Systemic Flow Analysis: Alat Penghasil KPI

Salah satu tantangan dalam menyusun Key Performance Indicators (KPI) adalah menentukan indikator yang relevan dengan Objective. Untuk menyusun KPI, organisasi memiliki banyak pilihan sumber yang secara garis besar terbagi menjadi sumber internal dan eksternal. Mereka bisa mengambilnya dari sumber-sumber tersebut. Meski terdapat banyak referensi KPI, perusahaan akan memakai indikator yang benar-benar relevan. KPI yang tepat akan membawa kita sampai pada sasaran yang kita kehendaki. 

Continue reading

ENAM TANTANGAN MENGUKUR KPI

Ketika berhadapan dengan strategi, kebanyakan perusahaan berhenti di tahap formulasi strategi lalu berharap tujuan yang ditetapkan akan tercapai dengan sendirinya. Tujuan apa pun sulit terwujud ketika kita tidak fokus dalam mencapainya. Oleh karena itu, perusahaan perlu mengubah cara kerjanya dengan segera menulis roadmap yang jelas dan dimonitor melalui suatu ekspresi yang terukur, yaitu Key Performance Indicators (KPI). 

KPI adalah ukuran kinerja yang dapat diukur dari waktu ke waktu untuk tujuan tertentu. Dalam mengelola kinerja, KPI merupakan ukuran yang umum digunakan, terutama oleh organisasi yang menganut Balanced Scorecard (BSC) sebagai alat manajemen strategisnya. KPI mampu memberikan fokus peningkatan strategis dan operasional, menciptakan dasar analitis untuk pengambilan keputusan, dan memberi fokus pada hal penting lainnya. Menurut Peter Drucker, “What gets measured gets managed,” – ini berarti, semua yang tertuang di KPI dapat dikelola dan mampu ditingkatkan. 

Di lain sisi, menjalankan KPI tidaklah mudah. Pada saat kita memiliki satu sasaran, sering kali ada beberapa pilihan KPI yang bisa menjadi alternatif ukuran keberhasilan sasaran tersebut, namun tidak semuanya relevan. Kedua, ada kalanya suatu KPI menjadi sulit diukur karena upaya pengumpulan datanya sangat mahal dan perusahaan memilih untuk tidak menggunakan KPI itu (contoh: market share). Ketiga, menentukan target KPI sangatlah tidak mudah karena target yang efektif adalah yang mampu meningkatkan motivasi, demikian sebaliknya sehingga kita harus sangat berhati-hati dalam menentukan target tersebut.

Berikut detail tantangan mengimplementasikan KPI dalam organisasi: 

  • Memilih indikator yang tepat.

    What’s the most matters to our organization?” merupakan pertanyaan terbesar untuk menentukan indikator yang tepat. Manakah indikator yang terpenting untuk mengukur peningkatan finansial? IDR Profit ataukah IDR Sales? Jika Anda menjawab IDR Profit, mungkin fokus Anda adalah mendapatkan keuntungan bagi perusahaan. Anda mungkin ingin menuliskan Objective: “Meningkatkan Profit”. Sebaliknya, jika menjawab IDR Sales, Anda memang mementingkan peningkatan penjualan sehingga pilihlah Objective: “Meningkatkan Penjualan”. Manakah dari kedua ini yang tepat bagi perusahaan? Jawabannya adalah yang paling relevan dengan kebutuhan perusahaan.

    Strategic Management Officer (SMO) atau unit apapun yang berperan untuk mengelola strategi perlu memastikan semua orang memahami Objective sehingga ada keselarasan. Setelah memahami Objective, masing-masing departemen akan lebih mudah menentukan KPI yang sesuai dan berkontribusi. Tanpa memahami apa yang dibutuhkan perusahaan, KPI yang keliru bisa saja menjadi pedoman selama satu tahun.

  • Mengumpulkan data.

    Untuk mengukur KPI dengan akurat, biasanya diperlukan pengumpulan data dari berbagai sumber. Sumber data KPI bisa melalui survei, ERP, operasi internal, laporan benchmark, dan sumber eksternal lainnya. Sering kali, pemilik KPI bekerja secara silo sehingga kesulitan mengakses data yang tidak dimiliki. Pengumpulan data mungkin memerlukan keterlibatan IT, pembelian data, dan mekanisme yang lama dan mahal. 

  • Target setting

    Target setting bersifat personal. Artinya, untuk mencapai target adalah kewajiban setiap anggotanya. Oleh karena itu, organisasi perlu memastikan bahwa target KPI yang berkontribusi tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Target yang terlalu tinggi membuat demoralisasi karyawannya. Karena dikaitkan dengan bonus, target yang nampak tidak mungkin tersebut bisa saja membuat karyawan ogah menggapainya. Sebaliknya, target yang rendah memang menggiurkan bagi karyawan, namun tidak berkontribusi bagi kemajuan organisasi. Target rendah yang setara dengan standar, sebaiknya tidak dimasukkan ke penilaian kinerja.

