PENTINGNYA PERAN KONSULTAN MANAJEMEN DALAM ORGANISASI

Meskipun banyak pemimpin menginginkan perkembangan dalam organisasinya, ternyata masih banyak juga yang tidak benar-benar fokus dalam strategic planning. Padahal, tanpa adanya sebuah strategic planning yang efektif, organisasi tidak dapat mengeksekusi strategi mereka untuk mencapai target yang diinginkan. Dari sinilah peran konsultan manajemen benar-benar terlihat, untuk membantu berjalannya sebuah strategic planning yang efektif untuk perkembangan organisasi.Continue reading

Sejarah OKR

Objective and Key Results (OKR) merupakan alat manajemen kinerja yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan maupun individu. OKR memiliki dua komponen, yaitu Objective, yaitu deskripsi kualitatif tentang apa yang ingin dicapai perusahaan. Objective sebaiknya singkat, inspirasional, dan memotivasi tim. Objective dapat disebut sebagai sasaran strategis yang ingin dicapai perusahaan. Komponen kedua adalah Key Results, yaitu serangkaian deskripsi kuantitatif yang mengukur kemajuan perusahaan menuju Objective. KRs dapat diartikan sebagai ukuran keberhasilan yang menunjukkan kemajuan perusahaan menuju Objective. KRs harus berbentuk kuantitatif, spesifik, dapat diukur, dan dapat diraih.

OKR pertama kali dicetuskan oleh Andy Grove, CEO Intel pada tahun 1970-an untuk mengukur kinerja perusahaannya. Andy Grove menyaring ide cemerlang Manajemen by Objectives (MBO) milik Peter Drucker dan mengembangkannya menjadi konsep Key Results. Idenya sederhana, bahwa KR berperan untuk mengukur dan memfasilitasi pencapaian Objective dan perlu ada beberapa, tidak hanya satu saja, mengingat pentingnya Objective tersebut.

Peter Drucker dan MBO, 1954

Pada tahun 1954 Drucker menerbitkan buku “The Practice of Management“, yang memicu gagasan bahwa Objective atau sasaran itu penting sebagai dasar untuk menilai kinerja. Lalu, Drucker mengusulkan sistem manajemen kinerja yang disebut Management by Objectives (MBO) yang kemudian menginspirasi munculnya OKR. Dalam prakteknya, MBO dipandang memiliki beberapa kelemahan, seperti:

  • Menetapkan sasaran dengan ukuran tertentu yang ternyata memicu cara kerja yang tidak berkualitas.
  • Tujuan perusahaan tidak secara otomatis selaras dengan tujuan karyawannya.

Andy Grove dan OKRs, tahun 1970-an

Sebagai CEO di Intel, Andy Grove mengambil ide MBO oleh Peter Drucker dan mengembangkannya menjadi OKR. Dengan OKR, Objective memiliki beberapa Key Results yang memastikan tim bergerak ke arah yang benar dengan pengukuran yang tepat. Beberapa KRs ini dipandang sebagai peta jalan menuju pada pencapaian sasaran.

John Doerr dan Google, 1999

Saat 1999 Kleiner Perkins berinvestasi di Google dan John Doerr didaulat menjadi penasihat Google. Sebagai penasihat, Doerr memperkenalkan OKR ke Google sehingga Larry Page dan Sergey Brin selaku pendiri Google mengadopsinya di seluruh tim (sekitar 30 karyawan pada waktu itu).

Larry Page: “OKRs have helped lead us to 10x growth, many times over. They’ve helped make our crazily bold mission of “organizing the world’s information” perhaps even achievable. They’ve kept me and the rest of the company on time and on track when it mattered the most.”

OKR Setelah Google, 2010+

Pertumbuhan Google menjadi salah satu fenomena atau model yang mempopulerkan konsep OKR. Google meluncurkan resource re:Work untuk membagikan prinsip OKR-nya. Selain itu, John Doerr juga menerbitkan sebuah buku tentang OKRs “Measure What Matters” sehingga sejak saat itu banyak perusahaan mulai mengadopsi kerangka kerja OKR, seperti Airbnb, LinkedIn, Dropbox, Spotify, Netflix, Amazon, Facebook, Gap, Lear, Deloitte, dan Adobe.

 

Referensi:
https://www.leapsome.com/blog/the-rise-of-okrs-a-short-history-of-objectives-and-key-results
https://www.perdoo.com/okr-guide/#:~:text=OKR%20has%20a%20long%20history,OKR%20during%20his%20time%20there.
https://okrframework.org/en/okr-blog/okr-history
https://www.talbit.io/blogs/brief-history-of-okrs
Tedja, Wirawan. (2021). Objective & Key Results. Jakarta: Samahita Wirotama

Cara Mengimplementasikan Balanced Scorecard

Balanced Scorecard (BSC) adalah metode manajemen kinerja yang dapat digunakan perusahaan untuk mengevaluasi kinerja organisasi, divisi, dan individu. BSC berbeda dengan pendekatan manajemen lainnya karena selain menilai aspek finansial, BSC juga menggabungkan menilai empat faktor, yaitu: finansial, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Melalui empat perspektif ini, BSC membantu perusahaan merumuskan sasaran strategi untuk mencapai visi dan tujuan perusahaan, sertamengomunikasikannya kepada seluruh karyawan. Visually (2020) menyatakan bahwa 42% eksekutif merasa BSC sangat membantu mereka dalam merumuskan, mengeksekusi, dan mengomunikasikan strategi.

