BUDAYA START-UP UNTUK MENARIK TALENTA

Para talenta di generasi milenial lebih tertarik dengan budaya kerja StartUp dibandingkan dengan budaya korporat yang dinilai lebih kaku. Start-up dinilai mampu menjawab keinginan serta kebutuhan talenta milenial karena mereka memberikan fleksibilitas, pengakuan, pengembangan keterampilan, dan pertumbuhan karier. Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian Pew Research Center (2022) yang menyatakan bahwa 53% karyawan memilih bekerja di perusahaan yang menyediakan peluang untuk maju dan 50% karyawan juga menginginkan lingkungan kerja yang fleksibel, seperti kebebasan dalam memilih bekerja di rumah atau di kantor. Di sisi lain, survei EY (2021) menemukan bahwa 79% perusahaan berencana untuk membuat perubahan pekerjaan hybrid, namun hanya 40% yang benar-benar merealisasikannya.

Continue reading

PENTINGNYA RESKILLING KARYAWAN DI DALAM PERUSAHAAN

Apakah organisasi siap menghadapi tuntutan globalisasi yang selalu berkembang? Pandemi telah menyebabkan percepatan digitalisasi yang mengakibatkan beberapa jenis pekerjaan dapat digantikan oleh teknologi. Menurut laporan World Economic Forum (2020), terdapat 97 juta pekerjaan baru yang akan muncul pada tahun 2025 akibat pandemi, digitalisasi, dan otomatisasi. Di lain sisi, penelitian McKinsey (2020) menemukan bahwa 87% perusahaan mengalami kesenjangan keterampilan, namun lebih dari setengahnya tidak memahami cara mengatasi masalah ini dengan baik. Oleh karena itu, organisasi perlu meningkatkan kompetensi karyawan yang relevan untuk menjawab tantangan di masa mendatang.

Continue reading

MEMBANGUN KARIER IMPIAN

Untuk membangun karier impian, mutlak diperlukan adanya pengembangan karier, yaitu berupa tanggung jawab yang bertambah, tantangan baru, serta keterampilan yang baru atau ditingkatkan melalui program pelatihan dan pengembangan. Kesempatan yang diberikan perusahaan untuk pengembangan karier tersebut, akan membuat karyawan lebih termotivasi dan semakin bertumbuh sehingga produktivitas serta employee engagement juga ikut meningkat.

Continue reading

BUDAYA TOXIC:
RED FLAG UNTUK KINERJA ORGANISASI

Menurut MIT Sloan (2022), lebih dari 40% karyawan berpikir untuk meninggalkan pekerjaan mereka pada awal tahun 2021. Tingkat turnover yang tinggi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti masalah kompensasi, budaya toxic, tidak adanya fleksibilitas, serta minimnya peluang pengembangan diri. MIT Sloan (2022) menyatakan bahwa budaya toxic 10,4 kali lebih berpengaruh dari pada masalah kompensasi. Budaya toxic merupakan budaya yang menimbulkan situasi tidak nyaman di dalam organisasi yang menimbulkan ketidakpuasan karyawan dan mengakibatkan peningkatan turnover.

Untuk mengantisipasi budaya toxic, organisasi perlu memperhatikan checklist budaya toxic:

  • Toxic Leadership

    Salah satu penyebab budaya toxic yang sering kali tidak disadari adalah toxic leadership. Berdasarkan penelitian Schmidt (2014), salah satu penyebab karyawan keluar dari perusahaan adalah toxic leadership, yaitu praktik penyalahgunaan kekuasaan. Temuan ini juga didukung oleh temuan Rayner dan Cooper (1997) mengenai hubungan positif antara toxic leadership dan tingkat turnover karyawan. Untuk membangun budaya, pemimpin memiliki pengaruh yang signifikan, melalui role modelling, menangkap wawasan di dalam perusahaan, dan mengelola umpan balik karyawan. Jika pemimpin yang tidak kompeten dan memberikan contoh yang buruk, tidak heran jika karyawan akan melakukan hal yang sama sehingga menciptakan budaya yang tidak sehat.

  • Ketidakamanan pekerjaan

    Ketidakamanan pekerjaan mengacu pada lingkungan kerja di perusahaan dan mencakup semua faktor yang berdampak pada keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan karyawan. Salah satu contoh ketidakamanan pekerjaan adalah PHK. Organisasi yang sering menekankan tindakan PHK dan bentuk ancaman lain akan menimbulkan rasa ketidakamanan pekerjaan. Karyawan cenderung mencari lebih banyak keamanan kerja dan peluang profesional di tempat lain. Menurut Kurnia dan Widigdo (2021), karyawan akan sibuk bertanya-tanya kapan gilirannya untuk diberhentikan sehingga menimbulkan perasaan stres, ketidakamanan kerja, dan menurunkan tingkat kesejahteraan mereka yang berdampak pada peningkatan turnover.