  • Menganalisis hasil KPI

    Tercapai atau tidaknya KPI akan menjadi percuma jika tidak dianalisis dengan baik. Tujuan utama menerapkan KPI adalah pembelajaran bagi organisasi. Jika organisasi tidak belajar apapun, penerapan KPI akan menjadi percuma karena organisasi tidak memahami bagaimana praktik yang terbaik untuk mencapai target.

    Selain itu, analisis KPI memberikan gambaran pertumbuhan organisasi dari waktu ke waktu. Analisis KPI bisnis membutuhkan pemahaman data yang dengan sangat baik, bagaimana mencampur, dan mencocokkan data dari sumber data yang berbeda. Selanjutnya, organisasi harus mampu menyimpulkan dan mengevaluasi alasan di balik keberhasilan dan kegagalan KPI untuk penetapan KPI di periode selanjutnya.

  • Mendokumentasikan KPI.

    Dokumentasi atau manual KPI adalah tentang menyusun informasi yang relevan mengenai indikator yang diberikan. Penting bagi organisasi untuk menginformasikan formula KPI yang telah disetujui. Dengan adanya dokumentasi, organisasi dapat mengelola pengetahuan (knowledge management), memastikan KPI dipahami, dan sebagai standar untuk dikomunikasikan. Organisasi besar umumnya lebih kesulitan mendokumentasikan KPI karena jumlah KPI personal yang banyak dan harus digabungkan. Untuk memudahkan, organisasi dapat membangun Strategic Management Office (SMO) yang akan membantu organisasi mengelola strategi. 

  • Visualisasi Data. 

    Visualisasi data akan memudahkan orang lain memahami KPI melalui tampilan garis atau grafik. Kegiatan ini adalah tantangan teknis setiap pemilik KPI, terutama bagi mereka yang tidak familiar dengan penggunaan aplikasi yang mendukung. Melalui tampilan visual, kenaikan dan penurunan akan langsung memberikan informasi yang akurat. Ini berarti, data-data yang didokumentasikan dalam KPI juga harus merupakan data yang benar dan berintegritas. 

Tidak mudah untuk menerapkan KPI, namun ini adalah beberapa saran kami atas kesulitan di atas. Pertama, kita harus memilih KPI yang relevan dengan sasarannya. Kedua, memilih KPI berdasarkan data yang sudah ada di dalam organisasi akan jauh lebih mudah dalam mengumpulkan data KPI. Ketiga, gunakan data kinerja yang ada sebagai baseline penentuan target KPI. Keempat, data KPI yang sudah dikumpulkan dari waktu ke waktu perlu divisualisasikan dalam sebuah grafik tren dan dianalisis kenaikan atau penurunannya. Kelima, setiap KPI memerlukan definisi formula perhitungannya sehingga tidak menimbulkan perselisihan di akhir periode KPI, apalagi ketika KPI dikaitkan dengan reward.

Referensi:
https://dashboardfox.com/blog/what-is-a-kpi-benefits-challenges-examples/
https://hbr.org/2010/10/what-cant-be-measured/ 
https://www.abtasty.com/blog/key-performance-indicator/
https://www.clicdata.com/kpi/analysis/
https://www.pdagroup.net/en/spotlight/challenges-that-keep-you-from-achieving-your-kpis
https://www.performancemagazine.org/why-use-kpi-documentation-forms/
https://www.qlik.com/us/kpi
https://www.rhythmsystems.com/blog/5-reasons-why-you-need-kpis-infographic
https://www.simplekpi.com/Blog/The-5-Essential-KPIs-Challenge
https://www.truesky.com/set-it-and-forget-it-overcoming-common-kpi-challenges/

OKR & KPI INTEGRATION

Untuk mencapai Objective, organisasi umumnya mengenal alat manajemen kinerja yang dapat membantu melacak kemajuan, seperti: Management by Objective (MBO), Objective and Key Results (OKR) dan Balanced Scorecard (BSC). Ketiga pendekatan ini pada dasarnya menggunakan ukuran keberhasilan sebuah Objective tercapai atau tidak, yang kita kenal dengan istilah Key Performance Indicators atau Key Results. Meski sekilas nampak mirip, sebenarnya kedua metode atau ukuran ini (OKR & KPI) memiliki perbedaan.

OKR sendiri awalnya dipopulerkan oleh John Doerr di tahun 1999 saat ia memiliki proyek Manajemen Kinerja dengan Google. Doerr terinspirasi oleh Andy Groove yang menggunakan OKR sebagai penggerak eksekusi strategi di Intel sekitar tahun 1970-an. Singkatnya, Doerr merangkum OKR menjadi sebuah kalimat atau formula yang terkenal, yaitu Saya akan … (Objective) yang diukur dengan … (set of Key Results).

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG OKR: APA ITU OKR?)

KPI adalah adalah indikator keberhasilan yang penting atau relevan untuk melacak kemajuan pencapaian sasaran yang diinginkan. KPI memberikan fokus bagi organisasi untuk mencapai sasaran strategis, meningkatkan proses operasional, memperkuat dasar pengambilan keputusan, dan memusatkan perhatian pada hal yang paling penting. Jika indikator KPI terlalu banyak dan tidak berhubungan, maka akan menciptakan kebingungan saat menilai indikator-indikator yang penting tersebut.

