin merumuskan OKR menggunakan perasaan atau prasangka saja tanpa memperhatikan data-data yang ada sehingga sasaran sering kali tidak relevan dengan keadaan bisnis atau bahkan tidak menjawab tantangan bisnis saat ini. Selain ituOKR sendiri menghasilkan data yang perlu dimonitor dan dianalisis untuk proses pembelajaran sehingga tim paham apa yang sedang terjadi dan bagaimana menyikapinya.

  • Tidak ada komitmen manajemen puncak

OKR hanya akan berhasil jika semua orang, mulai dari atas sampai bawah terlibat dalam seluruh prosesnya. Eksekutif tidak bisa hanya merancang OKR , lalu melupakannya dan menyerahkan implementasi dan pengawasannya kepada bawahan. Mereka harus memimpin dengan memberi contoh dalam menyelaraskan sasaran OKR dengan pendekatan yang realistis dan transparan. Di sisi lain, karyawan harus ikut serta mengambil peran dengan memberikan kinerja terbaik dan membagikan pembelajaran yang didapat untuk mencapai sasaran strategis.

  • Terlalu Banyak Sasaran

Perusahaan yang biasanya menetapkan lebih dari 5 OKR dalam satu periode akan kehilangan fokus terhadap sasaran yang ingin dicapai. Fokuskan tim pada tiga sasaran yang agresif dan aspirasional untuk memotivasi mereka dalam meningkatkan kinerjanya. Selain itu, tim akan lebih fokus pada sasaran tersebut dan berdampak pada peningkatan kinerjanya karena mereka tidak terbebani dengan banyak target yang harus dicapai.

 

Referensi:
https://www.peoplebox.ai/blog/why-okrs-dont-work-fail/#:~:text=OKRs%20don’t%20work%20and%20fail%20in%20some%20companies%3B%20there,challenges%20in%20drafting%20realistic%20OKRs.
https://blog.weekdone.com/10-reasons-why-your-okrs-arent-working/
https://www.radicalproduct.com/blog/okrs-criticism
https://www.workpath.com/magazine/okr-google

OKR dalam Project Management

Objectives and Key Results (OKR) merupakan salah satu kerangka kerja yang dapat digunakan perusahaan untuk menetapkan tujuan dan mengomunikasikannya kepada seluruh tim, bahkan perusahaan. Untuk menyusun OKR, perusahaan perlu menentukan suatu tujuan yang besar beserta dengan faktor-faktor pendukung yang akan menjadi tolok ukur keberhasilan dari tujuan besar tersebut. OKR memang tidak menjelaskan langkah utama atau prosedur baku yang harus dilakukan tim untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana metode manajemen kinerja yang lain, OKR juga memerlukan proyek untuk mencapai sasaran strategi dan ukuran keberhasilannya. Oleh karena itu, untuk mencapai sasaran utama organisasi dan divisi, OKR harus dijalankan bersama dengan manajemen proyek.

Manfaat penggunaan OKR dalam manajemen proyek

Integrasi OKR dan manajemen proyek merupakan salah satu cara bagi perusahaan untuk mengatasi berbagai masalah, salah satunya adalah eksekusi strategi. Gartner (2021) menyatakan bahwa 40% pemimpin tidak selaras dalam pelaksanaan strategi. Salah satu alasan paling umum adalah ketidakselarasan proyek strategis. Di sini, OKR akan berfungsi untuk menyelaraskan persepsi tim tentang sasaran yang sama dan bagaimana mencapainya. OKR juga akan memonitoring setiap pencapaian demi pencapaian apakah selaras dengan Key Results dan Inisiatif (proyek) yang ditentukan. Di sisi lain, project management akan membantu tim untuk memberikan arahan atas apa yang harus dipersiapkan, seperti anggaran, metode, dan sumbner daya lain untuk mencapai sasaran tersebut.

Kesalahan dalam merumuskan OKR terkait proyek

Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, tim harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai OKR dan manajemen proyek. Key Results dalam OKR sering kali disalahartikan menjadi daftar tugas sehingga anggota tim cenderung berpikir bahwa KR ini merupakan job desc tambahan mereka.

Contoh OKR yang salah:

  • Objective: Meningkatkan interaksi dengan konsumen di media sosial
  • KR:
    • Membuat video yang menarik
    • Menggunakan fasilitas yang ada di sosial media

Contoh ini tidak menjelaskan apakah KR yang ditentukan akan mendukung pencapaian tujuan utama tersebut.

Contoh OKR yang benar:

  • Objective: Meningkatkan interaksi dengan konsumen di media sosial
  • KR:
    • 000 Views di Reels Instagram
    • 500 Audiens mengikuti giveaway.
  • Inisiatif:
    • Membuat 3 video untuk Reels Instagram
    • Mengadakan giveaway produk untuk 3 pemenang

OKR dan Manajemen Proyek

Tujuan utama OKR adalah untuk menentukan tujuan yang strategis dan mudah diukur. Dengan OKR tim dapat memonitor progres pencapaian sehingga sasaran strategis tercapai. Untuk mencapai OKR, tim dapat menggunakan alat manajemen proyek untuk melakukan perbaikan, seperti Kanban, Agile, dan waterfall.