  • Ketidakseimbangan tingkat inovasi dan tuntutan kerja karyawan

    Menurut Kurnia & Widigdo (2021), tuntutan kerja yang semakin tinggi dapat menimbulkan stres sehingga menurunkan tingkat kesejahteraan karyawan. Di lain sisi, perusahaan yang berinovasi tinggi sering kali juga menuntut karyawan memiliki beban kerja yang lebih banyak. Kegiatan inilah yang menyebabkan karyawan mengalami kelelahan secara psikologis sehingga mengurangi kesejahteraannya. Akibatnya, karyawan lebih cenderung keluar dari perusahaan yang inovatif.

  • Kurang mengapresiasi kinerja karyawan

    Selain menuntut kinerja yang tinggi dari karyawannya, perusahaan perlu memperhatikan kebutuhan karyawan atas apresiasi kinerja mereka. Karyawan yang merasa underappreciated cenderung akan meninggalkan organisasi mereka. Apollo Technical (2022) menekankan bahwa mengakui karyawan secara terbuka atas pekerjaan yang dilakukannya dengan baik mampu memotivasi karyawan. Selain memotivasi, pengakuan karyawan dapat meningkatkan moral, produktivitas, dan membangun hubungan positif di lingkungan kerja.

(BACA ARTIKEL KAMI SELENGKAPNYA: Merasa “Berarti” Itu Perlu)

Untuk mengatasi beberapa permasalahan di atas, berikut beberapa tips yang dapat dilakukan organisasi dalam mempertahankan karyawan (MIT Sloan, 2022):

  • Merekomendasikan pekerjaan lain

    Tidak semua karyawan ingin dipromosi ke jenjang yang lebih tinggi. Banyak karyawan yang ingin menantang dirinya dengan mencoba sesuatu yang baru. Pekerjaan baru menawarkan tantangan tersendiri bagi karyawan. Menurut MIT Sloan (2022), karyawan dua belas kali lebih mungkin untuk bertahan dengan tantangan baru dari pekerjaan dari pada promosi.

  • Mengadakan kegiatan kebersamaan

    Kegiatan kebersamaan yang diselenggarakan perusahaan seperti happy hour, tamasya, team building, dan makan bersama adalah elemen kunci dari budaya organisasi yang sehat. Kegiatan kebersamaan difokuskan untuk membangun hubungan antar karyawan yang lebih intim sehingga mengurangi tingkat gesekan di kantor. Annie McKee, penulis How to Be Happy at Work, mengatakan, “salah satu cara untuk membuat diri kita bahagia di tempat kerja kita adalah dengan membangun persahabatan dengan orang-orang yang bekerja dengan kita, bekerja untuk kita dan bahkan dengan bos kita.”

  • Mengijinkan opsi working from home (WFH)

    Semenjak pandemi, opsi kerja yang lebih fleksibel lebih diminati dari sebelumnya. Dilansir Bloomberg, karyawan lebih memilih untuk keluar dari pekerjaannya dari pada harus  mengorbankan fasilitas WFH. Fleksibilitas ini bukan hanya diinginkan oleh karyawan biasa, tetapi juga para eksekutif. Berdasarkan hasil survei PWC (Desember, 2020), hanya 13% eksekutif saja yang siap kembali bekerja dari kantor. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk menawarkan cara kerja yang diinginkan karyawan tanpa mengurangi kapasitas kerja dan kinerja mereka.

Mendeteksi budaya toxic memang tidak mudah, apalagi jika budaya tersebut telah menjadi kebiasaan yang ‘dianggap’ baik. Penting bagi pemimpin mendeteksi dan menilai budayanya, apakah sudah menjadi budaya yang benar-benar baik, melalui survei, seperti tentang kepuasan karyawan. Hasil survei kepuasan karyawan yang rendah mungkin dapat menjadi perhatian organisasi karena mungkin mengindikasi adanya budaya toxic. Dengan mengetahui bagaimana budaya menjadi toxic, pemimpin dapat lebih mudah dan tepat memperbaikinya.

Referensi:
https://inside.6q.io/toxic-work-culture/
https://satupersen.net/blog/lingkungan-kerja-toxic-bagi-kesehatan-mental
https://sloanreview.mit.edu/article/toxic-culture-is-driving-the-great-resignation/
https://smallbusiness.chron.com/negative-impacts-high-turnover-rate-20269.html
https://www.apollotechnical.com/why-employee-recognition-is-important/
https://www.octanner.com/insights/articles/2019/10/23/how_does_leadership_.html
https://www.peepshr.co.uk/resource-centre/7-common-causes-of-high-employee-turnover/
Kurnia, C., & Widigdo, A. M. (2021). Effect of work-life balance, job demand, job insecurity on employee performance at PT Jaya Lautan Global with employee well-being as a mediation variable. European Journal of Business and Management Research, 6(5), 147–152. https://doi.org/10.24018/ejbmr.2021.6.5.948
Rayner, C., & Cooper,C. (1997). Workplace bullying: myth or reality can we afford to ignore it? Leadership & Organization Development Journal, 18 (4), 211-214.