(BACA SELENGKAPNYA TENTANG KPI: MENGUKUR KINERJA ORGANISASI DENGAN KEY PERFORMANCE INDICATOR)

Berikut detail perbedaan di antara OKR dan KPI:

OKRKPI
Dibuat berdasarkan aspirasi pribadi: inisiatif yang ingin dikerjakan (yang selaras dengan objective perusahaan)Dibuat berdasarkan keselarasan strategi, inisiatif, deskripsi pekerjaan, dan pemecahan masalah.
Pendekatan bottom-upPendekatan top-down
Ditinjau setiap 3 bulanDitinjau berdasarkan periode tertentu (bulanan/tahunan)
Setiap Objective setidaknya memiliki 3 Key ResultsSetiap Objective memiliki 1-3 KPI
Dapat berubah setiap 3 bulanBerubah hanya jika diperlukan
Didesain untuk berkembang dan meregangDidesain agar realistis
Pencapaian pada angka 60-70% sudah dianggap bagus karena target menantang (challenging & aspirational)Mendorong pencapaian 100% karena target bersifat SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound)
Secara parsial memengaruhi kompensasi (non-financial rewards)Terkait langsung dengan kompensasi (financial rewards)

Umumnya, perusahaan menerapkan KPI dari top management hingga front line karena KPI dianggap telah mewakili lagging dan leading indicators yang dibutuhkan untuk sukses. Padahal, perusahaan dapat memanfaatkan pendekatan OKR yang bottom-up untuk menyelaraskan aktivitas di setiap tingkat.

Keduanya dapat bekerja sama dengan cara:

  1. Gunakan OKR sebagai ukuran leading dan KPI sebagai ukuran lagging.

    Indikator leading dan lagging adalah dua tipe pengukuran yang digunakan untuk mengukur kinerja di dalam bisnis atau organisasi. Indikator leading adalah pengukuran prediktif, misalkan kasus kepatuhan di area pabrik merupakan indikator leading untuk sebuah Objective, yaitu Meningkatkan Keselamatan Kerja. Di lain sisi, indikator lagging adalah pengukuran untuk output atau hasil, misalkan kasus kecelakaan kerja merupakan indikator lagging Meningkatkan Keselamatan Kerja. Perbedaaan di antara keduanya adalah indikator leading dapat mempengaruhi perubahan dan indikator lagging hanya dapat merekam apa yang terjadi.

    OKR, karena periodenya yang lebih pendek (yaitu 3 bulan) sehingga memungkinkan untuk dinamis, sering kali menjadi Leading Indicator untuk mencapai KPI, yang identik dengan ukuran-ukuran yang bersifat outcome dan merupakan end result yang diinginkan perusahaan. Perpaduan keduanya akan menjamin pencapaian KPI dan harapannya adalah pencapaian KPI bisa melebihi harapan/target yang ada.

  1. Gunakan KPI untuk menjaga Business as Usual (BAU) dan OKR untuk aktivitas continuous improvement.

    KPI biasanya untuk menjaga BAU, yang artinya: dengan mencapai KPI, perusahaan dapat dikatakan memiliki kinerja yang bagus. BAU mengindikasi bahwa target KPI adalah target yang sudah dicanangkan dalam tahun fiskal, terlepas itu adalah indikator keuangan atau lainnya (bisa operational excellence atau HR excellence), sedangkan OKR diharapkan untuk mencapai target-target yang fantastis (sehingga tidak diharapkan pencapaian 100%, melainkan 60% saja) supaya memicu proses belajar dan mendorong adanya perbaikan berkelanjutan (Continuous Improvement).

    Continuous improvement adalah konsep yang bertujuan untuk mencapai kesempurnaan melalui progres yang berkelanjutan. Ini adalah perjuangan yang tidak ada akhirnya, namun harus dilakukan untuk bertahan. OKR yang bersifat aspirasional cocok digunakan fokus pada peningkatan yang agresif, sedangkan KPI adalah ukuran target yang menjadi patokan awal ketika organisasi mencanangkan target kinerja.

  1. OKR sebagai talent pool, KPI sebagai dasar bonus.

    Ketika menerapkan OKR, ini adalah kesempatan untuk perusahaan mengidentifikasi karyawan adalah seorang Talent atau bukan. Seorang Talent adalah seseorang yang menyukai tantangan dan menginginkan adanya progress yang agresif dan pertumbuhan yang positif. OKR dengan target yang tinggi akan membuat seorang Talent belajar lebih baik dibandingkan kalau dia hanya mendapatkan target yang moderat.

    Di lain pihak, perusahaan tetap membutuhkan KPI, yang pencapaiannya diharapkan 100%, dan ini adalah target kinerja yang sudah ditetapkan oleh organisasi atau perusahaan. Pencapaian target KPI akan mengindikasikan perusahaan mencapai hasil yang diharapkan dan perolehan ini akan menjadi dasar untuk memberikan bonus.