Referensi:
https://monday.com/blog/project-management/okr-for-project-management/#:~:text=What%20are%20OKRs%3F,you’re%20hoping%20to%20see.https://kanbanize.com/okr-resources/okr/project-managementhttps://blog.weekdone.com/project-management-okr-examples-okrs-vs-projects/
https://www.gartner.com/smarterwithgartner/the-five-pillars-of-strategy-execution

Transformasi OKR dengan Menggunakan Leading Indicators

Belakangan ini, banyak perusahaan startup menggunakan OKR dengan tujuan agar mereka menjadi lebih agile, sesuai dengan tuntutan ekosistemnya. Selain karena kerangka waktunya yang relatif pendek, perusahaan juga lebih fleksibel dalam mengganti indikator OKR jika dinilai kurang berkontribusi dalam pencapaian objective. Di sisi lain, sifat agile OKR tidak dapat dicapai jika indikator yang digunakan kurang responsif dan kaku. Oleh karena itu, OKR perlu menggunakan indikator yang tepat, yaitu fleksibel dan juga dapat memprediksi masa depan. Inilah yang dikenal dengan sebutan leading indicator, yaitu ukuran yang perlu dimonitor untuk mencapai sasaran masa depan yang terukur (lagging).

Leading Indicators vs Lagging Indicators

Selain leading indicators, terdapat indikator lainnya yang disebut sebagai lagging indicators, yaitu indikator yang menunjukkan keadaan bisnis saat ini. Sebagai contoh, pada umumnya perusahaan menggunakan ukuran seperti pendapatan dan profit untuk menggambarkan kemajuan bisnisnya. Metrik ini dikenal sebagai lagging indicators karena dapat menggambarkan dampak atau akibat dari aksi yang telah dilakukan dan sifatnya tidak langsung (lag). Selain menggunakan lagging indicators, perusahaab perlu ukuran lain yang dapat memastikan ukuran lagging ini tercapai. Inilah yang kita sebut leading indicator.

Lebih lanjut, perbedaan antara leading indicators dan lagging indicators dapat dilihat pada tabel berikut:

Leading Indicators Lagging Indicators
Prediktor atas kesuksesan masa depan Hasil yang sudah pasti dari masa lalu
Tidak mudah diidentifikasi Lebih mudah diidentifikasi
Responsif terhadap aksi tim Tidak responsif terhadap aksi tim
Lebih taktis untuk mengubah keadaan Sulit mengubah keadaan

Identifikasi Leading Indicators untuk Tim

Meski secara teori leading indicators dan lagging indicators terlihat mudah dibedakan, praktiknya indikator ini sangat tergantung pada konteks yang berada dalam organisasi. Misalkan, perusahaan mungkin menggunakan metrik Net Promotor Score (NPS) sebagai lagging indicators untuk sasaran inovasi produk, namun juga sebagai leading indicators untuk sasaran efektivitas pemasaran. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengidentifikasi leading indicators yang tepat untuk timnya.

Jika, mengacu pada systemic flow analysis (SFA), leading indicators terdapat pada metrik input, process, serta sebagian output. Di sisi lain, sebagian metrik output dan outcome merupakan metrik yang pada umumnya digunakan untuk menggambarkan lagging indicators. Di sisi lain, perusahaan juga perlu berhati-hati dalam memilih leading indicators. Jangan sampai metrik dipilih secara asal hanya karena secara teknik metrik tersebut merupakan leading indicators, sebaliknya perusahaan perlu benar-benar menganalisa apakah metrik tersebut berkontribusi pada lagging indicators yang memiliki dampak lebih besar bagi bisnis.

Selain dengan SFA, perusahaan juga dapat menggunakan pertanyaan yang dapat menuntun mereka dalam mengidentifikasi leading indicators. Perusahaan perlu memperluas cara berpikirnya dan cari tahu melebihi apa yang ingin dicapai dari perubahan yang hendak dilaksanakan. Tanyakan “WHY” – mengapa mengejar outcome dari lagging indicators menjadi penting? Apa saja dampak-dampak yang hendak dicapai? Selanjutnya, tanyakan juga “WHAT” – tahap apa saja yang perlu dilakukan sebelum lagging indicators tercapai?

 Berikut merupakan contoh leading dan lagging indicators dari sasaran efektivitas pemasaran:

Leading Indicators yang Berguna

Setelah menggunakan SFA, perusahaan akan mendapatkan daftar serangkaian leading indicators yang berkontibusi bagi lagging indicators. Meski demikian, tidak semua leading indicators yang telah diidentifikasi dapat digunakan untuk OKR. Perusahan perlu memilih leading indicators yang benar-benar berguna bagi mereka. Agar dapat menentukan leading indicators yang berguna, perusahaan perlu memperhatikan apakah: (1) Leading indicators secara langsung terkait dengan aksi tim; (2) Secara jelas berkontribusi dan memprediksi kesuksesan di masa depan; serta (3) Dapat diubah secara terus menerus di sepanjang siklus OKR.

Menggunakan metrik outcome pada OKR memang memberikan manfaat, namun tidak dapat secara otomatis membawa tim untuk membuat dan mengukur kesuksesan. Tim secara sadar perlu mendiskusikan apakah metrik yang digunakan sudah tepat dan mewakili leading indicators untuk menjadi Key Results mereka. Jangan sampai OKR yang ada hanya mewakili lagging indicators, namun tidak dapat disesuaikan ketika keadaan memaksa untuk berubah. Dengan memprioritaskan penggunaan leading indicators, perusahaan dapat menghindari keputusan yang terhambat karena lagging indicators serta dapat meningkatkan pekerjaan yang dilakukan saat ini.

 

Referensi:

Herbig, T. (2022). Transforming OKRs with Leading Indicators. [Video]. From Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=BG_UNMgzAkI
Watts, S. (2019). Leading vs Lagging Indicators: What’s the Differences? From BMC https://www.bmc.com/blogs/leading-vs-lagging-indicators/