BACA JUGA: What is Balanced Scorecard?

Bagaimana Cara Membuat BSC yang Efektif?

  1. Membuat pernyataan tujuan (goal atau destination statement). Perusahaan perlu merumuskan tujuan utama yang akan dicapai dalam 3-5 tahun mendatang dalam bentuk yang lebih jelas dibandingkan dengan visi dengan harapan tujuan ini memandu penyusunan strategi perusahaan dengan lebih baik lagi. Biasanya tujuan utama ini dibuat dalam bentuk penafsiran secara terukur atau deskriptif dari pernyataan visi dan misi.
  2. Mengembangkan strategi. Perusahaan perlu menyusun strategi untuk mencapai pernyataan tujuan di atas. Biasanya perusahaan menggunakan beberapa alat manajemen strategis, di antaranya: PESTEL Analysis, 5 Forces Analysis, Function Analysis, SWOT Analysis, SWOT Matrix, SWOT Mapping, yang nantinya akan dituangkan dalam bentuk peta strategis BSC
  3. Petakan setiap sasaran strategis. Karena BSC adalah alat visual, langkah selanjutnya adalah memetakan setiap sasaran strategis ke dalam empat perspektif BSC. Sasaran strategis keuangan akan masuk dalam keuangan, demikian juga perspektif lainnya. Di sini diperlukan kehandalan profesional atau konsultan BSC sehingga penataan sasaran strategis ini dinyatakan dalam bentuk hubungan sebab-akibat yang solid dan rasional.
  4. Menetapkan KPI. KPI (Key Performance Indicator) adalah turunan dari sasaran strategis yang sudah ada dalam peta untuk mengukur sejauh mana perusahaan mencapai sasaran tersebut.  KPI biasanya bersifat kuantitatif dan sering kali menjadi pemicu kinerja yang baik bila diformulasikan dengan jelas, dimonitor pencapaiannya dan dilengkapi dengan inisiatif strategis yang jelas dan berhubungan kuat dengan KPI tersebut.
  5. Bagikan dan komunikasikan hasil. Setelah BSC selesai (peta strategi, KPI, dan inisiatif strategisnya), bagikan dan komunikasikan kepada pemangku kepentingan internal dan eksternal. Mengomunikasikan BSC akan membantu setiap karyawan melihat dan menilai kinerja perusahaan. Perusahaan dapat meminta umpan balik dari karyawan atas kinerja dan saran yang membangun dalam setiap langkah.
  6. Analisis Kinerja. Pada tahap ini, data KPI atau inisiatif strategis dapat diubah menjadi informasi dan pengetahuan, sertapemahaman yang berbasis bukti. Analisis yang efektif membantu tim membuat keputusan yang lebih baik yang akan mendorong aksi dan hasil strategis yang lebih baik. Langkah ini berfokus pada pengukuran, pemaparan data, evaluasi kinerja, dan rencana aksi untuk mengidentifikasi apa yang bekerja dengan baik dan apa yang tidak, mengambil tindakan korektif dan menjadi organisasi berkinerja tinggi.

 

Referensi:

https://www.techtarget.com/searchcio/definition/balanced-scorecard-methodology
https://www.indeed.com/career-advice/career-development/how-to-create-balanced-scorecard
https://balancedscorecard.org/about/nine-steps/
https://www.clearpointstrategy.com/blog/how-to-create-a-balanced-scorecard
https://www.wikihow.com/Create-a-Balanced-Scorecard
https://visual.ly/community/Infographics/business/balanced-scorecard-facts

 

 

 

 

What is Balanced Scorecard?

Balanced Scorecard (BSC) adalah sistem manajemen kinerja yang digunakan untuk memetakan semua sasaran strategis dalam bentuk peta strategi yang menunjukkan hubungan sebab akibat. BSC merupakan alat eksekusi strategi yang mengidentifikasi semua inisiatif strategis yang diperlukan dan ukuran keberhasilan atas pencapaian sasaran strategis tersebut (biasanya dalam bentuk KPI).

Tujuan utama pendekatan BSC adalah membangun peta strategi yang menghubungkan beberapa aspek penting dalam kinerja perusahaan. Aspek finansial saja tidak cukup jika digunakan untuk mengukur kemajuan proses dalam mencapai sasaran strategis perusahaan. Hasil finansial menyoroti apa yang telah terjadi di masa lalu, bukan ke mana arah bisnis atau seharusnya sehingga BSC hadir untuk membantu perusahaan menyeimbangkan penilaian kinerja organisasi di luar aspek finansial (perspektif hari ini dan yang akan datang), juga aspek sebab (leading) dan aspek akibat (lagging).

Empat Perspektif Balanced Scorecard

  1. Learning and growth adalah perspektif awal yang perlu diperhatikan perusahaan dalam membangun keunggulan dan upaya mencapai tujuan Perusahaan perlu memilah dan memilih aspek Human Capital, Organization Capital, dan Information Capital untuk membangun proses bisinis yang solid.
  2. Internal business processes adalah perspektif kedua yang menggambarkan proses bisnis inti dalam menghasilkan nilai kepada Sasaran strategis di perspektif ini adalah untuk membangun keunikan dalam upaya memuaskan pelanggan.
  3. Customer adalah perspektif ketiga yang menggambarkan kebutuhan dan keinginan pelanggan yang hendak dipenuhi oleh Biasanya dimulai dari kepuasan pelanggan yang berujung pada pelanggan lama yang bertahan dan pelanggan baru yang datang.
  4. Financial adalah perspektif akhir yang biasanya menjadi tujuan utama perusahaan dalam Dari BSC kita memahami bahwa tujuan finansial adalah suatu proses yang panjang dan kompleks, namun dengan adanya peta strategi, manajemen mampu memahami jalan menuju ke sasaran finansial dan mereka bisa menggerakkan sumber daya sesuai dengan kebutuhannya.