  1. Berikan OKR kepada individu dan KPI kepada departemen atau organisasi.

    Baik OKR maupun KPI sama-sama diharapkan mampu menjadi sarana pembelajaran perusahaan dan individu. Sayangnya, KPI yang digunakan sebagai dasar bonus prestasi, cenderung membuat karyawan menurunkan targetnya untuk mendapatkan bonus tersebut. Banyak perusahaan menjadi kecewa karena perkembangan perilaku ini sehingga OKR bisa menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.

    Kami menyarankan bahwa OKR sebaiknya diberikan kepada individu agar mereka terus berkembang lewat target-target yang besar dan menantang tanpa takut mendapatkan ganjaran negatif dan positif, sedangkan KPI diberikan kepada departemen atau organisasi sehingga unit organisasi yang lebih besar tetap memiliki akuntabilitas kinerja yang jelas dan mendapatkan ganjaran yang sesuai dengan pertumbuhan organisasi. Penempatan OKR dan KPI seperti ini diharapkan mewadahi dinamika kinerja individu dan unit/organisasi sehingga tercipta keseimbangan yang dinamis dan pro perubahan positif.

     

Pada dasarnya, OKR dan KPI merupakan dua metode yang berbeda, namun saling melengkapi. Penerapan OKR dan KPI dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kematangan organisasi. Terkadang, ada situasi di mana OKR dan KPI lebih efektif jika tidak digunakan secara bersamaan tergantung pada tingkat perkembangan organisasi. Jika organisasi perlu memiliki hal-hal baru yang sebelumnya belum pernah ada, organisasi dapat fokus menggunakan OKR. Jika organisasi hanya ingin mengukur dan mempertahankan kinerja karyawannya, KPI mungkin menjadi pilihan yang lebih baik. Jika organisasi perlu melakukan transformasi dan tetap fokus mempertahankan kinerja yang sudah ada, gabungan OKR dan KPI akan lebih efektif.

Referensi:
https://bernardmarr.com/what-is-a-leading-and-a-lagging-indicator-and-why-you-need-to-understand-the-difference/
https://kanbanize.com/lean-management/improvement/what-is-continuous-improvement
https://kpi.org/KPI-Basics
https://lazaroibanez.com/productivity-okr-vs-kpi-can-they-work-together-5e9992915a9a
https://www.forbes.com/sites/bernardmarr/2020/10/23/whats-the-difference-between-lagging-and-leading-indicator/
https://www.intrafocus.com/lead-and-lag-indicators/
https://www.okracademy.com/okr-blog/okrs-and-kpis
https://www.perdoo.com/resources/okr-vs-kpi/
https://www.reflektive.com/blog/okrs-and-kpis-what-they-are-and-how-they-work-together/
https://www.tlnt.com/how-kpis-and-okrs-work-together-to-achieve-results/

TIPS MENGADOPSI OKR UNTUK STARTUP

Menurut studi Cambrige Associates (2017), dari 27.000 startup, hampir 60% di antaranya mengalami kegagalan. Laporan lain dari Emborker (2021) menyatakan bahwa 42% startup gagal akibat salah mendefinisikan pasar, sedangkan 29% lainnya gagal akibat kurang mampu mengelola dana. Untuk mengatasi masalah tersebut, startup membutuhkan lebih dari sekadar keberuntungan. Startup yang sukses membutuhkan framework manajemen kinerja yang tepat.

Continue reading

PERAN MANAJEMEN DALAM KESUKSESAN IMPLEMENTASI OKR

Dalam menerapkan Objectives & Key Results (OKR), tentunya perusahaan ingin mendapatkan manfaat dengan semaksimal mungkin. Risiko kegagalan implementasi OKR dapat dikurangi dengan, salah satunya, menempatkan seseorang sebagai fasilitator OKR. Ia berperan sebagai pengawas, penghubung, dan pusat konsultasi OKR yang memerlukan bantuan. Lantas, pertanyaannya sekarang adalah “siapa yang paling cocok mengemban tugas ini?”

Posisi middle management (line manager) merupakan posisi yang direkomendasikan untuk menjadi Fasilitator OKR karena mereka dapat menjadi jembatan penghubung antara pemilik OKR dan top management. Pemilik OKR idealnya merupakan karyawan yang berada pada garis terdepan. Mereka memiliki pengalaman langsung dengan produk/jasa dan pelanggan. Jika ingin mengembangkan bisnis, karyawan garis depan tentu seharusnya memiliki inisiatif yang lebih kreatif dibandingkan pemimpin di tingkat top management. Sedangkan di tingkat top management, pemimpin harus memahami tujuan perusahaan sehingga dapat menilai apakah OKR karyawan sudah relevan. Untuk menjadi selaras, line manager-lah yang paling mungkin menyelaraskannya karena dapat memahami sudut pandang karyawan garis depan dan sekaligus visi yang ingin dicapai perusahaan secara keseluruhan. 

Berikut fungsi line manager yang dapat membantu mereka menjadi fasilitator OKR yang handal. 

Problem solving (Garicano, 2000). 

Problem solving adalah kompetensi yang diharapkan ada pada pemimpin. Idealnya, kemampuan ini juga diharapkan eksis bahkan hingga posisi karyawan garis depan, namun kenyataannya tidak semua karyawan garis depan memilikinya. Kemampuan problem solving wajib dimiliki karena line manager harus mampu menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dalam mencapai OKR. 

