OKR Case Study: GOJEK

Objective & Key Results (OKR) merupakan alat manajemen strategis yang berorientasi pada tindakan/aksi. Kerangka kerja ini populer di kalangan start-up karena OKR mendorong perusahaan untuk fokus pada pertumbuhan. Ada beberapa contoh bisnis di dunia yang berhasil mencapai pertumbuhan yang signifikan dengan menggunakan OKR, salah satunya adalah Swipely. Tidak hanya menggunakan OKR sebagai sistem penetapan tujuan, perusahaan ini juga menggunakan OKR sebagai alat komunikasi yang mempersatukan perusahaan dan meningkatkan proses bisnis mereka. Dengan pergeseran secara fundamental dan penerapan OKR, perusahaan ini mampu mencapai angka penjualan sebesar satu miliar dolar Amerika Serikat.

Continue reading

Pergeseran Paradigma Manajemen dengan Penerapan OKR

Penggunaan kerangka kerja Objective & Key Results (OKR) sebagai alat strategi di masa pandemi atau pada start-up telah memberikan paradigma yang berbeda bagi perusahaan yang menerapkannya. Lebih dari sekadar alat atau metode, OKR menghadirkan cara pandang baru terhadap manajemen strategis dan kinerja. Bagaimana OKR menggeser paradigma dalam manajemen?

Manajemen Strategik yang lebih Agile

Pengambilan keputusan dalam manajemen strategi dimulai dari pendekatan ilmiah atau prosedur formal, prediksi, preskripsi, membandingkan dengan best practice, hingga mengujinya di tingkat skenario bisnis yang lebih kecil. Praktik mengelola strategi seperti ini biasanya memakan waktu panjang, bahkan memerlukan tiga hingga empat bulan dalam menyusun perencanaan strategis yang lengkap. Hasil survei Tim Cascade (2020), menyatakan bahwa 98% pemimpin setuju bahwa implementasi strategi membutuhkan lebih banyak waktu dari perencanaannya, namun hanya 2% pemimpin yang yakin dapat mencapai tujuan organisasinya.

Tampilan dan formula OKR yang lebih sederhana membuat organisasi yang menerapkannya lebih mudah memahami dan mengimplementasi OKR, bahkan hingga di tingkat paling bawah. Dengan OKR, kita tidak perlu melalui semua prosedur manajemen strategik yang berjenjang karena kita sudah bisa menyusun OKR melalui pernyataan misi organisasi saja. Juga, dengan gaya penulisan OKR yang sederhana: Saya akan (Objective) yang diukur dengan (set of Key Results), penerapan OKR lebih berorientasi pada aksi daripada wacana. Inilah yang mendorong OKR lebih gesit (agile) dalam mengeksekusi strategi.

Mengutamakan Transparansi, Empati, dan STRETCH

OKR dapat membuat organisasi secara ekstrem mempraktikkan transparansi karena perlu menyatukan harapan, impian, dan ketakutan setiap orang dalam organisasi. Setiap departemen mungkin memiliki aspirasi yang berbeda-beda dalam memajukan departemen dan pekerjaannya, tetapi top management perlu menyatukan perbedaan tersebut sehingga tidak merugikan departemen lainnya. Dengan adanya keterbukaan, diharapkan orang dapat menyelaraskan aspirasi pribadinya dengan aspirasi kelompok dan organisasi.

Saat menerapkan OKR, menurut Andy Grove, organisasi tidak boleh menyia-nyiakan mereka yang introver.  Karyawan yang introver mungkin lebih memilih bekerja di balik layar dan tidak menonjol, namun sebenarnya mereka merupakan pemecah masalah yang cepat, objektif, sistematis, dan permanen. Orang-orang ini dibutuhkan untuk menghadapi masalah tanpa menyerang pihak lainnya dan bebas politik sehingga dapat membuat keputusan yang lebih cepat, sehat, dan kolektif. Untuk memberdayakan orang tipe ini, dibutuhkan empati sehingga organisasi dapat menavigasi dan mendorong mereka terlibat dalam pelaksanaan OKR.

Dengan semangat OKR untuk mencapai sasaran yang stretch, organisasi secara keseluruhan dilatih agar dapat menerima kegagalan, yaitu elemen penting dalam continuous improvement. Objektif sendiri perlu ditetapkan setinggi mungkin agar pengguna OKR dapat dengan kreatif membuat inisiatif dan pembelajaran untuk mencapainya. Di sisi lain, sifat OKR yang fleksibel memungkinkan departemen untuk segera mengganti objektif jika tidak memenuhi objektif organisasinya.

CEO sebagai penggerak utama Change Management

Selama ini, HR bertanggung jawab atas inisiatif Change Management. Dengan diterapkannya OKR, eksekutif diingatkan kembali akan perannya sebagai role model yang harus menunjukkan komitmen terhadap penerapan OKR tersebut. Perubahan ini turut memaksa Top Management untuk mempersiapkan sistem yang memfasilitasi OKR, yang meliputi Conversation, Feedback, dan Recognition.

Dengan sering melaksanakan OKR review, terdapat manfaat percakapan dalam menavigasi aspirasi pribadi dan potensi setiap karyawannya. Lebih lanjut, pemimpin juga dapat meningkatkan hubungannya dengan karyawan melalui percakapan kinerja yang lebih intensif. Selain itu, weekly check in yang dilaksanakan untuk memonitor OKR juga dapat memberikan kesempatan setiap orang untuk memberikan umpan balik.