Setiap perspektif terdiri dari strategic objective, yaitu sasaran strategis yang ingin dicapai dan measures, yaitu ukuran keberhasilan yang digunakan untuk mengukur pencapaian sasaran tersebut.

 

Manfaat BSC

  1. Perencanaan strategis yang lebih baik. BSC menyediakan framework yang kuat untuk membangun dan mengomunikasikan strategi. Strategi bisnis divisualisasikan dalam peta strategis yang membantu manajer untuk berpikir tentang hubungan “sebab dan akibat” di antara sasaran strategis yang berbeda. Ini artinya hasil kinerja dan pemicu (sebab) untuk kinerja masa depan dapat diidentifikasi untuk membentuk gambaran komplit strategi tersebut.
  2. Peningkatan komunikasi dan eksekusi strategi. Peta strategi memampukan perusahaan mengomunikasikan strateginya secara eksternal dan internal dengan mudah. Hal ini berhubungan dengan pepatah yang sering kali didengar, yaitu “sebuah gambar bermakna seribu kata”. “Rencana dalam gambar” ini memfasilitasi pengertian strategi dan membantu karyawan dan pemangku kepentingan eksternal untuk ikut terlibat dalam pembahasan strategi. Sulit untuk mengeksekusi strategi jika orang tersebut tidak paham sepenuhnya, jadi “gambar” ini akan meningkatkan pemahaman bagi semua pihak yang terlibat.
  3. Manajemen informasi yang lebih baik. Pendekatan dengan BSC membantu organisasi untuk mendesain indikator kinerja utama (KPI) yang mengukur hal penting bagi perusahaan. Riset perusahaan yang menggunakan BSC cenderung member hasil yang lebih tinggi pada kualitas informasi dan pembuatan keputusan yang lebih baik.
  4. Penyelarasan organisasi yang lebih baik. BSC membantu perusahaan untuk menyelaraskan struktur organisasinya dengan sasaran strategis yang telah dibentuk. Dalam mengeksekusi rencana dengan baik, organisasi harus memastikan bahwa seluruh unit bisnis dan fungsi dukungan sedang bekerja pada tujuan yang sama. Menyebarkan BSC kepada semua unit akan membantu perusahaan tersebut mencapai dan menghubungkan strategi dengan kompetensi.

DAPATKAN INFORMASI LEBIH LANJUT PADA BUKU PMS

Referensi:
https://www.investopedia.com/terms/b/balancedscorecard.asp
https://www.spiderstrategies.com/blog/the-benefits-of-the-balanced-scorecard/ https://www.techtarget.com/searchcio/definition/balanced-scorecard-methodology
https://hbr.org/1992/01/the-balanced-scorecard-measures-that-drive-performance-2

Kesalahan dalam Mengimplementasikan OKR

Menetapkan sasaran (objective) strategis merupakan salah satu langkah krusial yang memengaruhi keberlangsungan bisnis secara keseluruhan sehingga muncul beberapa alat atau metode yang dapat digunakan untuk membantu perusahaan dalam merumuskan sasaran. Salah satunya adalah Objective and Key Results (OKR). OKR akan membantu perusahaan untuk menentukan sasaran strategis secara garis besar berikut penyelarasannya (alignment). Setiap Key Results harus diberikan target sehingga keberhasilan pencapaian sasaran lebih dapat diukur. Selain itu, OKR juga memiliki jangka waktu yang relatif pendek (biasanya 3 bulan) sehingga tim dapat melakukan perbaikan jika terjadi masalah atau penyimpangan sasaran.

Salah satu perusahaan yang berhasil mengimplementasikan OKR adalah Google. John Doerr memperkenalkan metode OKR ke Google pada tahun 1999 ketika Google belum berumur 1 tahun dan hanya memiliki 40 karyawan. Saat ini, Google mempekerjakan hampir 140.000 orang dan masih menggunakan metode OKR. Konsep OKR John Doerr didasarkan pada penetapan sasaran triwulanan dan tahunan. Bagi John, Key Results harus dapat diukur dan berfungsi untuk mencapai sasaran yang dirumuskan.

Namun, tidak semua perusahaan mampu mengimplementasi OKR dengan baik dan benar.

 

Kesalahan – Kesalahan dalam Mengimplementasi OKR

  • Tidak ada monitoring (pengawasan)

Sering kali tim hanya merumuskan OKR,namun tidak ada tindakan lebih lanjut sehingga berpotensi munculnya penyimpangan dari sasaran yang ditentukan. Follow-up dapat dilakukan dengan rapat mingguan untuk melacak bagaimana perkembangan progress pencapaian setiap Key Results yang ditentukan. Ini juga termasuk dalam kategori rapat evaluasi, apakah ada proses yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan.

  • Menentukan OKR tidak berdasarkan data

Tim mungkin merumuskan OKR menggunakan perasaan atau prasangka saja tanpa memperhatikan data-data yang ada sehingga sasaran sering kali tidak relevan dengan keadaan bisnis atau bahkan tidak menjawab tantangan bisnis saat ini. Selain ituOKR sendiri menghasilkan data yang perlu dimonitor dan dianalisis untuk proses pembelajaran sehingga tim paham apa yang sedang terjadi dan bagaimana menyikapinya.