Alur proses komunikasi (Rader,1992). 

Line manager berfungsi sebagai penghubung komunikasi antara karyawan dan pemimpin senior karena berada di antara keduanya. Jika ingin OKR yang selaras, line manager harus aktif menghubungkan pekerjaan karyawan di garis depan dan sasaran perusahaan. Ini berarti bukan hanya tentang menyampaikan aspirasi top management, melainkan juga memastikan kebutuhan sumber daya di lapangan terpenuhi. Jika kebutuhan sumber daya belum terpenuhi, mereka wajib untuk memastikan pemenuhannya. 

Monitoring (Qian, 1994).

Qian (1994) menggambarkan fungsi line manager sebagai pengawas operasi harian karyawan. Peran line manager tidak hanya berhenti saat merumuskan dan menetapkan OKR. Untuk memastikan kemajuan dan pencapaian OKR, pemimpin perlu melakukan monitoring. Proses monitoring ini juga dapat berfungsi sebagai alat kontrol dalam pelaksanaan OKR sehingga jika terjadi penyimpangan dapat segera dikoreksi. 

Line manager menjadi posisi yang paling strategis untuk menjadi fasilitator OKR. Meski posisi ini ideal, peran sebagai fasilitator OKR pun juga dapat dijabat oleh karyawan yang menguasai kerangka kerja OKR dan memiliki kemampuan seperti line manager. Kuncinya bagi perusahaan adalah memberikan wewenang untuk para fasilitator ini agar dapat menjalankan perannya. Perlu digarisbawahi bahwa tercapainya objectives tetap menjadi tanggung jawab utama pemilik OKR. Oleh karena itu, kehadiran fasilitator hanya untuk mengawasi, mendukung komunikasi, dan memastikan OKR terimplementasi dengan baik. 

Referensi
https://www.glassdoor.com/blog/guide/middle-management/
https://www.perdoo.com/okr-guide/
https://ally.io/blog/why-your-okr-program-needs-leadership-buy-in/
https://titusng.com/2013/03/03/sun-tzus-five-characteristics-of-leaders/
https://www.csoonline.com/article/2137088/the-anatomy-of-leadership—a-sun-tzu-perspective.html
Garicano, Luis. 2000. Hierarchies and the organization of knowledge in production. Journal of Political Economy 108, no. 5:874-904.
Qian, Yingyi. 1994. Incentives and loss of control in an optimal hierarchy. Review of Eco- nomic Studies 61, no. 3:527-44.
Radner, Roy. 1992. Hierarchy: The economics of managing. Journal of Economic Litera- ture 30, no. 3:1382-415.

EFEKTIVITAS BISA DIPELAJARI

Apa yang perlu dilakukan oleh seorang eksekutif? Sebenarnya, menjadi efektif adalah pekerjaan seorang eksekutif. Akan tetapi, orang dengan tingkat efektivitas yang tinggi jarang ditemukan dalam jajaran eksekutif, tidak seperti orang cerdas, sering berimajinasi, dan memiliki pengetahuan yang tinggi. Ini artinya korelasi yang dimiliki antara keefektifan seseorang dengan kecerdasan, imajinasi, dan pengetahuannya itu kecil. Akan tetapi, yang membuat kecerdasan, imajinasi, dan pengetahuan menghasilkan output hanyalah efektifitas.

Perusahaan yang hebat membutuhkan eksekutif yang efektif. Mengapa? Karena efektivitas adalah teknologi khas pekerja pengetahuan (knowledge worker) dalam sebuah organisasi. Kian berjalannya perkembangan pasar, pekerja pengetahuan menjadi semakin penting karena mereka-lah yang menghasilkan pengetahuan, gagasan, dan informasi. Tugas pekerja pengetahuan adalah melakukan pekerjaan yang tidak bisa dikerjakan pekerja manual, yaitu memberikan keefektifan.

Di balik identitasnya, seorang eksekutif memiliki realitas di mana eksekutif dibutuhkan untuk menggarap segala hal yang penting dengan memberi kontribusi dan hasil. Dia dituntut untuk memanfaatkan pengetahuannya untuk membuat keputusan yang lebih tepat dibandingkan orang lain. Namun, para eksekutif memiliki tekanan-tekanan yang membuat mereka sulit untuk membuat hasil atau kinerja yang optimal, antara lain:

  1. Waktu sang eksekutif cenderung menjadi milik semua orang
  2. Para eksekutif dipaksa terus “beroperasi”
  3. Dia terikat dengan organisasi sehingga ia hanya dapat menjadi efektif ketika orang lain memanfaatkan apa yang dikontribusikannya.

Efektivitas adalah sebuah kebiasaan yang terdiri dari latihan sederhana, namun sangat sulit dilakukan dengan baik jika tidak dilatih berulang-ulang tanpa henti. Oleh sebab itu, ada lima latihan esensial yang perlu dilakukan oleh eksekutif efektif:

  • Eksekutif efektif tahu ke mana perginya waktu mereka.
  • Berfokus pada kontribusi ke luar, di mana mereka berfokus lebih terhadap hasil dan bukan pada upaya.
  • Bersandar kepada kekuatan (strength) yang dimiliki oleh diri mereka sendiri, atasan, kolega, atau bahkan bawahan. Mereka tidak bersandar pada kelemahan.
  • Berkonsentrasi pada sedikit bidang utama (focus) di mana kinerja yang unggul akan memberikan hasil yang sangat memuaskan.
  • Membuat keputusan efektif yang selalu berdasarkan opini-opini yang saling bertentangan, bukannya konsensus atau fakta-fakta.