PENTINGNYA KEBAHAGIAAN KARYAWAN SAAT BEKERJA

Studi Work Options (2009) menunjukkan bahwa 72% karyawan cenderung merasa pekerjaan mereka membuat stres dan 50% dari mereka kesulitan mengelola stres tersebut. Berdasarkan studi tersebut, stres menyebabkan kerugian hingga $300 miliar dolar per tahun, termasuk hilangnya produktivitas, kompensasi lebih bagi karyawan, dan cuti. Ketidakmampuan dalam mengelola stres menyebabkan kinerja karyawan menjadi rendah sehingga membawa dampak buruk bagi kinerja organisasi. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk memperhatikan kebahagiaan karyawan yang didukung oleh budaya organisasi dan pemenuhan fasilitas pendukung kerja.

Kebahagiaan karyawan tidak hanya berbicara mengenai perasaan senang, namun juga perasaan positif tentang pekerjaan. Menurut Keser (2016), kebahagiaan karyawan adalah pola pemikiran yang membantu seseorang untuk bekerja secara maksimal. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kebahagiaan kerja, seperti peran yang jelas, suasana tim, work life balance, penghargaan, dan adanya peluang peningkatan karier dan perkembangan individu dari segi kompetensi. Jika dikaitkan, antara kinerja dan kebahagiaan akan menimbulkan pertanyaan krusial: mana yang lebih tepat, bahagia menghasilkan kinerja yang tinggi atau kinerja tinggi membuat karyawan bahagia atas prestasinya?

Penelitian MIT Sloan (2022) menunjukkan bahwa anggota militer yang bahagia empat kali lebih mungkin menerima penghargaan dibandingkan mereka yang tidak bahagia sejak awal. Bahkan, karyawan yang bahagia 12% lebih produktif dari pada karyawan yang tidak bahagia (Snack Nation, 2022). Artinya, kebahagiaan datang lebih dulu dari pada kinerja karyawan sehingga penting bagi organisasi untuk mengembangkan kebahagiaan karyawan sebelum mengharapkan kinerja karyawan yang tinggi, khususnya di tengah krisis ini.

(BACA JUGA: Merasa Berarti Itu Perlu)

Ada banyak cara bagi para pemimpin dan organisasi untuk memengaruhi kebahagiaan karyawan di tempat kerja, yaitu dengan:

  • Mengukur kebahagiaan karyawan

    Setiap karyawan memiliki ukuran kebahagiaannya masing-masing sehingga kebahagiaan karyawan bersifat relatif. Organisasi perlu mengukur kebahagiaan masing-masing karyawan dengan survei atau diskusi mendalam. Berikan pertanyaan seputar kebutuhan, tantangan, dan harapan mereka terhadap organisasi. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi: apakah pemenuhan kebutuhan dan harapan merupakan satu-satunya faktor yang memengaruhi kebahagiaan karyawan? Penting bagi pemimpin untuk mengetahui pola pikir dan pandangan karyawan tentang kebahagiaan.

  • Merealisasikan kebahagiaan karyawan

    Setelah mengetahui ukuran kebahagiaan karyawan, organisasi dapat membantu merealisasikannya. Realisasi ini dapat berupa pemenuhan kebutuhan, harapan, dan bantuan untuk mengatasi tantangan yang sedang dihadapi. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk kepedulian organisasi terhadap karyawan sehingga mereka tetap merasa diperhatikan. Umumnya, karyawan akan merasa nyaman tinggal dalam organisasi yang memperhatikan detail karyawan, seperti jenjang karier, kesehatan, dan kebutuhan mereka.

  • Mempertahankan karyawan yang bahagia

    Penelitian militer MIT Sloan (2022) menunjukkan bahwa organisasi harus menginginkan karyawan yang bahagia. Karyawan yang bahagia dapat memengaruhi, mengajak, dan memotivasi rekan kerjanya untuk merasakan kebahagiaan pula. Pada intinya, karyawan yang bahagia memberikan manfaat lebih bagi organisasi baik dari segi kinerja maupun atmosfer kantor yang lebih sehat.

Kebahagiaan karyawan adalah kewajiban yang perlu diperhatikan di dalam bisnis. Menurut Forbes (2017), banyak perusahaan yang terlalu fokus pada hasil pencapaian tim, tetapi mengabaikan siapa yang melakukan pekerjaan tersebut. Perusahaan lupa bagaimana dan mengapa karyawannya melakukan pekerjaan itu. Untuk memperbaikinya, perusahaan dapat memperhatikan keamanan kerja dan kesempatan untuk menggunakan keterampilan di tempat kerja. Intinya adalah karyawan perlu terus bertumbuh agar tetap terlibat dan produktif.