  • Tidak ada komitmen manajemen puncak

OKR hanya akan berhasil jika semua orang, mulai dari atas sampai bawah terlibat dalam seluruh prosesnya. Eksekutif tidak bisa hanya merancang OKR , lalu melupakannya dan menyerahkan implementasi dan pengawasannya kepada bawahan. Mereka harus memimpin dengan memberi contoh dalam menyelaraskan sasaran OKR dengan pendekatan yang realistis dan transparan. Di sisi lain, karyawan harus ikut serta mengambil peran dengan memberikan kinerja terbaik dan membagikan pembelajaran yang didapat untuk mencapai sasaran strategis.

  • Terlalu Banyak Sasaran

Perusahaan yang biasanya menetapkan lebih dari 5 OKR dalam satu periode akan kehilangan fokus terhadap sasaran yang ingin dicapai. Fokuskan tim pada tiga sasaran yang agresif dan aspirasional untuk memotivasi mereka dalam meningkatkan kinerjanya. Selain itu, tim akan lebih fokus pada sasaran tersebut dan berdampak pada peningkatan kinerjanya karena mereka tidak terbebani dengan banyak target yang harus dicapai.

 

Referensi:
https://www.peoplebox.ai/blog/why-okrs-dont-work-fail/#:~:text=OKRs%20don’t%20work%20and%20fail%20in%20some%20companies%3B%20there,challenges%20in%20drafting%20realistic%20OKRs.
https://blog.weekdone.com/10-reasons-why-your-okrs-arent-working/
https://www.radicalproduct.com/blog/okrs-criticism
https://www.workpath.com/magazine/okr-google

Transformasi OKR dengan Menggunakan Leading Indicators

Belakangan ini, banyak perusahaan startup menggunakan OKR dengan tujuan agar mereka menjadi lebih agile, sesuai dengan tuntutan ekosistemnya. Selain karena kerangka waktunya yang relatif pendek, perusahaan juga lebih fleksibel dalam mengganti indikator OKR jika dinilai kurang berkontribusi dalam pencapaian objective. Di sisi lain, sifat agile OKR tidak dapat dicapai jika indikator yang digunakan kurang responsif dan kaku. Oleh karena itu, OKR perlu menggunakan indikator yang tepat, yaitu fleksibel dan juga dapat memprediksi masa depan. Inilah yang dikenal dengan sebutan leading indicator, yaitu ukuran yang perlu dimonitor untuk mencapai sasaran masa depan yang terukur (lagging).

Leading Indicators vs Lagging Indicators

Selain leading indicators, terdapat indikator lainnya yang disebut sebagai lagging indicators, yaitu indikator yang menunjukkan keadaan bisnis saat ini. Sebagai contoh, pada umumnya perusahaan menggunakan ukuran seperti pendapatan dan profit untuk menggambarkan kemajuan bisnisnya. Metrik ini dikenal sebagai lagging indicators karena dapat menggambarkan dampak atau akibat dari aksi yang telah dilakukan dan sifatnya tidak langsung (lag). Selain menggunakan lagging indicators, perusahaab perlu ukuran lain yang dapat memastikan ukuran lagging ini tercapai. Inilah yang kita sebut leading indicator.

Lebih lanjut, perbedaan antara leading indicators dan lagging indicators dapat dilihat pada tabel berikut:

Leading Indicators Lagging Indicators
Prediktor atas kesuksesan masa depan Hasil yang sudah pasti dari masa lalu
Tidak mudah diidentifikasi Lebih mudah diidentifikasi
Responsif terhadap aksi tim Tidak responsif terhadap aksi tim
Lebih taktis untuk mengubah keadaan Sulit mengubah keadaan

Identifikasi Leading Indicators untuk Tim

Meski secara teori leading indicators dan lagging indicators terlihat mudah dibedakan, praktiknya indikator ini sangat tergantung pada konteks yang berada dalam organisasi. Misalkan, perusahaan mungkin menggunakan metrik Net Promotor Score (NPS) sebagai lagging indicators untuk sasaran inovasi produk, namun juga sebagai leading indicators untuk sasaran efektivitas pemasaran. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengidentifikasi leading indicators yang tepat untuk timnya.

Jika, mengacu pada systemic flow analysis (SFA), leading indicators terdapat pada metrik input, process, serta sebagian output. Di sisi lain, sebagian metrik output dan outcome merupakan metrik yang pada umumnya digunakan untuk menggambarkan lagging indicators. Di sisi lain, perusahaan juga perlu berhati-hati dalam memilih leading indicators. Jangan sampai metrik dipilih secara asal hanya karena secara teknik metrik tersebut merupakan leading indicators, sebaliknya perusahaan perlu benar-benar menganalisa apakah metrik tersebut berkontribusi pada lagging indicators yang memiliki dampak lebih besar bagi bisnis.

Selain dengan SFA, perusahaan juga dapat menggunakan pertanyaan yang dapat menuntun mereka dalam mengidentifikasi leading indicators. Perusahaan perlu memperluas cara berpikirnya dan cari tahu melebihi apa yang ingin dicapai dari perubahan yang hendak dilaksanakan. Tanyakan “WHY” – mengapa mengejar outcome dari lagging indicators menjadi penting? Apa saja dampak-dampak yang hendak dicapai? Selanjutnya, tanyakan juga “WHAT” – tahap apa saja yang perlu dilakukan sebelum lagging indicators tercapai?