 

Referensi:
Drucker, P. (2006). The Effective Executive. Saint Louis: Routledge.

THE EMPLOYEE LIFE CYCLE

Sedikit karyawan yang menyangka bahwa mereka akan menghadapi situasi yang stagnan dalam dunia pekerjaan. Contohnya, banyak orang yang hanya merefleksikan apa yang mereka inginkan, bukan bagaimana seharusnya pekerjaan mereka dilaksanakan. Inilah kejadian yang sering dialami oleh karyawan di banyak perusahaan. Kejadian yang berulang kali dialami oleh karyawan di dalam dunia kerja inilah yang disebut sebagai employee life cycle.

Oleh karena itu, beberapa organisasi seperti LinkedIn melakukan hal yang sedikit berbeda untuk melihat pengalaman kerja dari sudut pandangan karyawan. Mereka membentuk dan mengadaptasi tingkatan life-cycle karyawan yang mereka namakan 4-box model.

Berikut ini adalah penjabaran 4-box model tersebut:

  • Eager Beaver – Anda baru saja mulai bekerja, sangat antusias, dan merasa mampu untuk melakukan segalanya.
  • Oh My – biasanya setelah enam bulan (atau lebih awal), Anda mulai buntu dan merasa bahwa pekerjaan tersebut bukanlah yang diharapkan atau pekerjaan tersebut terlalu besar dan membingungkan. Lalu merasa pekerjaan ini tidak cocok untuk Anda.
  • Okay, I’m Starting to Get It – Anda mulai bisa mengatasi masalah, menyelesaikan tugas dan proyek besar, dan menemukan suara Anda. Sekarang Anda merasa bahwa ini adalah memang untuk Anda.
  • Master – sekarang, Anda hampir terlalu bagus. Sebagai hasilnya, Anda akan sedikit bosan dan jenuh dengan pekerjaan yang Anda lakukan. Mungkin Anda akan mulai untuk melihat kepada peluang lain di luar perusahaan.

LinkedIn yakin dan sangat percaya bahwa manajer bisa menuntun karyawan untuk melewati keempat area ini, terutama Oh My!  Secara ideal, Anda seharusnya berada di keempat box ini. Jika Anda mendapati sedang tertahan di satu area seperti Master, maka itu adalah urusan Anda untuk berbicara dengan manajer atau seseorang yang mampu membawa Anda kembali kepada Eager Beaver. Manajer yang baik akan mengerti saat Anda sedang kesusahan dan membantu Anda. Mereka akan memberikan semangat, selalu mengingatkan apa kelebihan Anda, dan juga memberi tahu bahwa mereka yakin Anda bisa melakukannya.

Life cycle ini sangat bagus ketika organisasi beroperasi seperti mesin yang dilumasi dengan sempurna, di mana semuanya melalui proses dan melakukan hal yang sama. Ini bukanlah bagaimana pekerjaan diselesaikan, namun berupa life cycle yang sudah menyiratkan momen-momen tertentu. Oleh karena itu, life cycle setiap karyawan dalam perusahaan perlu untuk diperhatikan, agar para karyawan selalu termotivasi untuk melakukan setiap pekerjaan yang diberikan.

 

Referensi:
Morgan, J. (2017). The employee experience advantage: How to win the war for talent by giving employees the workspaces they want, the tools they need, and a culture they can celebrate. New Jersey: John Wiley & Sons.
McQueenFollowVice, N., & McQueenVice, N. (n.d.). From Eager Beaver to Master – Part 2. Retrieved from https://www.linkedin.com/pulse/from-eager-beaver-master-part-2-nina-mcqueen

EVOLUSI PERUSAHAAN DALAM MEMPERLAKUKAN KARYAWAN

Perusahaan akan menghadapi war of talent yang semakin menantang. Konsultan Human Resource, Korn Ferry melaporkan dalam Global Talent Crunch 2019, Indonesia akan mengalami kekurangan tenaga kerja sebesar 18 juta orang di tahun 2030 akibat talent mismatch, yaitu ketidaksesuaian keterampilan yang dimiliki calon karyawan dengan keterampilan yang diperlukan perusahaan. Akan semakin sulit untuk menemukan dan mempertahankan karyawan dengan talenta terbaik.

Sebagai langkah mempersiapkan diri, perusahaan perlu memulai memikirkan bagaimana strategi terkait karyawannya. Dalam buku The Employee Experience Advantage, Jacob Morgan memaparkan evolusi praktik manajemen, tentang cara perusahaan memperlakukan karyawan.