Dalam pelaksanaan OKR, tidak disarankan untuk mengaitkan metode ini dengan bonus, namun organisasi dapat memberikan penghargaan dalam bentuk lainnya. Salah satunya adalah dengan merayakan pencapaian suatu target. Dengan tingginya penetapan target OKR, pencapaian di angka 60%-70% saja sudah sangat bagus. Oleh karena itu, jangan sampai organisasi tidak merayakan keberhasilan pencapaian ini, sekecil apapun.

Menyesuaikan OKR dengan Kebutuhan Organisasi

Salah satu keunggulan menggunakan OKR adalah fleksibilitasnya. Selama ini organisasi kesulitan menyesuaikan diri dengan framework strategi yang mungkin tidak relevan dalam mencapai tujuannya, tetapi OKR memberikan kemudahan untuk dibentuk sesuai dengan kebutuhan organisasi. Hal ini dikarenakan OKR menekankan batasan objektif dan key results-nya sehingga eksekusi strategi lebih terfokus pada prioritas saat ini.

Di sisi lain, OKR dapat berevolusi bersama dengan organisasi. Saat pertama kali Google menerapkan OKR, Larry Page dan Sergey Brin menetapkan sasaran OKR untuk tiga bulanan. Selanjutnya, organisasi ini menambahkan sasaran tahunan agar semua karyawan, dari teknisi hingga CEO, bekerja secara bersamaan dalam mencapai sasaran jangka pendek dan ekspektasi jangka panjang. Sundar Pichai, kepala Google, bahkan hanya mengizinkan karyawannya fokus pada satu sasaran pada satu waktu tertentu.

OKR bukan untuk “Business as Usual

OKR lebih efektif digunakan dalam mencapai objektif yang diprioritaskan dan untuk mendorong Continuous Improvement. Selama pandemi, OKR banyak membantu organisasi keluar dari krisis. Artinya, organisasi mengubah cara kerja lama yang tidak sesuai dalam konteks pandemi. Jika OKR hanya digunakan untuk aktivitas “Business as Usual”, organisasi tidak dapat memanfaatkan keunggulan OKR secara maksimal.

Referensi:
Cascade Team. (2020, Mar 13). 51 Strategy Statistics And 3 Key Lessons to Help You Succeed. Retrieved Sep 23, 2022, from https://www.cascade.app/blog/51-strategy-statistics
https://study.com/academy/lesson/what-is-paradigm-definition-development-examples.html
https://www.techtarget.com/searchhrsoftware/definition/OKRs-Objectives-and-Key-Results
PQM Consultants. (2020). Menghadapi Krisis dengan Objectives & Key Results (OKR) [YouTube Video]. Retrieved Sep 23, 2022, from https://youtu.be/1TbwnAta9n4

4 KATEGORI INTERVENSI
ORGANIZATION DEVELOPMENT (OD)

Untuk memastikan kontinuitas bisnis, diperlukan intervensi terhadap organisasi agar tetap kompetitif dan relevan dengan perubahan zaman. Menurut Rothwell dan Sullivan (2005), intervensi adalah usaha untuk mengubah atau proses perubahan. Artinya, terdapat kesengajaan untuk mengubah sistem yang sedang berjalan. Lebih lanjut, Cummings dan Worley (2009) mendefinisikan intervensi sebagai, “any action on the part of a change agent. [An] intervention carries the implication that the action is planned, deliberate, and presumably functional.” Artinya, intervensi merupakan tindakan yang dilakukan secara terencana, bertujuan, dan fungsional.

Menurut Cummings dan Worley (2009), intervensi OD terbagi dalam empat kategori, yaitu:

Intervensi Human Process

Intervensi human process terkait erat dengan disiplin psikologi yang diaplikasikan dalam dinamika organisasi, kelompok, dan hubungan interpersonal. Pada umumnya, intervensi ini digunakan untuk menyelesaikan isu yang berkaitan dengan proses sosial yang terjadi antara anggota organisasi, seperti komunikasi, pengambilan keputusan, kepemimpinan, dan dinamika kelompok.

  • Team building

    Intervensi ini mengacu pada serangkaian aktivitas yang terencana yang dapat membantu meningkatkan kinerja dan penyelesaian tugas dalam kelompok. Dalam team building terdapat proses konsultasi dan intervensi lainnya yang berorientasi pada tugas. Namun, jika isu organisasi hanya terdapat pada konflik dua orang, team building tidak cocok untuk diterapkan.

  • Intervensi pihak ketiga

    Intervensi ini fokus pada konflik yang muncul di antara dua orang atau lebih dalam organisasi. Konflik dapat muncul dari berbagai sumber, seperti perbedaan kepribadian, orientasi tugas, kompetisi, dan lain sebagainya. Intervensi pihak ketiga dapat digunakan untuk menyelesaikan konflik interpersonal yang mungkin muncul selama menjalankan team building maupun proses konsultasi lainnya.

Intervensi Technostructural

Intervensi Technostructural merupakan teknik perubahan yang berfokus pada isu teknologi dan struktural. Intervensi ini semakin relevan karena pasar dan teknologi yang cepat berubah di era saat ini. Pada umumnya, intervensi ini digunakan untuk mengubah desain struktur tradisional menjadi lebih fleksibel.

  • Desain Struktural / Desain Organisasi

    Adalah tentang bagaimana organisasi bekerja secara keseluruhan dengan terbagi ke dalam sub unit dan bagaimana sub unit tersebut berkoordinasi untuk menyelesaikan tugas. Struktur ini pada umumnya dipengaruhi oleh lingkungan, strategi organisasi, ukuran organisasi, serta teknologi.