 Berikut merupakan contoh leading dan lagging indicators dari sasaran efektivitas pemasaran:

Leading Indicators yang Berguna

Setelah menggunakan SFA, perusahaan akan mendapatkan daftar serangkaian leading indicators yang berkontibusi bagi lagging indicators. Meski demikian, tidak semua leading indicators yang telah diidentifikasi dapat digunakan untuk OKR. Perusahan perlu memilih leading indicators yang benar-benar berguna bagi mereka. Agar dapat menentukan leading indicators yang berguna, perusahaan perlu memperhatikan apakah: (1) Leading indicators secara langsung terkait dengan aksi tim; (2) Secara jelas berkontribusi dan memprediksi kesuksesan di masa depan; serta (3) Dapat diubah secara terus menerus di sepanjang siklus OKR.

Menggunakan metrik outcome pada OKR memang memberikan manfaat, namun tidak dapat secara otomatis membawa tim untuk membuat dan mengukur kesuksesan. Tim secara sadar perlu mendiskusikan apakah metrik yang digunakan sudah tepat dan mewakili leading indicators untuk menjadi Key Results mereka. Jangan sampai OKR yang ada hanya mewakili lagging indicators, namun tidak dapat disesuaikan ketika keadaan memaksa untuk berubah. Dengan memprioritaskan penggunaan leading indicators, perusahaan dapat menghindari keputusan yang terhambat karena lagging indicators serta dapat meningkatkan pekerjaan yang dilakukan saat ini.

 

Referensi:

Herbig, T. (2022). Transforming OKRs with Leading Indicators. [Video]. From Youtube: https://www.youtube.com/watch?v=BG_UNMgzAkI
Watts, S. (2019). Leading vs Lagging Indicators: What’s the Differences? From BMC https://www.bmc.com/blogs/leading-vs-lagging-indicators/

MENGENAL INTEGRATED STRATEGY EXECUTION (ISE)

Strategic Initiatives merupakan serangkaian kegiatan atau tindakan khusus yang harus dilakukan oleh perusahaan dalam kurun waktu yang terukur, untuk mencapai sasaran strategis yang telah dicanangkan. Berbeda dengan aktivitas rutin operasional yang biasanya tercantum dalam job description, Strategic Initiatives lebih bersifat proyek-proyek kerja (ad-hoc) yang memberikan dampak yang signifikan terhadap pencapaian sasaran strategis perusahaan.

Namun pada kenyataannya, banyak perusahaan tidak dapat mengeksekusi Strategic Initiatives dengan optimal karena beberapa alasan seperti:

  1. Tidak adanya penanggung jawab kerja atau orang yang kompeten untuk memfasilitasi pembuatan strategi dan implementasinya
  2. Tidak ada proses penyelarasan
  3. Tidak ada visi dan arahan yang jelas
  4. Tidak ada reward system yang mendukung
  5. Tidak ada proses pembelajaran/ evaluasi

Selain itu, pemahaman atas tingkat keberhasilan serta hambatan-hambatan yang berpotensi untuk menghambat keberhasilan dari pelaksanaan Strategic Initiatives juga menjadi faktor yang penting dan harus diidentifikasi dengan baik, agar Perusahaan dapat menentukan tindak lanjut yang perlu diambil untuk mengoptimalkan keberhasilan pencapaian Strategic Initiatives.

Untuk itu, ketika Strategic Initiatives akan dieksekusi, diperlukan suatu kerangka kerja yang komprehensif, agar dapat menentukan prioritas kerja, rencana pelaksanaan, serta pengidentifikasian setiap potensi hambatan.  Dalam hal ini, kerangka kerja Integrated Strategy Execution (ISE), menjadi alat yang efektif untuk menjawab permasalahan-permasalahan tersebut di atas. Kerangka kerja ISE bekerja dengan metode:

  1. Mengidentifikasi sasaran kunci penentu keberhasilan (Success Factor) untuk mencapai sasaran strategis Perusahaan
  2. Membuat inisiatif yang harus dicapai untuk mencapai Success Factor, serta menentukan outcome dari inisiatif tersebut
  3. Mengembangkan rencana tindakan dan mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan
  4. Mengidentifikasi risiko dan mengembangkan rencana kontingensi

Kunci dari keberhasilan ISE adalah spesifik dan terukur, oleh karenanya, kembangkan setiap bagian pada kerangka kerja ISE dengan terstruktur dan terukur. Langkah selanjutnya, lakukan peninjauan secara berkala untuk memantau progres rencana kerja pada ISE, sehingga Perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam upaya mencapai Sasaran Strategis yang ingin dicapai.

MENGENAL STRATEGIC INITIATIVE

Ketika mengeksekusi strategi, umumnya strategic initiative atau inisiatif strategislah yang dieksekusi oleh manajemen perusahaan. Inisiatif strategi (atau disebut dengan proyek) merupakan serangkaian aktivitas yang perlu dilakukan untuk memberikan dampak yang signifikan terkait pencapaian objective, yang diselesaikan dalam jangka waktu tertentu (biasanya maksimal satu tahun), baik di tingkat organisasi, divisi, maupun departemen. Meski terkait dengan tenggat waktu, inisiatif strategis bukan hanya tentang menyelesaikan pekerjaan dalam kurun waktu tertentu, melainkan juga melibatkan kolaborasi lintas fungsi atau organisasi bahkan, anggaran atau sumber daya lainnya, hasil yang diharapkan, serta terkait dengan penyusunan rencana aksi.