  1. Utility
    Asumsi yang mendasari pandangan ini adalah perusahaan memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan, sedangkan karyawan memiliki keterampilan yang diperlukan perusahaan. Itulah sebabnya karyawan bekerja di perusahaan. Hubungan yang terjadi intinya adalah utilitas/ manfaat. Perusahaan menangani karyawan dengan pandangan: “Apa yang karyawan perlukan untuk bekerja?”
  1. Productivity

    Manajer menggunakan stopwatch untuk mengukur kecepatan karyawan menyelesaikan suatu tugas. Hal ini dilakukan demi meningkatkan produktivitas dan output. Perusahaan melihat karyawan dengan pandangan: “Apa yang karyawan perlukan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik?”

  1. Engagement

    Tahapan yang cukup radikal dibandingkan tahapan sebelumnya. Mulai ada kepedulian pada karyawan. Pemikirannya, manajemen perlu memerhatikan apa yang karyawan pedulikan dan hargai. Ditemukan bahwa karyawan yang engaged memberikan performa yang lebih baik. Cara pandang terhadap karyawan: “Bagaimana membuat karyawan bahagia sehingga performa mereka lebih baik?”

  1. Experience

    Di tahap experience, manajemen menyadari employee experience yang baik akan menghasilkan engagement. Dalam kata-kata Jacob Morgan, employee experience secara sederhana adalah “mendesain perusahaan yang ingin didatangi karyawan dengan berfokus pada budaya, teknologi, dan lingkungan fisik.“ Pandangan manajemen adalah “Bagaimana menjadikan perusahaan sebagai tempat yang ingin karyawan datangi dan bukan tempat karyawan diharuskan untuk datang?”

Perusahaan yang sudah unggul dalam ketiga aspek yang disebutkan Morgan di tahap experience disebut Experiential Organization. Saat dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memerhatikan ketiga aspek ini sama sekali atau disebut nonExperiential Organization, Jacob Morgan menemukan Experiential Organization memiliki jumlah karyawan 20% lebih sedikit, turnover 40% lebih rendah, dan pendapatan per karyawan empat kali lebih tinggi, serta rata-rata profit 4.2 kali lebih tinggi.

Pada tahap evolusi manakah perusahaan Anda saat ini? Untuk tetap kompetitif di tengah war of talent, perlu diambil langkah strategis untuk berevolusi ke tahapan yang lebih tinggi dengan memikirkan dan merancang dengan sungguh-sungguh budaya, teknologi, dan lingkungan fisik perusahaan.

 

Referensi:
Korn Ferry. (2018). The Global Talent Crunch (Future of Work).
Morgan, J. (2017). The employee experience advantage: How to win the war for talent by giving employees the workspaces they want, the tools they need, and a culture they can celebrate. New Jersey: John Wiley & Sons.

ASAHLAH GERGAJI

Ketika Anda bertemu seseorang di hutan dan dia kelelahan karena telah bekerja selama berjam-jam untuk menebang pohon, Anda bisa menyarankan dia untuk meluangkan waktunya sebentar untuk mengasah gergaji agar mempermudah pekerjaan selanjutnya.

Mengasah gergaji yang adalah kebiasaan ketujuh, pada dasarnya mengekspresikan dan memperbarui keempat dimensi dari fisik, mental, spiritual, dan emosional/sosial secara teratur dan konsisten dengan cara yang bijaksana dan seimbang. Untuk melakukan ini kita harus proaktif. Kegiatan ini merupakan aktifitas di Kuadran II dan III seperti yang telah dibahas di kebiasaan ke tiga. Ini adalah investasi tunggal yang paling kuat yang bisa kita buat kepada diri kita sendiri. Hanya kita sendirilah yang dapat membuat diri kita efektif, oleh karena itu kita perlu mengenali pentingnya meluangkan waktu untuk mengasah gergaji dengan empat cara.

  • Dimensi Fisik

    Esensi memperbarui dimensi fisik adalah melatih tubuh kita secara teratur dengan cara yang akan melestarikan kapasitas kita agar bisa bekerja dan beradaptasi serta bermain.

  • Dimensi Spiritual

    Dimensi ini adalah inti Anda, pusat Anda, komitmen Anda pada sistem nilai-nilai Anda. Ini adalah area yang sangat pribadi dan penting.

  • Dimensi Mental

    Pengembangan mental berhubungan dengan mengasah pikiran dan pengetahuan. Pengembangan ini sebagian besar datang dari pendidikan formal.

  • Dimensi Sosial/Emosional

    Dimensi sosial dan emosional saling terikat karena kehidupan emosional kita dikembangkan dan diwujudkan dalam hubungan kita dengan orang lain. Dimensi ini sangat berhubungan dengan rasa aman intrinsik dan ketenangan pikiran.

Pembaruan yang seimbang adalah yang bersinergi secara optimal. Hal yang Anda lakukan dalam memperbarui satu dimensi dapat berdampak kepada dimensi lainnya. Contohnya, kesehatan fisik Anda memengaruhi kesehatan mental Anda dan kesehatan spiritual Anda memengaruhi kekuatan sosial/emosional Anda. Di dimensi apapun, Anda meningkatkan kemampuan Anda untuk menjalani setidaknya satu dari tujuh kebiasaan. Walaupun kebiasaan tersebut berurutan, perbaikan pada satu kebiasaan secara sinergi akan meningkatkan kemampuan Anda untuk menjalankan sisanya.