  • Employee Involvement (EI)

    EI merupakan konsep yang berkaitan dengan partisipasi, komitmen, dan kinerja karyawan. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa tingkat EI yang tinggi berkontribusi pada peningkatan kinerja karyawan, kinerja keuangan, kepuasan pelanggan, jam kerja yang lebih optimal, hingga tingkat waste yang lebih rendah.

  • Total Quality Management (TQM)

    TQM merupakan pendekatan yang lebih komprehensif terhadap EI karena perlu melibatkan partisipasi anggota organisasi untuk mempertahankan hasil dalam jangka panjang. TQM juga dikenal dengan istilah “continuous process improvement,” “lean,” “six sigma,” dan “continuous quality.” TQM membantu meningkatkan keterampilan dan pengetahuan karyawan melalui pelatihan ekstensif, membagikan informasi yang relevan, mendorong kekuatan pengambilan keputusan secara downward, dan mengaitkan penghargaan dengan kinerja.

  • Desain Pekerjaan

    Intervensi desain pekerjaan adalah tentang membuat pekerjaan dan kelompok kerja yang menghasilkan tingkat kepuasan karyawan yang tinggi. Pendekatan yang digunakan untuk mendesain pekerjaan adalah engineering dan motivasi. Organisasi dapat menggabungkan kedua pendekatan tersebut untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan karyawannya.

Intervensi Human Resource Management (HRM)

Intervensi HRM berkaitan erat dengan proses dan aktivitas mengelola Sumber Daya Manusia (SDM). Pada umumnya, isu yang terkait adalah tentang bagaimana menarik dan mempertahankan talenta, menetapkan tujuan, menilai dan menghargai kinerja mereka, serta memastikan pengembangan kariernya.

  • Performance Management

    Aktivitas dalam mengelola kinerja karyawan bertujuan untuk menyelaraskan perilaku kerja karyawan dengan tujuan strategis organisasi, termasuk goal setting, penilaian kinerja, serta sistem penghargaan. Dalam mengelola kinerja, perusahaan juga perlu memerhatikan tingkat engagement karyawannya untuk menentukan intervensi performance management yang tepat.

  • Mengembangkan Talenta

    Dalam mengelola talenta, intervensi ini fokus pada peningkatan kemampuan, pengetahuan, serta kapabilitas individu. Pada umumnya, intervensi ini diberikan kepada manajer atau individu yang dianggap berpotensi mengembangkan jenjang kariernya. Beberapa intervensi yang diberikan seperti mentoring, coaching, perencanaan karier, dan pelatihan leadership.

(BACA JUGA: FAKTA TENTANG PELATIHAN MANAJER)
  • Mengelola Keberagaman dan Kesejahteraan Karyawan

    Meningkatnya keberagaman karyawan juga berpengaruh pada meningkatnya tantangan mengelola SDM. Lebih lanjut, saat ini organisasi juga menghadapi isu-isu sosial terkait kesejahteraan karyawan. Beberapa bentuk intervensi yang dapat diberikan, seperti work diversity interventions dan stress management.

Intervensi Perubahan Strategis

Intervensi ini fokus pada proses perubahan organisasi secara fundamental, termasuk yang berkaitan dengan pilihan produk dan layanan yang ditawarkan di pasar. Isu strategis adalah salah satu isu yang paling kritis yang dihadapi organisasi dalam lingkungan yang berubah dan sangat kompetitif. Metode OD yang digunakan mencakup perubahan strategis terintegrasi, merger dan akuisisi, aliansi dan pengembangan jaringan, serta Learning Organization.

  • Perubahan Transformasional

    Perubahan ini biasanya mempengaruhi inti organisasi dengan tujuan untuk menyelaraskan organisasi dengan lingkungan yang kompetitif serta mencapai keunggulan kompetitif. Perubahan ini tidak dapat dilaksanakan tanpa komitmen dari eksekutif dan manajemen senior.

  • Integrated Strategic Change

    Perubahan ini fokus pada disiplin manajemen strategi yang berorientasi pada content. Proses perubahan ini dilakukan secara proses terkoordinasi dan disengaja; menata ulang sistem antara orientasi strategis dan lingkungan secara bertahap atau radikal; serta menghasilkan peningkatan kinerja dan efektivitas. Pada umumnya, metode ini menggunakan tools, seperti Analisis SWOT, untuk membangun strategi yang relevan.

 

Referensi:

Borja, C. (2022, Mar 5). What is Organizational Development? (An In-Depth Guide). Retrieved from sweet process: https://www.sweetprocess.com/organizational-development/
Cummings, T. G., & Worley, C. G. (2009). Organization Development & Change. South Western: Cengage Learning.
Rothwell, W. J., & Sullivan, R. L. (2005). Practicing Organization Development: A Guide for Consultant (2 ed.). San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc.
WalkMe Team. (2018, Nov 12). The Importance Of Organizational Development & Organizational Development Interventions. Retrieved from walkme: https://change.walkme.com/organizational-development-interventions/

HR DUE DILIGENCE
TRANSAKSI M&A

Nilai transaksi global merger dan akuisisi (M&A) pada tahun 2021 mencapai angka tertinggi, yaitu enam triliun dolar Amerika (Bain, 2022). Meskipun demikian, penelitian baru menunjukkan bahwa masih terdapat prospek optimis untuk aktivitas kesepakatan M&A pada tahun 2022. Hal ini terbukti dari survei global Bain terhadap lebih dari 280 eksekutif yang menunjukkan 89% mengantisipasi aktivitas kesepakatan M&A perusahaan akan tetap sama atau meningkat tahun ini karena lingkungan untuk membuat kesepakatan M&A masih tetap menarik secara fundamental. Di sisi lain, terdapat campuran sinyal pasar yang seimbang dan menunjukkan keadaan pasar M&A secara strategis akan terus menguat.