Referensi
http://eprints.ums.ac.id/70918/3/BAB%20I.pdf
https://engagedly.com/what-is-employee-happiness-and-why-is-it-important-for-your-company/
https://sloanreview.mit.edu/article/top-performers-have-a-superpower-happiness/
https://snacknation.com/blog/employee-happiness/
https://worldhappiness.report/ed/2021/work-and-well-being-during-covid-19-impact-inequalities-resilience-and-the-future-of-work/
https://www.corporatewellnessmagazine.com/article/employee-happiness-to-greater-success
https://www.oecd.org/employment/covid-19.htm
https://www.smallbizgenius.net/by-the-numbers/job-satisfaction-statistics/
https://www.worth.com/what-impacts-employee-happiness-in-2021/

PROGRAM UPSKILLING YANG EFEKTIF

Upskilling merupakan salah satu bentuk investasi Learning & Development (L&D) dalam menyiasati pergeseran pekerjaan yang disebabkan oleh pandemi maupun teknologi. Pergeseran model kerja menyebabkan keterampilan-keterampilan baru muncul dan harus dikuasai SDM. Berdasarkan Manpower Group (2021), 69% perusahaan di seluruh dunia berjuang untuk menemukan karyawan yang terampil, terutama di bidang dengan permintaan tinggi seperti operations and logistics, manufacturing, production IT, sales, dan marketing. Dengan menyusutnya kumpulan keterampilan akibat transformasi digital dan perubahan demografis, organisasi perlu berinvestasi pada keterampilan internal dengan program upskilling yang tepat.

Upskilling adalah bentuk investasi jangka panjang dalam rangka menambah pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi yang membantu karyawan memajukan karier serta bertahan dalam lingkungan bisnis saat ini. Menurut Harvad Business Review, karyawan yang memanfaatkan program upskilling untuk pertumbuhan pribadi atau profesional mereka mampu meningkatkan keterlibatan dan retensi karyawan. Penelitian LinkedIn (2021) mengungkapkan bahwa 59% profesional L&D mengidentifikasi program upskilling sebagai prioritas utama untuk program pelatihan. Sayangnya, banyak organisasi tidak mengetahui keterampilan dan pengembangan apa yang dibutuhkan.

Organisasi perlu mengambil peran dalam mengatasi kebingungan terhadap keterampilan yang relevan dengan kebutuhan organisasi maupun karyawan. Untuk itu, berikut beberapa hal yang harus dilakukan organisasi sebelum membangun program upskilling:

  • Mengidentifikasi keterampilan

    Karier karyawan perlu didukung oleh para pemimpin organisasi agar kepentingan individu, tujuan operasional, dan kesenjangan organisasi dapat saling berkolaborasi. Selanjutnya, pemimpin juga dapat melakukan weekly check-in untuk mendiskusikan minat, tujuan, tantangan, dan kebutuhan karyawan. Melalui informasi ini, pemimpin dapat memberikan solusi berupa program upskilling yang sesuai.

  • Menilai keterampilan

    Setelah mengetahui keinginan serta kebutuhan karyawan, organisasi perlu mencatat bahwa tidak semua keterampilan yang disebutkan karyawan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan organisasi. Untuk itu, pemimpin perlu menilai apakah program upskilling yang diajukan mampu memajukan organisasi atau hanya sekadar keinginan semata karyawan untuk pengembangan dirinya sendiri. Penting bagi pemimpin untuk menyelaraskan tujuan karyawan dan organisasi sehingga karyawan terdorong untuk mengajukan program upskilling yang relevan dengan tujuan serta kebutuhan organisasi.

  • Menentukan program/pelatihan yang tepat

    Setelah menentukan kebutuhan keterampilan yang harus dimiliki karyawan, organisasi harus mencari cara yang tepat untuk mengembangkan keterampilan tersebut. Organisasi dapat memberikan pelatihan jangka pendek untuk program upskilling berbasis pengetahuan dan pelatihan jangka panjang untuk keterampilan teknis. Selain pelatihan, organisasi dapat mempertimbangkan alat upskilling lainnya, seperti coaching, counseling, mentoring, dan lainnya.

Organisasi perlu mengetahui setiap detail program upskilling agar karyawan mampu mempersiapkan diri dengan baik dalam pelaksanaannya. Organisasi dapat menentukan apakah program tersebut membutuhkan waktu yang lama atau tidak. Umumnya, program upskilling yang berbasis peningkatan pengetahuan membutuhkan waktu yang cenderung singkat atau dilakukan dalam jangka pendek. Sebaliknya, program upskilling yang berbasis kompetensi, contohnya teknologi, membutuhkan waktu yang lebih lama atau dilakukan dalam jangka panjang.