Berikut adalah langkah – langkah yang bisa Anda ikuti untuk mengasah gergaji:

  1. Buatlah daftar kegiatan yang dapat membantu Anda untuk menjaga kondisi fisik Anda tetap bugar, cocok dengan gaya hidup Anda, dan bisa Anda nikmati dari waktu ke waktu.
  2. Pilih kegiatan dan tulis hal tersebut sebagai target pribadi Anda untuk minggu depan. Pada akhir pekan, Anda dapat mengevaluasi pekerjaan Anda. Jika Anda tidak mencapai target, mungkin Anda menempatkannya di bawah nilai-nilai yang tinggi atau Anda lalai dalam bertindak dengan integritas Anda
  3. Buatlah daftar yang mirip di kegiatan pembaruan dimensi spiritual dan mental Anda. Di area sosial/emosional, tuliskan hubungan yang ingin Anda tingkatkan atau situasi tertentu. Pilih satu hal tiap area untuk tuliskan sebagai sasaran pada minggu itu. Laksanakan lalu di evaluasi.
  4. Harus berkomitmen untuk menulis kegiatan “mengasah gergaji” di ke empat dimensi setiap minggu, lalu di laksanakan dan di evaluasi setiap kinerja Anda.

 

Referensi:
Covey, S. R. (2015). 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. (R. A. Djanuar, Ed., I. Rosalina, & R. A. Djanuar, Trans.) Jakarta: Dunamis Intra Sarana.

7 KEBIASAAN MANUSIA YANG SANGAT EFEKTIF

Filsuf Yunani, Aristoteles, berkata “Kita adalah apa yang kita lakukan berulang-ulang.”

Pada dasarnya, karakter kita merupakan gabungan dari kebiasaan-kebiasaan kita. Kebiasaan adalah faktor yang kuat dalam kehidupan karena kebiasaan bersifat tetap dan sering kali merupakan pola yang tidak disadari. Kebiasaan secara terus-menerus, setiap harinya, mengekspresikan karakter kita dan menghasilkan keefektifan atau ketidakefektifan kita.

Stephen Covey mendefinisikan kebiasaan sebagai persilangan antara pengetahuan, keterampilan, dan keinginan. Pengetahuan adalah paradigma teoritis, meliputi apa yang harus dilakukan dan mengapa. Keterampilan adalah bagaimana melakukannya. Kemudian, keinginan adalah motivasi, keinginan untuk melakukan.

Dengan menggunakan pengetahuan, keterampilan, dan keinginan, kita mampu menerobos ke tingkatan baru efektivitas. Di dalam buku 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif, Covey memaparkan 7 kebiasaan yang esensial dalam kehidupan, yaitu:

  1. Jadilah proaktif

    Kunci proaktif adalah bertanggung jawab sepenuhnya atas diri sendiri. Menjadi proaktif berarti secara sadar memilih respons yang benar alih-alih mengikuti insting awal atau menjadi reaktif.

  1. Mulai dengan tujuan akhir

    Setiap hal yang dilakukan perlu dimulai dengan gambaran yang jelas akan hasil akhir yang diinginkan. Dengan memiliki gambaran yang jelas akan tujuan akhir, apa yang dilakukan dapat diukur sesuai atau tidaknya dengan apa yang sebenarnya paling penting dalam kehidupan.

  1. Dahulukan yang utama

    Kebiasaan ini berbicara tentang bagaimana menggunakan waktu. Aktivitas yang tidak mendesak, namun penting perlu diprioritaskan karena aktivitas seperti inilah yang memiliki nilai tetap dalam jangka panjang.

  1. Berpikir Menang – Menang

    Menang-Menang dapat dijelaskan dengan sikap “saya dan Anda sama-sama mendapat apa yang diinginkan.” Jika ada yang kalah, maka ada pihak yang dikesampingkan yang tentunya akan memperburuk hubungan dalam jangka panjang.

  1. Berusaha mengerti terlebih dahulu baru dimengerti

    Sering kali orang mendengar untuk menjawab, bukan untuk mengerti. Covey mendorong agar setiap orang berusaha menerapkan mendengar dengan empati.

  1. Wujudkan sinergi

    Sinergi berarti keseluruhan lebih besar dari penjumlahan tiap bagian. Kunci mewujudkan sinergi adalah menyadari perbedaan dan menyatukannya untuk mencapai hasil yang lebih baik.

  1. Asahlah gergaji

    Setiap orang bertanggung jawab mengolah aset yang paling berharga dalam hidupnya, yaitu dirinya sendiri. Untuk dapat mengolah diri dengan baik perlu ada upaya aktif memperbarui diri secara terus menerus. Empat bidang yang perlu diperhatikan, antara lain fisik, mental, sosial/emosional, dan spiritual.

 

 

Referensi:
Covey, S. R. (2015). 7 Kebiasaan Manusia yang Sangat Efektif. (R. A. Djanuar, Ed., I. Rosalina, & R. A. Djanuar, Trans.) Jakarta: Dunamis Intra Sarana.