(BACA JUGA: STRATEGI M&A PASKA-PANDEMI)

Untuk mengurangi risiko M&A, perusahaan perlu memperhatikan isu SDM karena biasanya karyawan cenderung merasa khawatir terhadap ketidakpastian dan perubahan sehingga sering kali memilih untuk keluar dari perusahaan. Berdasarkan penelitian Harvard Business Review (2007), sebagian besar karyawan memilih resign setelah pengumuman transaksi M&A; sedangkan karyawan yang masih tinggal biasanya mengalami kebingungan ketika menghadapi perbedaan gaya pengambilan keputusan dari dua manajemen yang berbeda. Menurut penelitian Bain (2022), mempertahankan karyawan menjadi salah satu faktor sukses selain penetapan tujuan transaksi M&A.

Risiko HR yang Umum Ditemui dalam M&A:

  • Risiko kehilangan talenta kunci yang tinggi;
  • Potensi komplikasi transfer pekerjaan;
  • Kegagalan untuk merekonsiliasi informasi dari sistem sehingga mengakibatkan hilangnya catatan/sejarah dan konflik dalam aturan;
  • Kegagalan untuk menegosiasikan kembali kontrak dengan vendor HR.

Untuk mengatasi risiko HR, perusahaan dapat melakukan HR due diligence sebelum dan sesudah melakukan transaksi M&A. Dengan HR due diligence, pengakuisisi dapat mengungkap kesenjangan kemampuan, titik gesekan, dan perbedaan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, pengakuisisi dapat menentukan karyawan yang harus dipertahankan atau diberhentikan. Menurut penelitian Harvard Business Review (2007), 90% dari 15 perusahaan yang melakukan M&A sudah menetapkan karyawan yang ingin dipertahankan selama masa transisi sehingga proses penggabungan berjalan dengan baik.

Checklist HR Due Diligence:

  • Daftar semua talenta berkinerja tinggi
  • Demografi karyawan: gaji, posisi, usia, masa kerja, dan keterampilan.
  • Metrik SDM: jumlah karyawan dan masa kerja rata-rata.
  • Jadwal dan struktur tinjauan kinerja
  • Database karyawan
  • Ringkasan terperinci mengenai pengeluaran di area SDM
  • Kontrak kerja dan perjanjiannya.
  • Kebijakan untuk SDM
  • Litigasi karyawan
  • Tunjangan untuk karyawan (kesehatan, bonus, atau insentif)

HR due diligence juga dapat digunakan oleh perusahaan terakuisisi untuk mengevaluasi masalah perusahaan yang menghambat proses transaksi. Setelah mengetahui area yang perlu diperbaiki, langkah selanjutnya adalah mengeksekusi aksi yang diperlukan untuk membenahi. Dengan ini, perusahaan besar akan lebih tertarik untuk melakukan transaksi M&A yang berpotensi untuk mengembangkan perusahaan.

Referensi:

https://www.mckinsey.com/business-functions/m-and-a/our-insights/global-m-and-a-market-defies-gravity-in-2021-second-half
https://www.statista.com/statistics/267369/volume-of-mergers-and-acquisitions-worldwide/
https://www.forbes.com/sites/kevindowd/2021/12/29/six-deals-that-helped-define-the-craziest-year-in-ma-history/?sh=3fbdedc060c7
https://www.gartner.com/en/finance/glossary/mergers-and-acquisitions-m-a-
https://www.forbes.com/sites/forbestechcouncil/2021/12/16/merger-and-acquisition-ma-execution-its-all-about-the-people/?sh=62ee915a4857
https://www.bain.com/insights/reimagining-talent-m-and-a-report-2022
https://www.bain.com/about/media-center/press-releases/2022/global-ma-report-2022
https://hbr.org/2007/04/human-due-diligence
https://www2.deloitte.com/br/en/pages/strategy-operations/articles/fusoes-aquisicoes-due-diligence-rh.html
https://fmpglobal.com/services/global-mergers-acquisition-consulting/mergers-acquisitions-hr-checklist/

STRATEGI M&A PASKA-PANDEMI

Ketidakpastian lingkungan bisnis akibat pandemi COVID-19 ternyata tidak menghalangi beberapa organisasi untuk tetap melakukan transaksi Merger and Acquistion (M&A), bahkan dalam nilai transaksi yang besar. Meskipun berisiko, transaksi M&A dapat menjadi salah satu strategi untuk mengembangkan bisnis di masa pandemi. Jenny Johnson, CEO perusahaan Franklin Templeton, berhasil membuktikan efektivitas transaksi M&A sebesar $4,5 miliar terhadap organisasi pesaingnya, Legg Mason. Dalam podcast McKinsey (2021), Johnson mengaku merger membawa peningkatan dalam pendapatan tetap, ekuitas, dan profil solusi investasi multi-aset yang lebih luas.