Referensi:
https://hbr.org/2022/01/how-to-build-a-successful-upskilling-program
https://www.aihr.com/blog/learning-and-development-statistics/
https://learning.linkedin.com/content/dam/me/business/en-us/amp/learning-solutions/images/wlr21/pdf/LinkedIn-Learning_Workplace-Learning-Report-2021-EN-1.pdf
https://go.manpowergroup.com/meos

KETERAMPILAN BARU DAMPAK TEKNOLOGI DIGITAL

Saat ini hampir seluruh aspek dalam bisnis dipengaruhi oleh kemajuan teknologi digital. Kondisi di mana teknologi berkembang, bermutasi, dan beradaptasi, terutama sepanjang tahun 2020 membuktikan bahwa gelombang teknologi tidak dapat dihindari. Pengelolaan teknologi yang tepat mampu memberikan manfaat terhadap organisasi, seperti komunikasi yang lebih cepat serta peningkatan efisiensi, produktivitas, dan transparansi. Namun, sebelum menikmati kemudahan teknologi tersebut, perusahaan akan menjumpai beberapa tantangan, contohnya bagaimana memilih teknologi yang tepat, beradaptasi dengan teknologi baru, dan kebutuhan akan keterampilan baru dalam mengelolanya.

Salah satu kunci keberhasilan untuk bertahan di era digital ini adalah memastikan bahwa SDM cakap dalam mengadopsi, memanfaatkan, serta mengelola teknologi. Tahun 2021, Gartner menyatakan bahwa 58% karyawan membutuhkan keterampilan baru untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Untuk mempersiapkan sumber dayanya, organisasi dapat menyediakan program-program pengembangan diri berbasis keterampilan. Program pengembangan keterampilan yang efektif mampu memberikan dampak signifikan bagi organisasi, seperti peningkatan retensi dan meningkatkan kinerja karyawan.

Ada banyak keterampilan berbasis teknologi yang dapat memberikan dampak bagi kemajuan kinerja. Beberapa di antaranya, seperti:

  • Cloud Computing

    Cloud computing adalah istilah umum untuk apa pun yang melibatkan layanan melalui internet. Dengan kemampuan pengelolaan cloud, kesenjangan bakat digital dapat dipersempit dan produktivitas juga dapat ditingkatkan. Selain itu, karyawan juga harus memahami etika digital, layanan kepatuhan, dan faktor keamanan siber yang terlibat dalam lanskap digital saat ini.

  • Big Data Analysis

    Big data analysis adalah proses menganalisa, mengidentifikasi tren, dan membuat kesimpulan dari berbagai macam data yang ada sehingga dapat menghasilkan informasi penting yang dapat digunakan manajemen untuk mengambil keputusan yang tepat dan sesuai dengan kondisi yang ada. Big data merupakan komponen penting bisnis yang dimulai dari menargetkan pelanggan baru hingga membuat keputusan bisnis tentang produk, keuangan, dan yang lainnya.

  • Programming

    Programming adalah penggunaan bahasa coding untuk membuat aplikasi, mengembangkan situs web, dan menghasilkan konten digital. Selain keterampilan mengelola dan menggunakan perangkat lunak, saat ini banyak pekerjaan membutuhkan keterampilan programming. Ragam konten atau aplikasi digital yang dihasilkan dari keterampilan programming diharapkan membawa organisasi lebih maju dan mampu bersaing dalam tren digitalisasi.

  • Fleksibilitas

    Sebagian besar organisasi pasti mengalami perubahan, terutama yang berhubungan dengan teknologi. Bahkan, menurut penelitian Manpower Group (2015), 74% bisnis di Inggris telah mengalami restrukturisasi dalam lima tahun terakhir. Ketidakpastian lingkungan bisnis menyebabkan prediksi perubahan tidak selalu akurat sehingga perusahaan memerlukan fleksibilitas di mana fleksibilitas merupakan kemampuan untuk menjadi responsif, tangguh, dan berani dalam menghadapi perubahan. Kompetensi ini diperlukan agar karyawan mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan yang tidak terduga di tempat kerja.

Menurut IBERDROLA (2022) jumlah karyawan dengan keterampilan-keterampilan berbasis teknologi ini masih belum memenuhi permintaan di dunia kerja. Dalam upaya untuk mengisi kesenjangan ini, perusahaan memerlukan karyawan dengan keterampilan baru. Fenomena kesenjangan kerja ini dapat diatasi dengan program upskilling dan reskilling yang efektif.  

Referensi:
https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/14480220.2019.1629727
https://www.peoplematters.in/article/skilling/5-most-in-demand-skills-for-2022-that-you-cannot-miss-32225
https://www.indiatoday.in/education-today/jobs-and-careers/story/5-most-employable-skills-for-2022-and-how-you-can-build-a-career-in-each-1893344-2021-12-28
https://www.gartner.com/en/newsroom/press-releases/2021-02-03-gartner-hr-research-finds-fifty-eight-percent-of-the-workforce-will-need-new-skill-sets-to-do-their-jobs-successfully
https://www.topuniversities.com/student-info/careers-advice/future-skills-youll-need-your-career-2030
https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2019/04/29/the-10-vital-skills-you-will-need-for-the-future-of-work/?sh=67b2150d3f5b
https://www.iberdrola.com/talent/reskilling-upskilling

ASSESSMENT CENTER UNTUK PENGEMBANGAN KARIER

Berdasarkan penelitian Tjinsite (2012), hampir 68% organisasi saat ini menggunakan assessment center untuk proses rekrutmen. Data lain dari Tjinsite (2012) menyatakan bahwa 45% pengusaha menggunakan assessment center karena hasil tesnya menawarkan wawasan komprehensif mengenai kesesuaian antara kandidat dengan budaya dan posisi yang dibutuhkan organisasi. Assessment center sendiri merupakan serangkaian tes, wawancara, simulasi, dan latihan yang dirancang untuk mengukur seberapa baik kinerja talent pada posisi tertentu.