Tujuan Strategic Initiative

Pada umumnya, orang awam mengenal strategic initiative hanya sebagai proyek. Berbeda dengan proyek perbaikan berkelanjutan (continuous improvement), strategic initiative benar-benar didesain untuk mencapai sasaran yang hendak dicapai. Perusahaan menggunakan inisiatif strategis untuk beberapa tujuan, seperti:

1. Mencapai sasaran yang mulia (noble)

Inisiatif strategis dirumuskan dengan tujuan mencapai sasaran strategis. Oleh karena itu, inisiatif strategis didesain untuk mencapai sasaran di tingkat organisasi, bukan hanya untuk departemen tertentu.

2. Dijadikan sebagai solusi hipotesis untuk mencapai tujuan strategis

Keputusan dalam menentukan inisiatif strategis telah melalui diskusi, metodologi, dan pertimbangan manajerial. Oleh karena itu, dengan mencapai inisiatif strategis secara bertahap perusahaan dapat mencapai tujuan yang sudah ditetapkan sejak awal.

3. Menutup kesenjangan antara target dan kinerja saat ini

Ketika aktivitas operasional sudah tidak lagi memberikan target yang diharapkan, perusahaan dapat menggunakan inisiatif strategis untuk membantu karyawan mencapai dan meningkatkan target yang telah ditetapkan. Dengan melakukan suatu hal secara berbeda, harapannya juga memberikan hasil yang berbeda.

4. Membantu para pimpinan untuk membuat kerangka kerja yang baru

Terkait dengan sasaran strategis yang relevan dengan situasi internal dan eksternal organisasi, implementasi inisiatif strategis dapat memberikan kerangka kerja yang baru. Proses internal yang sudah usang dapat diganti dengan menggunakan inisiatif strategis yang lebih sesuai. Lebih lanjut, inisiatif strategis juga dapat memberikan kontribusi bagi inovasi perusahaan.

(BACA JUGA: STRATEGI SUKSES MENGGUNAKAN SWOT)

5. Fokus pada proyek-proyek yang agile dan terukur

Pada umumnya, di setiap rapat strategi tahunan perusahaan akan memiliki daftar proyek yang perlu dikerjakan. Dengan memiliki konsep inisiatif strategis yang benar, perusahaan dapat memprioritaskan proyek yang benar-benar berkontribusi pada pencapaian sasaran strategis. Dalam hal ini, perusahaan dapat memilih proyek yang agile agar dapat secara cepat dievaluasi dan memberikan hasil.

Elemen Strategic Initiative    

Jika hendak memahami strategic initiative lebih mendalam, perusahaan perlu mengetahui apa saja elemen yang terkandung di dalamnya. Secara berurutan, elemen tersebut antara lain:

1. Measurable Outcome

Melalui strategic initiative, tentunya perusahaan ingin mencapai sasaran-sasaran yang terukur, yaitu outcome. Untuk menetapkan outcome, perusahaan dapat menggunakan kerangka S.M.A.R.T., yaitu Specific, Measurable, Achievable, Relevant, dan Time-bound. Setelah menentukan outcome, perusahaan juga dapat memperoleh beberapa alternatif Key Performance Indicators (KPI).

2. Action Plan

Sama halnya seperti proyek, strategic initiative juga harus memiliki daftar aktivitas yang jelas. Rencana ini dituliskan secara berurutan sehingga dapat menggambarkan tahapan tindakan yang nyata untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. Inilah tahapan eksekusi strategi yang akan terjadi!

3. Output

Di setiap akhir aktivitas, harus ada output yang bisa dimonitor sebagai ukuran kualitas pelaksanaan rencana tindakan tersebut.

4. Time Frame

Setiap aktivitas yang dilakukan harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu. Saat menuliskan action plan, tim dapat mencantumkan tanggal berakhirnya masing-masing aktivitas. Penggunaan time frame dapat menjaga strategic initiative tetap konsisten terlaksana dan terselesaikan dalam waktu maksimal satu tahun.

5. Team

Strategic initiative dapat dikerjakan secara lintas departemen sehingga memungkinkan terjadinya kolaborasi antardepartemen. Oleh karena itu, untuk masing-masing aktivitas dapat ditunjuk siapa yang bertanggung jawab atas selesainya rencana tindakan (PIC / Person in Charge).

6. Budget

Setiap strategic initiative harus memiliki rencana dan perhitungan anggaran yang jelas untuk setiap aktivitas. Jika tidak membutuhkan anggaran, tim dapat memberikan angka “nol (0)” pada aktivitas yang bersangkutan.

Kesuksesan formulai dan eksekusi strategi terletak pada pembuatan dan pelaksanaan strategic initiative yang spesifik, terukur, serta berkontribusi pada tujuan secara keseluruhan. Setelah menentukan strategic initiative yang tepat, tim dapat lebih percaya diri menjalankan strategi yang telah disusun serta memonitor perkembangannya.

Menyelaraskan Tujuan dengan Kerangka Kerja V2MOM

Tantangan terbesar bagi sebagian besar perusahaan di Indonesia adalah menyelaraskan visi pimpinan dan karyawan. Pada umumnya, pemimpin mengalami kesulitan untuk menyampaikan maksud yang diinginkannya. Di sisi lain, karyawan juga sulit menerjemahkan keinginan tersebut dalam aksi kerja yang nyata. Oleh karena itu, perusahaan memerlukan solusi yang dapat membantu mereka menyelaraskan tujuan. V2MOM merupakan salah satu kerangka kerja yang mampu membantu perusahaan dalam hal ini.

V2MOM adalah singkatan dari Vision, Values, Methods, Obstacles, dan Measures. Kerangka kerja ini memiliki premis bahwa adalah penting untuk menyelaraskan tindakan sehari-hari dengan aspirasi jangka panjang, sembari meningkatkan transparansi bisnis (Mitsis, 2022). Berikut penjelasan detail mengenai kerangka kerja V2MOM:

VISION

Visi merupakan tujuan ke depan yang hendak dicapai perusahaan. Beberapa orang mendefinisikan visi sebagai “WHY”, namun visi di sini bukan tentang masa lalu, melainkan tentang masa depan. Visi harus mewakili keinginan yang inspirasional dan mulia. Oleh karena itu, hindari keinginan untuk menuliskan angka, target, fitur produk, dan lain sebagainya saat menentukannya.

Beberapa pertanyaan yang dapat membantu dalam mendefinisikan visi, seperti:

  • Seperti apa keadaan ideal organisasi di masa mendatang?
  • Apa outcome ideal yang ingin kita capai?

VALUES

Pikirkan apa saja prinsip dan nilai yang dapat membantu perusahaan atau tim untuk mencapai visi. Dalam kerangka kerja V2MOM, value adalah panduan atau pedoman untuk bertindak. Jika perusahaan hendak menentukan value, cobalah untuk mengumpulkan feedback tentang apa yang penting bagi individu dan terkait dengan kepentingan perusahaan. Kumpulkan wawasan tersebut, buat daftar, serta prioritaskan nilai-nilai yang paling memberikan dampak dalam mencapai visi.

METHODS

Bagian ini merupakan hal yang paling penting dari kerangka kerja V2MOM, namun jarang diperhatikan. Methods adalah tentang cara untuk mencapai visi yang telah ditentukan. Pada umumnya, bagian ini berisikan rencana aksi dan langkah taktis yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan. Intinya, apapun opsi yang dipilih, perusahaan perlu memiliki objective dan inisiatif strategis selama proses perencanaan. Oleh karena itu, perusahaan juga dapat menggunakan kerangka kerja OKR untuk melengkapi bagian ini.

(BACA JUGA: BAGAIMANA MENJALANKAN OKR DENGAN BENAR)

OBSTACLES

Kelebihan kerangka kerja V2MOM terdapat pada bagian obstacles. Pada bagian ini, perusahaan memetakan hambatan atau tantangan apa yang akan dialami. Dengan meramalkan kemungkinan hambatan, perusahaan dapat mengambil langkah proaktif dan mempersiapkan rencana kontingensi sebelum hambatan tersebut terjadi. Langkah proaktif dapat dilakukan dengan cara mengalokasikan sumber daya cadangan dan juga dengan menghilangkan aktivitas yang tidak memiliki dampak terhadap tujuan.

MEASURES

Bagian measures memastikan sejauh mana visi yang telah ditetapkan tercapai. Pada bagian ini, perusahaan perlu mengumpulkan data untuk mengukur kemajuan. Untuk memudahkan proses pengukuran, perusahaan perlu menerjemahkan setiap kemajuan menjadi angka. Jika perusahaan menggunakan OKR sebagai metode dalam kerangka ini, maka measures dapat ditentukan dengan menggunakan Key Results (KR).

Untuk memastikan kesuksesan implementasi V2MOM, perusahaan perlu mengerjakan kerangka tersebut secara berurutan. Dimulai dari menentukan visi hingga menentukan ukuran yang tepat untuk mencapainya. Perusahaan dapat mengajak karyawannya untuk berkolaborasi dalam mencapai visinya sehingga dapat bergerak cepat dalam lingkungan yang berubah maupun di saat krisis.

Referensi:

Benioff, M. (2020, May 1). Create Strategic Company Alignment With a V2MOM. From Salesforce: https://www.salesforce.com/blog/how-to-create-alignment-within-your-company/
Bolden-Barrett, V. (2021, Apr 3). A Guide to Using the V2MOM Goal-Setting Model. Retrieved from Zenefits: https://www.zenefits.com/workest/a-guide-to-using-the-v2mom-goal-setting-model/
Mitsis, C. (2022, Nov 1). The V2MOM: Overview, How to Use It. Retrieved form Cascade: https://www.cascade.app/blog/the-v2mom-framework
Preuss, M. (2018, July, 12). V2MOM: Salesforce’s Secret & Why it Works. From Visible Blog: https://visible.vc/blog/v2mom-salesforce/
Zenefits Team. (2021, Feb 26). How to Set Effective Goals for Your Company, Team, and Self. Retrieved from Zenefits: https://www.zenefits.com/workest/how-to-set-effective-goals-for-your-company-team-and-self/

Mengapa OKR Sulit Diterapkan?

Perusahaan pada umumnya mengirimkan karyawannya untuk mengikuti pelatihan Objective and Key Results (OKR) dengan harapan dapat segera menerapkannya setelah pelatihan berakhir. Pada kenyataannya, penerapan OKR tidak dapat sukses hanya dalam semalam, sebaliknya perusahaan perlu memandang OKR sebagai bagian dari Change Management. Ini artinya, diperlukan beberapa pergeseran pola pikir dan sudut pandang yang sesuai dalam menerapkan OKR.

Berikut beberapa kesalahan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan dalam menerapkan OKR:

1. Memperkenalkan OKR sebagai obat yang mujarab.

Perusahaan yang hendak menerapkan OKR untuk pertama kalinya cenderung mempromosikan OKR secara berlebihan. Di sisi lain, memang betul bahwa terdapat perusahaan-perusahaan besar yang sukses berkat bantuan OKR, namun kesuksesan itu tidak terjadi dalam waktu semalam. Daripada memberikan janji-janji manis, OKR seharusnya dikenalkan sebagai sayuran – meski terasa tidak nyaman pada awalnya, namun diperlukan untuk memastikan pertumbuhan perusahaan.

 

2. Terburu-buru dalam proses menetapkan OKR.

Goal-setting dengan menggunakan OKR tidak dapat dilakukan hanya dalam kurun waktu 1-2 jam saja. Bahkan, untuk menetapkan Objective yang paling relevan dan prioritas juga membutuhkan waktu berpikir yang tidak sedikit. Kesalahan ini sering terjadi karena perusahaan merasa kesulitan memikirkan OKR apa yang tepat bagi kebutuhan mereka. Oleh karena itu, jika baru pertama kali menerapkan OKR, perusahaan perlu mengambil lebih banyak waktu untuk berpikir dan berdiskusi dalam menentukan Objective serta Key Results yang tepat.

 

3. Menggunakan OKR untuk mengukur semua hal.

OKR adalah alat yang tepat untuk memastikan pertumbuhan, namun jangan gunakan OKR untuk mengukur hal-hal yang tidak langsung berkontribusi pada pertumbuhan. Perusahaan dapat menggunakan Key Performance Indicators (KPI) untuk mengukur hal-hal lainnya yang tidak diukur dalam OKR. Bayangkan OKR seperti peta perjalanan yang memandu perusahaan untuk mencapai suatu tujuan. Kemudian, bayangkan perusahaan seperti mobil yang membawa kita mencapai tujuan tersebut. Untuk memastikan bahwa perjalanan berjalan dengan lancar, perusahaan dapat menggunakan KPI sebagai dashboard mobil yang memberi tahu kita tentang kondisi perusahaan secara keseluruhan. Dengan kata lain, OKR dan KPI dapat dimanfaatkan secara bersamaan untuk memastikan bahwa strategi dapat terimplementasi dengan baik.

 

4. Memberikan seluruh tanggung jawab pada departemen SDM untuk menjadi pemimpin OKR.

OKR memberikan manfaat secara strategis bagi perusahaan sehingga peran utama dalam menjalankan OKR seharusnya dipegang oleh pimpinan tertinggi atau CEO. Hal ini dikarenakan pemimpin perusahaanlah yang memiliki visi dan arah yang dapat membawa perusahaan berkembang. Departemen SDM dapat berperan dalam aktivitas operasional penerapan OKR tersebut, seperti memastikan checklist OKR, memberikan pelatihan seputar OKR bagi karyawan baru, merekap data kemajuan OKR dari setiap divisi, dan lain sebagainya.

 

5. Memberikan informasi terlalu banyak tentang OKR.

Pada esensinya, memperkenalkan OKR adalah seperti melaksanakan Change Management. OKR dapat memaksa karyawan untuk mengadopsi pola pikir yang baru dan keluar dari zona nyaman mereka. Oleh karena itu, seperti Change Management pada umumnya, perusahaan perlu memperkenalkan OKR secara bertahap dengan lebih sederhana.

 

6. Terjebak dalam istilah “stretch goal.

Jika perusahaan baru pertama kali menerapkan OKR, maka jangan paksakan seluruh karyawan untuk berambisi tinggi. Seperti pada poin pertama, kenalkan OKR sebagai sayuran – meski tidak enak, namun menyehatkan bagi kinerja individu dan organisasi secara keseluruhan. Pandu setiap karyawan untuk memiliki Objective dalam lingkup pekerjaannya dan pastikan juga agar mereka mengetahui Key Results apa saja yang dapat mencapai keberhasilan Objective tersebut. Semakin banyak OKR dicapai, semakin terbiasa pula karyawan dalam menerapkan OKR.

 

7. Memperlakukan OKR dengan kaku.

Beberapa perusahaan memberikan guideline untuk menerapkan OKR, termasuk perusahaan yang sukses, seperti Google. Di sisi lain, jika serta-merta menyalin guideline tersebut dan menerapkannya di perusahaan, bisa jadi akan tidak sesuai dengan karakteristik perusahaan. Dalam guideline Google, sasaran ditetapkan tiga kali lebih tinggi dari target yang dapat dibayangkan. Aturan ini belum tentu dapat diterapkan di perusahaan start-up, seperti Gojek. Untuk menyesuaikan kebutuhan perusahaannya, Gojek mengalikan target sepuluh kali lebih tinggi dari yang dapat dibayangkan.

Apakah berarti perusahaan Anda perlu sama persis dengan Google atau Gojek? Jawabannya, tidak. Semua ini dapat disesuaikan dengan keadaan dan kebijakan manajemen perusahaan.

 

Penerapan OKR bukan tentang mengumpulkan best practice, melainkan tentang menemukan praktik terbaik yang sesuai dengan perusahaan Anda. Dengan demikian, perusahaan dapat menggunakan OKR secara bertahap untuk membantu karyawannya beradaptasi dan memahami esensi OKR secara tepat. Setelah semua orang terbiasa menerapkan OKR dengan benar, barulah perusahaan dapat secara bertahap merenggangkan Objective menjadi lebih ambisius.

 

Referensi:

https://www.perdoo.com/resources/theory-vs-reality-in-okr/
https://www.youtube.com/watch?v=6lz_oN1jCTU