Continue reading

DI BALIK TERCAPAINYA KPI:
CRITICAL SUCCESS FACTOR (CSF)

Critical Success Factor (CSF) merupakan beberapa bidang dan aktivitas utama organisasi yang harus berjalan dengan baik agar bisnis dapat terus berkembang. Dengan mengetahui CSF, organisasi dapat menggunakannya untuk menentukan KPI yang tepat. Ronald Daniel (1961) yang pertama kali mengenalkan konsep ini di dalam artikel “Management Information Crisis”. Kemudian, konsep ini dipopulerkan oleh John F. Rockart dalam dua dekade selanjutnya. Menurut Rockart, CSF adalah beberapa area tertentu, yang jika tercapai dengan memuaskan, akan memberikan hasil atau kinerja kompetitif bagi keberlangsungan organisasi.

Pada dasarnya, KPI dan CSF adalah dua hal yang berbeda, namun keduanya bekerja sama untuk mencapai Objective. Sederhananya, CSF berperan sebagai elemen penting yang wajib ada/eksis di dalam bisnis, sedangkan KPI berperan sebagai alat untuk melacak progres pencapaiannya. Selain, itu, KPI juga digunakan untuk memonitor bagaimana bisnis mencapai CSF melalui aktivitas operasional maupun inisiatif strategis dalam menghadirkan elemen penting yang mungkin sebelumnya belum ada.

KPI dan CSF dapat digambarkan sebagai hubungan sebab-akibat, seperti berikut:

  • CSF adalah sebab keberhasilan (leading), yang perlu ditetapkan oleh perusahaan. Berbagai bisnis yang sukses di dunia biasanya melakukan proses identifikasi CSF, sama seperti melakukan identifikasi bagaimana membangun leadership yang baik, karyawan yang aktif terlibat, pengembangan produk yang solid, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, CSF adalah best practice dalam dunia bisnis.
  • KPI adalah akibat aksi (lagging), yang terukur dalam bentuk metrik untuk menggambarkan pencapaian sasaran strategis. Biasanya, setiap perusahaan memiliki KPI yang berbeda tergantung pada prioritas strategi bisnis dan sasarannya.
(BACA JUGA: MENGUKUR KINERJA ORGANISASI DENGAN KEY PERFORMANCE INDICATOR)

Critical Success Factors versus Key Performance Indicator

Lebih lanjut, perbedaan antara CSF dan KPI dapat dilihat pada tabel berikut.

Critical Success Factors (CSF) Key Performance Indicator (KPI)
Digunakan untuk menentukan KPI dan memastikan pencapaiannya. Menyediakan kriteria dan indikator yang menginformasikan apakah CSF dan Objective telah tercapai.
Bersifat general dan kualitatif. Contoh: “Pengembangan Produk Baru” Bersifat kuantitatif dan spesifik Contoh: “# Produk Baru yang sukses”; “IDR Penjualan Produk Baru”
Digunakan sebagai pendukung pencapaian Sasaran Strategis. Contoh: “Meningkatkan Pendapatan” Digunakan pada berbagai tingkat untuk memperjelas target strategis di seluruh bisnis.

Gambar 1: Contoh Sasaran dan CSF dalam sebuah industri.

Sumber: Harvard Business Review (1979)

Sumber Utama Critical Success Factors (CSF)

Menurut gambar di atas, CSF tertentu berlaku untuk perusahaan mana pun yang beroperasi di industri tertentu juga, namun dengan sistem kontrol manajemen yang perlu disesuaikan. Penyesuaian ini berarti bahwa sumber CSF bukan hanya berasal dari industri saja, namun menurut tim MIT, terdapat empat sumber utama CSF, yaitu:

  1. Struktur industri tertentu

    Setiap industri pada dasarnya memiliki seperangkat CSF berdasarkan karakteristiknya sehingga setiap perusahaan di dalamnya juga akan memperhatikan faktor-faktor tersebut. Seperti yang tertera pada Gambar 1, untuk mencapai sasaran market share, industri supermarket harus lebih memperhatikan product mix, sales promotion, dan harga, bukan CSF di area industri otomotif.

  1. Strategi kompetitif, posisi industri, dan lokasi geografis

    Setiap perusahaan dalam industri tertentu memiliki strategi kompetitif yang berbeda. Misalkan, bagi pendatang baru di tengah industri yang sudah memiliki satu hingga dua perusahaan besar, maka segala tindakan perusahaan besar tersebut akan menimbulkan masalah baru dan signifikan bagi perusahaan pendatang baru yang masih kecil. CSF akan ditentukan berdasarkan posisi perusahaan kecil tersebut di market, apakah memiliki produk unggul yang dapat menciptakan ceruk pasar baru atau malah harus mengganti lini produk utama akibat kalah persaingan. Oleh karena itu, strategi dan tindakan pesaing dapat menjadi CSF bagi perusahaan kecil.

    Kaitannya dengan geografis, CSF masing-masing industri dapat berbeda antara satu tempat dan tempat lainnya. Bahkan, di dalam perusahaan yang sama, CSF perusahaan pusat dan cabang dapat berbeda tergantung pada lokasinya. Perbedaan ini dipengaruhi oleh aturan, budaya, keadaan sosial, dan faktor-faktor geografis lainnya.

(BACA JUGA: MEMIMPIN PASAR DENGAN EMPAT PILIHAN STRATEGI KOMPETITIF)
  1. Faktor eksternal

    Ketika kondisi ekonomi makro berubah akibat pengaruh politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, dan peraturan negara, maka CSF juga dapat berubah. Pada awal tahun 1973, hampir tidak ada CEO di Amerika Serikat yang mempertimbangkan faktor “ketersediaan pasokan energi” sebagai CSF. Namun, setelah terjadinya embargo minyak, untuk jangka waktu yang cukup lama faktor ini dipantau secara ketat oleh para CEO dan menjadi kinerja baseline perusahaan.