Tidak hanya digunakan untuk proses rekrutmen, assessment center juga dapat digunakan untuk career progression atau promosi serta untuk merancang program pengembangan karyawan. Untuk menemukan wawasan terhadap kemampuan karyawan, assessment center menggunakan beberapa metode, antara lain: in basket exercise, wawancara berdasarkan kompetensi, studi kasus, bermain peran, diskusi kelompok, maupun teknik proyektif. Melalui metode-metode ini, assessment center dapat memberikan berbagai manfaat, antara lain:

  1. Memberikan informasi yang relevan tentang kekuatan dan kelemahan kandidat.
  2. Mengukur kompetensi yang diperlukan untuk sukses pada posisi tertentu dalam organisasi.
  3. Membantu perusahaan dalam memilih talent yang tepat untuk suatu posisi.
  4. Meningkatkan pengetahuan, proses berpikir, dan efektivitas kerja talent.
  5. Memberikan kesempatan bagi individu untuk menunjukkan bakat dan kemampuan yang tidak nampak dalam pekerjaan sehari-hari karena tidak diperlukan.

Hasil penilaian assessment center biasanya akan dijadikan pertimbangan untuk melakukan rekrutmen atau promosi. Untuk itu, internal talent maupun calon karyawan dapat mempersiapkan diri dengan cara sebagai berikut:

Wawancara

Saat melakukan wawancara, perusahaan berusaha menemukan kecocokan karakteristik antara calon karyawan/ karyawan terhadap posisi yang ada. Ini dapat menjadi kesempatan bagi assesor untuk mengeksplorasi pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman kerja secara langsung. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, hindari respon tunggal, seperti “ya” dan “tidak”. Selain itu, usahakan menjawab dengan lengkap, jujur, dan rinci. Simak tips lainnya di LIMA TIPS PENTING PERSIAPAN INTERVIEW.

Kegiatan kelompok

Kegiatan kelompok dapat disebut juga sebagai diskusi kelompok. Dalam diskusi kelompok tersebut, assesor perlu melihat beberapa kualitas diri karyawannya. Pertama, apakah talent tersebut merupakan team player dan dapat berkontribusi dalam mencapai tujuan tim. Kedua, apakah talent memiliki kemampuan dalam berpikir cepat, kritis, kreatif, dan efektif dalam memberikan solusi. Ketiga, apakah karyawan dapat berkomunikasi secara efektif. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, hindari berbicara tanpa data, kembangkan kemampuan komunikasi yang efektif, serta berikan kontribusi yang positif kepada kelompok, bisa berupa saran dan pendapat. 

Studi kasus

Dalam studi kasus, assesor akan memberikan simulasi kasus yang mungkin terjadi di dalam perusahaan. Dengan simulasi tersebut, assesor dapat menemukan beberapa kualitas dan kompetensi kandidat. Pertama, perspektif talent saat merumuskan inti permasalahan. Kedua, kontribusi dan sikap talent terhadap masalah yang diberikan. Ketiga, kemampuan talent dalam menyelesaikan masalah dan membuat keputusan. Keempat, kemampuan talent dalam merencanakan dan mengorganisasi masalah-masalah yang diberikan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, talent harus melatih kemampuan analisis terhadap isu-isu organisasi, menginterprestasikan data yang diberikan dalam berbagai bentuk, dan membuat laporan tertulis mengenai pemecahan masalah.

Untuk membangun sumber daya yang berkualitas, perusahaan perlu memastikan kompetensi yang dimiliki karyawan sesuai dengan kebutuhan perusahaan di masa kini dan masa depan. Penggunaan assesment center merupakan salah satu cara dalam memperoleh wawasan yang komprehensif mengenai kebutuhan tersebut. Karyawan pun perlu selalu mengembangkan kompetensinya yang selaras dengan model kompetensi organisasi.

 

Referensi:
https://asystems.as/tools-services/assessment-center/
https://economictimes.indiatimes.com/watch-crypto-tales-by-coinswitch-kuber-ep-1-ft-rushindra-sinha/articleshow/86260586.cms
https://www.assessmentday.co.uk/assessmentcentre/
https://www.linkedin.com/pulse/assessment-centres-career-progression-promotion-what-next-wagle
https://www.mindtools.com/pages/article/assessment-centers.htm
https://www.opm.gov/policy-data-oversight/assessment-and-selection/other-assessment-methods/assessment-centers/
https://www.thebalancecareers.com/what-is-a-management-or-leadership-assessment-center-2275962

TIPS MENULIS RESUME YANG MENARIK

Berdasarkan penelitian Zety newsletter (2021)63% perusahaan ingin menerima resume yang sesuai dengan posisi yang dicari. Resume adalah ringkasan yang spesifik mengenai pengalaman kerja, keterampilan, pendidikan, dan pencapaian individu. Karena tujuannya untuk melamar pekerjaan, resume biasanya lebih menonjolkan pada pengalaman yang terkait dengan posisi yang dilamar. Perusahaan membutuhkan resume untuk mempermudah proses evaluasi kompetensi dan bakat kandidat. 

Resume yang baik harus bisa mengalahkan Applicant Tracking System (ATS), yaitu aplikasi yang dapat membaca resume dan mengurutkan sesuai dengan spesifikasi kerja yang dibutuhkan perusahaan. Kuncinya adalah menyesuaikan kata kunci posisi yang dilamar dengan resume yang sedang disiapkan. Misalnya, seseorang melamar menjadi programmer, maka dalam resume harus ada kata kunci yang berhubungan dengan program, seperti Ruby on Rails, HTML, CSS, dan JavaScript. Berdasarkan penelitian Jobscan (2018) 98,2% atau 491 dari 500 perusahaan terbesar di US menggunakan aplikasi ATS untuk menyaring resume kandidat.

Karena sifat resume adalah fleksibel, maka resume dapat didesain untuk lebih fokus pada lowongan kerja yang dilamar. Untuk lowongan pekerjaan lainnya, siapkan resume yang berbeda pula. Selanjutnya, pastikan resume tidak lebih dari 2 halaman dengan cara mengeliminasi informasi yang tidak relevan dengan pekerjaan yang dilamar. Berikut ini adalah cara menulis resume yang baik dan menarik.

  • Pilih format resume yang tepat
    • Sebelum mulai membuat resume, tentukan format yang digunakan. Ada 3 format dasar dalam pembuatan resume, yaitu format kronologis terbalik, format kombinasi, dan format fungsional. 
FormatPengertian
Kronologis terbalikFormat resume ini tergolong tradisional dan sering digunakan. Format ini mencantumkan seluruh tugas, pengalaman, dan riwayat pekerjaan kandidat dalam urutan kronologis terbalik, yaitu posisi terakhir yang dicantumkan terlebih dahulu. 
KombinasiResume kombinasi menekankan pada posisi, keahlian, atau pencapaian profesional yang terkait dengan posisi yang dilamar. Selanjutnya, bagian kronologis riwayat pekerjaan dituliskan setelahnya. 
Fungsional 

Resume fungsional berfokus pada keahlian dan pengalaman kandidat, bukan pada riwayat pekerjaan secara kronologis. Resume fungsional tidak memiliki bagian “riwayat pekerjaan”.

Resume ini cocok digunakan untuk pekerjaan spesialis atau profesional dengan pengalaman kerja yang tinggi.

  •  Tambahkan informasi kontak dan detail pribadi
    • Informasi kontak dan detail pribadi wajib dicantumkan dalam resume. Ini akan memudahkan manajer rekrutmen menghubungi kandidat. Cantumkan nama, nomor telepon, alamat e-mail profesional, dan URL Linkedln. 
  • Cantumkan pendidikan setelah riwayat pekerjaan.
    • Fokus dalam pembuatan resume adalah pengalaman kerja dan keahlian. Karena kurang signifikan, cantumkan riwayat pendidikan di bagian akhir resume. Saat mencantumkan pendidikan perhatikan detail berikut:
      • Gunakan kronologis terbalik dengan mencantumkan gelar tertinggi di awal.
      • Jika memiliki gelar yang tidak relevan dengan pekerjaan, bisa dihilangkan dari resume (misalkan gelar S1 saat Anda sudah mendapatkan gelar doktoral atau gelar profesi).
      • Tambahkan kursus dan penghargaan yang relevan.

Resume yang menarik dan relevan akan memberi peluang lebih besar untuk mendapat perhatian para pimpinan perusahaan. Pastikan resume kerja ditulis berurutan dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Untuk memenuhi kebutuhan perusahaan yang berbeda, Anda dapat membuat resume yang berbeda pula. Setelah memiliki resume kerja yang matang, selanjutnya persiapkan diri untuk memasuki tahap-tahap selanjutnya. 