  1. Faktor temporal (sementara)

    Pertimbangan faktor internal perusahaan sering menghasilkan CSF yang bersifat temporal. Biasanya CSF temporal tidak akan digunakan lagi jika faktor tersebut sudah terpenuhi. Sebagai contoh, untuk organisasi yang kehilangan sekelompok besar eksekutif dalam kecelakaan pesawat, jelas akan menentukan “pembangunan kembali kelompok eksekutif” sebagai CSF. Demikian pula, kontrol inventaris yang jarang menjadi perhatian, bisa saja menjadi CSF ketika ada kejadian luar biasa, seperti terlalu banyak atau terlalu sedikit stok. Setelah itu, CSF tersebut bisa dikeluarkan dari fokus perusahaan.

KPI dan CSF merupakan bagian penting dari teka-teki kinerja. Menentukan CSF terlebih dahulu akan mempermudah perusahaan mengukur indikator kinerja yang terpenting dan relevan bagi kesuksesan bisnisnya. Di lain sisi, perusahaan jangan sampai melupakan faktor yang terpenting, yaitu eksekusi strategi. Oleh karena itu, pastikan juga untuk memetakan aktivitas dan inisiatif yang akan membawa perusahaan mendapatkan CSF dan mencapai KPI yang sudah ditetapkan.

Referensi: https://bernardmarr.com/what-is-the-difference-between-key-performance-indicators-kpis-and-critical-success-factors-csfs/ https://hbr.org/1979/03/chief-executives-define-their-own-data-needs https://www.mindtools.com/pages/article/newLDR_80.htm

OKR & KPI INTEGRATION

Untuk mencapai Objective, organisasi umumnya mengenal alat manajemen kinerja yang dapat membantu melacak kemajuan, seperti: Management by Objective (MBO), Objective and Key Results (OKR) dan Balanced Scorecard (BSC). Ketiga pendekatan ini pada dasarnya menggunakan ukuran keberhasilan sebuah Objective tercapai atau tidak, yang kita kenal dengan istilah Key Performance Indicators atau Key Results. Meski sekilas nampak mirip, sebenarnya kedua metode atau ukuran ini (OKR & KPI) memiliki perbedaan.

OKR sendiri awalnya dipopulerkan oleh John Doerr di tahun 1999 saat ia memiliki proyek Manajemen Kinerja dengan Google. Doerr terinspirasi oleh Andy Groove yang menggunakan OKR sebagai penggerak eksekusi strategi di Intel sekitar tahun 1970-an. Singkatnya, Doerr merangkum OKR menjadi sebuah kalimat atau formula yang terkenal, yaitu Saya akan … (Objective) yang diukur dengan … (set of Key Results).

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG OKR: APA ITU OKR?)

KPI adalah adalah indikator keberhasilan yang penting atau relevan untuk melacak kemajuan pencapaian sasaran yang diinginkan. KPI memberikan fokus bagi organisasi untuk mencapai sasaran strategis, meningkatkan proses operasional, memperkuat dasar pengambilan keputusan, dan memusatkan perhatian pada hal yang paling penting. Jika indikator KPI terlalu banyak dan tidak berhubungan, maka akan menciptakan kebingungan saat menilai indikator-indikator yang penting tersebut.

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG KPI: MENGUKUR KINERJA ORGANISASI DENGAN KEY PERFORMANCE INDICATOR)

Berikut detail perbedaan di antara OKR dan KPI:

OKRKPI
Dibuat berdasarkan aspirasi pribadi: inisiatif yang ingin dikerjakan (yang selaras dengan objective perusahaan)Dibuat berdasarkan keselarasan strategi, inisiatif, deskripsi pekerjaan, dan pemecahan masalah.
Pendekatan bottom-upPendekatan top-down
Ditinjau setiap 3 bulanDitinjau berdasarkan periode tertentu (bulanan/tahunan)
Setiap Objective setidaknya memiliki 3 Key ResultsSetiap Objective memiliki 1-3 KPI
Dapat berubah setiap 3 bulanBerubah hanya jika diperlukan
Didesain untuk berkembang dan meregangDidesain agar realistis
Pencapaian pada angka 60-70% sudah dianggap bagus karena target menantang (challenging & aspirational)Mendorong pencapaian 100% karena target bersifat SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound)
Secara parsial memengaruhi kompensasi (non-financial rewards)Terkait langsung dengan kompensasi (financial rewards)

Umumnya, perusahaan menerapkan KPI dari top management hingga front line karena KPI dianggap telah mewakili lagging dan leading indicators yang dibutuhkan untuk sukses. Padahal, perusahaan dapat memanfaatkan pendekatan OKR yang bottom-up untuk menyelaraskan aktivitas di setiap tingkat.

Keduanya dapat bekerja sama dengan cara:

  1. Gunakan OKR sebagai ukuran leading dan KPI sebagai ukuran lagging.

    Indikator leading dan lagging adalah dua tipe pengukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja di dalam bisnis atau organisasi. Indikator leading adalah pengukuran prediktif, misalkan kasus kepatuhan di area pabrik merupakan indikator leading untuk sebuah Objective, yaitu Meningkatkan Keselamatan Kerja. Di lain sisi, indikator lagging adalah pengukuran untuk output atau hasil, misalkan kasus kecelakaan kerja merupakan indikator lagging Meningkatkan Keselamatan Kerja. Perbedaaan di antara keduanya adalah indikator leading dapat mempengaruhi perubahan dan indikator lagging hanya dapat merekam apa yang terjadi.

    OKR, karena periodenya yang lebih pendek (yaitu 3 bulan) sehingga memungkinkan untuk dinamis, sering kali menjadi Leading Indicator untuk mencapai KPI, yang identik dengan ukuran-ukuran yang bersifat outcome dan merupakan end result yang diinginkan perusahaan. Perpaduan keduanya akan menjamin pencapaian KPI dan harapannya adalah pencapaian KPI bisa melebihi harapan/target yang ada.

  1. Gunakan KPI untuk menjaga Business as Usual (BAU) dan OKR untuk aktivitas continuous improvement.

    KPI biasanya untuk menjaga BAU, yang artinya: dengan mencapai KPI, perusahaan dapat dikatakan memiliki kinerja yang bagus. BAU mengindikasi bahwa target KPI adalah target yang sudah dicanangkan dalam tahun fiskal, terlepas itu adalah indikator keuangan atau lainnya (bisa operational excellence atau HR excellence), sedangkan OKR diharapkan untuk mencapai target-target yang fantastis (sehingga tidak diharapkan pencapaian 100%, melainkan 60% saja) supaya memicu proses belajar dan mendorong adanya perbaikan berkelanjutan (Continuous Improvement).

    Continuous improvement adalah konsep yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan melalui progres yang berkelanjutan. Ini adalah perjuangan yang tidak ada akhirnya, namun harus dilakukan untuk bertahan. OKR yang bersifat aspirasional cocok digunakan fokus pada peningkatan yang agresif, sedangkan KPI adalah ukuran target yang menjadi patokan awal ketika organisasi mencanangkan target kinerja.

  1. OKR sebagai talent pool, KPI sebagai dasar bonus.

    Ketika menerapkan OKR, ini adalah kesempatan untuk perusahaan mengidentifikasi karyawan adalah seorang Talent atau bukan. Seorang Talent adalah seseorang yang menyukai tantangan dan menginginkan adanya progress yang agresif dan pertumbuhan yang positif. OKR dengan target yang tinggi akan membuat seorang Talent belajar lebih baik dibandingkan kalau dia hanya mendapatkan target yang moderat.

    Di lain pihak, perusahaan tetap membutuhkan KPI, yang pencapaiannya diharapkan 100%, dan ini adalah target kinerja yang sudah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan. Pencapaian target KPI akan mengindikasikan perusahaan mencapai hasil yang diharapkan dan perolehan ini akan menjadi dasar untuk memberikan bonus.

  1. Berikan OKR kepada individu dan KPI kepada departemen atau organisasi.

    Baik OKR maupun KPI sama-sama diharapkan mampu menjadi sarana pembelajaran perusahaan dan individu. Sayangnya, KPI yang digunakan sebagai dasar bonus prestasi, cenderung membuat karyawan menurunkan targetnya untuk mendapatkan bonus tersebut. Banyak perusahaan menjadi kecewa karena perkembangan perilaku ini sehingga OKR bisa menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.

    Kami menyarankan bahwa OKR sebaiknya diberikan kepada individu agar mereka terus berkembang lewat target-target yang besar dan menantang tanpa takut mendapatkan ganjaran negatif dan positif, sedangkan KPI diberikan kepada departemen atau organisasi sehingga unit organisasi yang lebih besar tetap memiliki akuntabilitas kinerja yang jelas dan mendapatkan ganjaran yang sesuai dengan pertumbuhan organisasi. Penempatan OKR dan KPI seperti ini diharapkan mewadahi dinamika kinerja individu dan unit/organisasi sehingga tercipta keseimbangan yang dinamis dan pro perubahan positif.

     

Pada dasarnya, OKR dan KPI merupakan dua metode yang berbeda, namun saling melengkapi. Penerapan OKR dan KPI dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kematangan organisasi. Terkadang, ada situasi di mana OKR dan KPI lebih efektif jika tidak digunakan secara bersamaan tergantung pada tingkat perkembangan organisasi. Jika organisasi perlu memiliki hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah ada, organisasi dapat fokus menggunakan OKR. Jika organisasi hanya ingin mengukur dan mempertahankan kinerja karyawannya, KPI mungkin menjadi pilihan yang lebih baik. Jika organisasi perlu melakukan transformasi dan tetap fokus mempertahankan kinerja yang sudah ada, gabungan OKR dan KPI akan lebih efektif.

Referensi:
https://bernardmarr.com/what-is-a-leading-and-a-lagging-indicator-and-why-you-need-to-understand-the-difference/
https://kanbanize.com/lean-management/improvement/what-is-continuous-improvement
https://kpi.org/KPI-Basics
https://lazaroibanez.com/productivity-okr-vs-kpi-can-they-work-together-5e9992915a9a
https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2020/10/23/whats-the-difference-between-lagging-and-leading-indicator/
https://www.intrafocus.com/lead-and-lag-indicators/
https://www.okracademy.com/okr-blog/okrs-and-kpis
https://www.perdoo.com/resources/okr-vs-kpi/
https://www.reflektive.com/blog/okrs-and-kpis-what-they-are-and-how-they-work-together/
https://www.tlnt.com/how-kpis-and-okrs-work-together-to-achieve-results/

TIPS MENGADOPSI OKR UNTUK STARTUP

Menurut studi Cambrige Associates (2017), dari 27.000 startup, hampir 60% di antaranya mengalami kegagalan. Laporan lain dari Emborker (2021) menyatakan bahwa 42% startup gagal akibat salah mendefinisikan pasar, sedangkan 29% lainnya gagal akibat kurang mampu mengelola dana. Untuk mengatasi masalah tersebut, startup membutuhkan lebih dari sekadar keberuntungan. Startup yang sukses membutuhkan framework manajemen kinerja yang tepat.

Continue reading

JENIS KEY RESULTS UNTUK OKR

Pencapaian Objectives and Key Results (OKR) sangat dipengaruhi oleh penetapan Key Results yang efektif. Untuk hasil yang maksimal, Key Results (hasil utama) harus relevan dengan Objective (sasaran) dan kondisi organisasi secara umum. Success Factor, yaitu hal-hal yang harus ada atau terjadi untuk mencapai akibat (Objective) yang diinginkan. Key Results yang efektif harus merupakan jawaban atas Success Factor sebuah objectives. Saat menyusun OKR, penting untuk melakukan success factors brainstorming dalam menentukan Key Results yang tepat.

Key Results merupakan pernyataan kuantitatif yang mengukur pencapaian Objective dalam OKR. Ciri khasnya adalah dapat diukur, spesifik, time bound, dan diharapkan relevan dengan sasaran organisasi.  Key Results tidak dapat berdiri sendiri karena mereka sering kali adalah multi perspektif dan harus saling berkaitan untuk mendukung pencapaian Objective. Jika organisasi mencapai Objective namun tidak memenuhi Key Results, kemungkinan besar Key Results tidak berkontribusi terhadap pencapaian objectives.

Untuk mencapai Objective, organisasi dapat menggunakan beberapa jenis Key Results tertentu yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi organisasi. Kombinasi antara dua atau tiga jenis Key Results sangat mungkin dilakukan untuk mencapai satu Objective. Berikut lima jenis Key Results yang dapat digunakan saat merumuskan OKR:

1. Baseline

Saat organisasi belum pernah menggunakan Key Results dan memutuskan untuk menggunakannya, inilah yang disebut sebagai Baseline Key Results. Jenis ini cocok digunakan jika organisasi harus bereksperimen sendiri untuk menilai OKR. Misalnya, perusahaan A tidak pernah mendigitalisasi proses bisnisnya. Di tahun 2020, perusahaan A ingin meningkatkan efisiensi proses bisnis dengan mengimplementasi program digital. Contoh Key Results yang dapat digunakan adalah “100% Implementasi program digital di Q1 2020”.

2. Positive metric

Jenis ini mengacu pada situasi: “semakin tinggi nilainya, akan semakin baik”. Misalnya, perusahaan H ingin meningkatkan database pelanggan. Penulisan Key Results yang dapat digunakan, seperti “100 Data pelanggan baru”.

3. Negative metric

Jenis ini merupakan kebalikan dari positive metric. Artinya organisasi menginginkan ukuran yang “semakin sedikit nilainya, akan semakin baik”. Misalnya, untuk Objective menurunkan tingkat kecelakaan kerja, perusahaan E ingin mengukur Key Results dengan kasus yang lebih sedikit di tahun 2020. Penulisan Key Results yang dapat digunakan, seperti “0 Kasus kecelakaan kerja”.

4. Threshold target metric

Jenis ini dapat digunakan ketika pencapaian objectives bisa tercapai dengan ukuran dalam range. Organisasi menggunakan Threshold Key Results jika mengetahui kapabilitas dan kinerja maksimal yang bisa didapatkan. Misalnya, kita ingin mengoptimalkan penggunaan budget antara -5% dan +5%, maka kita bisa menuliskan KR-nya: mengoptimalkan penggunaan budget -/+ 5% per bulan.

5. Milestone

Jenis ini dapat digunakan ketika organisasi ingin mencapai suatu tujuan, namun  tidak dapat diukur, misalnya mengembangkan produk baru. Akibat dari tidak adanya pengukuran yang jelas, milestone hadir untuk menggambarkan tolok ukur sebagai pengukur keberhasilan. Contoh penulisan Milestone Key Results: 1 formula produk baru di akhir Maret 2020.

Menentukan Key Results memang lebih sulit daripada Objectives. Ini bukan tentang cara teknis untuk menuliskan OKR yang sesuai dengan cita-cita perusahaan, tetapi tentang bagaimana perusahaan melihat eksekusi strategi yang paling tepat bagi perusahaannya. Akan lebih sulit lagi ketika perusahaan belum sepenuhnya berkomitmen menjalankan OKR, tetapi memaksa seluruh lininya menjalankan OKR dengan harapan mendapatkan manfaat maksimalnya. Banyak perusahaan yang akhirnya tidak menjalankan OKR, padahal OKR yang ditulis sudah rinci dan detail. Perusahaan perlu lebih dari sekadar konsep, perusahaan perlu memiliki sosok fasilitator OKR yang ideal yang memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya.

Referensi:

https://www.doerhrm.com/kpi-vs-key-results-vs-metrics-the-differences-and-benefits-of-each-approach/#

https://blog.inspiresoftware.com/creating-better-key-results-with-metrics-and-milestones

https://www.profit.co/answers/okrs/how-do-you-define-a-key-result-of-baseline-kpi-in-profit/

Tedja, F. (2021). Objective & Key Result. Jakarta: Samahita Wirotama.