Baca Selanjutnya: Jenis Psikotes dan Persiapannya

Referensi:

https://www.jobscan.co/blog/fortune-500-use-applicant-tracking-systems/

https://zety.com/blog/resume-statistics

https://rencanamu.id/post/panduan-persiapan-karier/panduan-persiapan-karier/panduan-lengkap-membuat-curriculum-vitae-cv-untuk-segala-kebutuhan

https://zety.com/blog/how-to-make-a-resume

https://www.jobstreet.co.id/career-resources/cv-vs-resume/

https://resumegenius.com/blog/resume-help/what-is-a-resume

LIMA LANGKAH MENGATASI HIRING BIAS

Secara sadar maupun tidak, keputusan dalam proses rekrutmen dipengaruhi oleh penilaian subjektif atau biasa dikenal dengan hiring bias. Hiring bias adalah kesalahan sistematis dalam berpikir yang mempengaruhi cara manajer rekrutmen mengambil keputusan dan memberi penilaian terhadap kandidat. Bias yang tidak disadari dapat mempersempit kesempatan kandidat potensial dan menurunkan tingkat keberagaman dan diversitas yang menjadi daya tarik para kandidat di zaman sekarang.

Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Evi Kurniasari (2012) menyatakan 77,27% kepribadian dominan memiliki gaya pengambilan keputusan intuitif yang tinggi. Robbin (2010) dalam surveinya juga mengatakan hampir setengah esekutif yang disurvei menggunakan intuisi daripada analisis formal untuk menjalankan perusahaannya. Oleh karena itu, tidak mudah untuk mengendalikan bias implisit. Anda mungkin berpikir argumen logis yang mendorong seseorang dalam mengambil keputusan, tetapi kenyataannya aktivitas secara tidak sadar yang terjadi di dalam otaklah yang mempengaruhi penilaian dan keputusan akhir.

Meski demikian, tentu ada langkah-langkah untuk mengantisiapsinya:

  1. Lakukan Wawancara Telepon Terlebih Dahulu.

Hiring bias berkurang secara signifikan dengan menghindari dampak visual dari kesan pertama. Saat melakukan wawancara telepon, cari tahu alasan kandidat berganti pekerjaan. Tanyakan mengenai proyek dan kolaborasi tim yang pernah dilakukannya, lalu apakah proyek tersebut berkembang dan berhasil atau tidak. Jika pertanyaan-pertanyaan tersebut menghasilkan kesan positif, Anda tidak perlu ragu akan pengaruh kesan pertama saat mengundang kandidat untuk diwawancarai secara langsung atau tatap muka.

  1. Rencanakan Wawancara yang Terstruktur.

Berpeganglah pada serangkaian pertanyaan spesifik untuk setiap kandidat dan jangan memberikan pertanyaan yang menyimpang. Tujuannya untuk mengurangi subjektivitas dan memungkinkan kandidat dapat dinilai dengan baik berdasarkan jawaban spesifik yang mereka berikan.

  1. Gunakan Logika Terbalik.

Gunakan logika terbalik untuk mengurangi bias kesan pertama kandidat. Saat memiliki kesan yang positif terhadap kandidat, posisikan diri Anda pada sikap defensif. Tanyakan lebih agresif seputar hal-hal yang menarik minat Anda. Sebaliknya, ketika Anda memilki kesan yang tidak baik terhadap kandidat, cobalah untuk bersikap terbuka. Tanyakan dengan lebih ramah atas hal-hal yang menjadi fokus Anda.

  1. Fokus pada Keterampilan Kerja Sama Tim.

Utamakan fokus pada keterampilan tim daripada keterampilan individu untuk meminimalkan dampak hiring bias. Lakukan tinjauan riwayat pekerjaan dan ajukan pertanyaan terkait kerja sama pada kandidat. Pertanyaan tersebut akan mengungkapkan banyak hal tentang keterampilan kandidat dengan sendirinya. Berikut ini contohnya:

  • Siapa saja yang ada di tim dan peran apa yang mereka mainkan masing-masing?
  • Apa kontribusi terbesar Anda untuk tim? Bagaimana Anda diakui secara formal untuk ini?
  1. Refleksikan Kesan Pertama di Akhir Wawancara.

Kesan pertama belum tentu sama dengan kesan akhir. Kesan pertama terhadap kandidat dibangun dalam waktu 30 detik awal pertemuan hingga 10 menit pertama. Dalam kurun waktu ini, Anda memberikan penilaian subjektif terhadap sikap, etos kerja, dan semangat kandidat. Di akhir sesi wawancara, refleksikan kembali kesan pertama tersebut. Tanyakan pada diri Anda secara objektif, apakah sikap, etos kerja, dan semangat kandidat akan memberi dampak positif atau negatif bagi perusahaan.

Melakukan wawancara telepon dan mengajukan pertanyaan yang sama kepada semua kandidat akan membantu meningkatkan objektivitas dan mengurangi kesalahan perekrutan. Begitu juga dengan menilai keterampilan tim terlebih dahulu, Anda dapat mengetahui kinerja kandidat. Dengan demikian, perusahaan akan memperoleh karyawan yang tepat dan setiap kandidat juga memperoleh kesempatan yang sama untuk bekerja di perusahaan tersebut.

Referensi: