MEDIA SOSIAL SEBAGAI ALAT REKRUTMEN

Penggunaan media sosial dalam proses rekrutmen memberikan peluang dan tantangan tersendiri bagi perusahaan. Media sosial digunakan sebagai sumber informasi untuk proses screening dan pemeriksaan latar belakang kandidat. Survei The Harris Poll menemukan fakta, sekitar 70% manajer rekrutmen menggunakan media sosial untuk memeriksa latar belakang kandidat ketika proses rekrutmen berlangsung. Perusahaan informasi dan teknologi serta manufaktur adalah dua industri teratas yang menggunakan media sosial sebagai alat untuk menyaring kandidatnya.

Linkedin merupakan salah satu media sosial jaringan bisnis yang populer setelah Facebook. Bagi kandidat, Linkedin memberikan kesempatan untuk memiliki jaringan bisnis dan profesional yang luas. Sebaliknya, bagi Manajer Rekrutmen, Linkedin memberikan informasi yang cukup banyak mengenai kualifikasi kandidat. Bahkan, beberapa perusahaan membayar fitur premium untuk menemukan kandidat yang potensial dalam waktu yang lebih singkat.

Melalui media sosial, Manajer Rekrutmen dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan untuk mendukung kualifikasi kandidat. Informasi yang biasa diperoleh melalui media sosial dapat berupa sisi positif dan negatif dari kandidat, seperti:

[one_second]Sisi Positif Kandidat

  • Karya dan pekerjaan (termasuk hobi)
  • Keterlibatan dalam organisasi non profit atau mentoring di luar pekerjaan utama
  • Kemampuan berkomunikasi dan seberapa besar pengaruhnya dalam media sosial
  • Jaringan pertemanan yang luas
  • Komentar baik yang ditinggalkan

[/one_second][one_second]Sisi Negatif Kandidat

  • Perilaku negatif yang tidak sesuai dengan budaya perusahaan (contoh: tidak menjaga rahasia perusahaan, mengatakan atau menceritakan hal yang tidak baik mengenai perusahaan atau atasan)
  • Mengeluarkan komentar yang tidak baik
  • Menggunakan nama alias atau julukan yang tidak professional
  • Komentar yang tidak baik dan diskriminasi
  • Jaringan pertemanan yang terbatas
  • Ketidaksesuaian kualifikasi diri
  • Perilaku kriminal

[/one_second]

Sebanyak 68% responden survei Reppler berpendapat media sosial mempengaruhi keputusan mereka menerima maupun menolak kandidat. Manajer Rekrutmen diharapkan dapat menggunakan media sosial dengan objektif. Beberapa kandidat menggunakan media sosial tertentu untuk mengekspresikan pilihan-pilihan politiknya, bahkan untuk berdiskusi topik-topik sensitif sehingga diharapkan Manajer Rekrutmen dapat lebih berhati-hati agar tidak bias.

Media sosial dapat menjadi salah satu alat rekrutmen dalam proses menyaring dan memeriksa latar belakang kandidat. Melalui media sosial, Manajer Rekrutmen mungkin dapat menemukan poin-poin positif yang tidak terdapat di dalam resume dan selama proses wawancara. Di sisi lain, media sosial tidak selalu dapat memberikan gambaran kepribadian dan aspirasi kandidat seutuhnya. Jebakan bias juga sering mempengaruhi penilaian terhadap kandidat. Idealnya, media sosial dapat digunakan sebagai alat cek silang antara informasi yang dibawa kandidat dalam ruang wawancara dan informasi yang tersedia dalam media sosial.

Referensi:
https://www.thebalancecareers.com/social-media-recruiting-1919153#citation-2
http://press.careerbuilder.com/2018-08-09-More-Than-Half-of-Employers-Have-Found-Content-on-Social-Media-That-Caused-Them-NOT-to-Hire-a-Candidate-According-to-Recent-CareerBuilder-Survey
https://blog.sage.hr/how-to-check-a-potential-candidates-social-media-account%E2%80%8B/
https://www.justia.com/employment/hiring-employment-contracts/use-of-social-media-in-hiring/

CARA MEMERIKSA REFERENSI PELAMAR DENGAN MAKSIMAL

Memeriksa referensi sering dilihat sebagai satu bagian kecil dari prosedur perekrutan. Glassdoor (2018) memaparkan bahwa 52% manajer rekrutmen mengakui bagian tersulit dari perekrutan adalah menyaring kandidat dari kelompok pelamar dan mendapatkan kandidat terbaik. Adanya pemeriksaan referensi dapat membantu upaya MSDM dalam menyaring kandidat terbaik. Sayangnya, memeriksa referensi sering kali merupakan formalitas dan tidak dilakukan semaksimal mungkin dan ini adalah suatu kesalahan. Kandidat bisa melebih-lebihkan kualifikasinya atau memiliki status profesional lainnya yang tidak dicantumkan dalam referensi.

Berikut ini beberapa tips untuk memaksimalkan Anda dalam memeriksa referensi pelamar:

  • Minta pendapat orang lain

    Meminta umpan balik dari semua orang di organisasi Anda yang mewawancarai kandidat bersangkutan. Pertimbangkan juga mengenai siapa yang terbaik untuk memberikan jawaban dan wawasan yang Anda cari. Tanyakan kepada mereka:

    • Apa yang menjadi kekhawatiran Anda?
    • Apa yang ingin Anda tindak lanjuti?
    • Apa yang ingin Anda ketahui lebih banyak mengenai kandidat?
  • Atur percakapan

    Jangan terburu-buru untuk mendapatkan referensi. Di awal percakapan, Anda perlu bertanya bagaimana referensi mengenal kandidat untuk mengetahui apakah referensi berada di posisi yang tepat untuk memberikan penilaian. Disarankan untuk memuji kandidat. Jika Anda menunjukkan skeptisisme terhadap kandidat atau ragu-ragu, referensi tersebut kemungkinan akan menyembunyikan informasi dengan alasan kesetiaan terhadap kandidat bersangkutan.

  • Deskripsikan pekerjaan

    Mulailah dengan mengatakan sesuatu seperti, “Kami serius mempertimbangkan Bapak X untuk menjadi manajer proyek di sini. Dia harus berurusan dengan tenggat waktu dan anggaran yang ketat”. Tanyakan referensi apakah ia melihat X tampil dalam keadaan yang sama. Tanyakan mengenai perannya yang sebenarnya, apa saja tanggung jawabnya, kegiatannya di perusahaan, cara kerjanya dan rIsikonya dalam bekerja. Jangan menyela dan jangan berikan orang tersebut jawaban yang Anda inginkan.

  • Ajukan pertanyaan terbuka dan spesifik

    Hindari mengajukan pertanyaan luas seperti, “Apa yang bisa Anda ceritakan tentang X?” Tujuan Anda adalah untuk mengajukan serangkaian pertanyaan terbuka yang merujuk pada informasi yang diperoleh dari kandidat selama proses wawancara. Contohnya: “Saya mengerti X membantu menerapkan sistem penggajian baru. Bisakah Anda ceritakan lebih banyak tentang peran X dalam hal itu?”

  • Fokus pada referensi

    Fokus pada referensi daripada apa yang dikatakan kandidat.

  • Cek Emotion Quotient (EQ)

    Pastikan untuk bertanya kepada referensi tentang soft skills, kemampuan sosial, dan EQ kandidat. Contohnya, apa yang bisa Anda ceritakan tentang kepekaan dan self management X? Seberapa termotivasi dia? Apakah dia menunjukkan empati? Apakah dia fleksibel? Tidak ada jawaban benar atau salah dari pertanyaan tersebut, namun yang Anda dapatkan akan membantu Anda memahami apakah kandidat itu “cocok secara budaya” dalam organisasi Anda.

  • Cari informasi yang Anda butuhkan

    Jika organisasi tidak mengizinkan Anda untuk menghubungi referensi secara langsung atau Anda dihalangi oleh beberapa pihak, pertimbangkan cara alternatif untuk mendapatkan informasi yang Anda butuhkan. Disarankan untuk mencari referensi informal. Contohnya, melalui social media atau LinkedIn kandidat.

 

Referensi:
Knight, Rebecca. 2016. The Right Way to Check Someone’s References. Harvard Business Review
https://www.talentnow.com/7-biggest-recruitment-challenges-faced-by-modern-recruiters/

APA ITU OKR?

SEJARAH OKR

OKR singkatan dari Objective dan Key Result, merupakan suatu goal management framework yang berjalan dari tahun 1970-an, namun populer pada tahun 1999 saat John Doerr memiliki proyek Manajemen Kinerja dengan Google. OKR sendiri berkembang dari konsep MBO atau Management by Objective yang dipopulerkan oleh guru manajemen dunia, Peter Drucker.

OKR diciptakan oleh Andy Groove, yaitu seorang petinggi Intel yang merasa perlu membuat ukuran kinerja yang mendorong eksekusi strategi. Pada tahun 1975, John Doerr, pada saat itu seorang tenaga penjualan yang bekerja untuk Intel, menghadiri kursus internal Intel yang diajarkan oleh Andy Grove yang memperkenalkannya pada teori OKR. Pada tahun 1999 Doerr, yang pada saat itu bekerja untuk Kleiner Perkins Caufield & Byers – sebuah perusahaan modal ventura, memperkenalkan gagasan OKR ke perusahaan rintisan Kleiner Perkins Caufield & Byers yang telah berinvestasi di Google. Gagasan itu mulai berlaku dan OKR dengan cepat menjadi pusat budaya Google sebagai “metodologi manajemen yang membantu memastikan bahwa perusahaan memfokuskan upaya pada masalah penting yang sama di seluruh organisasi”.

Larry Page, CEO Alphabet dan salah satu pendiri Google, memuji OKR dalam kata pengantar untuk buku Doerr: “OKR telah membantu membawa kami ke pertumbuhan sepuluh kali, berkali-kali lipat. Mereka telah membantu membuat misi kami yang berani untuk ‘mengorganisir informasi dunia’ menjadi mungkin, bahkan dapat dicapai. Mereka telah membuat saya dan anggota perusahaan lainnya tepat waktu, dan tepat waktu menjadi hal yang paling penting.” Sejak menjadi populer di Google, OKR telah diimplementasi oleh beberapa organisasi start-up teknologi serupa lainnya termasuk LinkedIn, Twitter, Uber, Spotify, dan Airbnb. Sistem OKR ternyata tidak hanya untuk perusahaan digital. Walmart, Target, The Guardian, Dun dan Bradstreet, dan ING Bank juga menggunakan OKR.

Mirip dengan Balanced Scorecard, OKR memerlukan adanya Objective untuk melahirkan ukuran kinerja yang melambangkan pencapaian sasaran strategis tersebut. Agak berbeda dengan konsep Manajemen Kinerja yang fokus pada ukuran kuantitatif, OKR menuntut adanya Objective yang akan memandu manajemen untuk membuat suatu ukuran yang disebut dengan Key Result. OKR dapat dibagikan di seluruh organisasi dengan maksud memberikan kejelasan tujuan kepada tim dengan maksud untuk menyelaraskan dan memfokuskan upaya. OKR biasanya ditetapkan di tingkat perusahaan, tim, dan pribadi.

 

KOMPONEN OKR

Tujuan yang tepat harus menggambarkan apa yang akan Anda capai dan bagaimana Anda akan mengukur pencapaiannya. Kata-kata kunci di sini adalah diukur dengan karena pengukuran adalah apa yang membuat tujuan menjadi tujuan. Tanpanya, Anda tidak memiliki tujuan, yang Anda miliki hanyalah keinginan.

Formula Doerr adalah cara terbaik untuk menjelaskan struktur OKR:

Saya akan (Objective) yang diukur dengan (set of Key Results).

Jadi, seperti namanya, OKR memiliki dua komponen, yaitu:

  • Objective adalah deskripsi kualitatif yang menjelaskan tentang apa yang ingin Anda capai. Objective harus singkat, inspirasional, dan menarik. Objective harus memotivasi dan menantang tim.
  • Key Results adalah serangkaian metrik yang mengukur kemajuan Anda menuju Objective. Untuk setiap Objective, Anda harus memiliki 3 hingga 5 Key Results. Semua Key Results harus kuantitatif dan terukur. Seperti yang dikatakan Marissa Mayer, mantan Wakil Presiden Google: “Jika tidak memiliki angka, itu bukan Key Results“.

 

Referensi:

John Doerr; Measure What Matters; How Google, Bono, and the Gates Foundation Rock the Worls with OKRs

https://felipecastro.com/en/okr/what-is-okr/

4 Alasan Karyawan Berbakat Tidak Mencapai Potensi Mereka

Salah satu alasan mengapa upaya identifikasi talent gagal adalah ketika pengusaha terlalu fokus pada potensi kandidat. Yang penting untuk di prediksi adalah apa yang sebenarnya cenderung dilakukan kandidat setelah mereka berada di pekerjaan, khususnya kinerja mereka. Akan ada perbedaan antara apa yang Anda lihat pada kandidat ketika mereka melamar pekerjaan dan apa yang Anda lihat dari mereka ketika mereka sudah berada di pekerjaan lima tahun kemudian.

 

Berikut adalah empat penyebab umum kinerja yang kurang dan bagaimana cara mengatasinya:

  1. Poor Fit: Psikolog organisasi menyebutnya person-job-fit, yang diukur dengan membandingkan tingkat keselarasan antara sikap, nilai, kemampuan, dan disposisi seseorang, dengan karakteristik pekerjaan, peran, dan organisasi. Masalahnya adalah ketika mengevaluasi kandidat, sering kali organisasi tidak pandai mengevaluasi peran pekerjaan yang mereka tawarkan, khususnya budaya mereka sendiri. Inilah sebabnya mengapa banyak organisasi melihat diri mereka sebagai pribadi yang lebih inklusif, beragam, dan inovatif daripada yang sebenarnya.

  1. Disengagement: Efek samping yang umum dari poor fit adalah disengagement, meskipun ada juga alasan lain yang mendasari kurangnya antusiasme dan motivasi yang biasa ditemukan di tempat kerja. Faktanya, salah satu pendorong disengagement yang paling umum adalah kepemimpinan yang buruk. Malfungsi manajemen menyebabkan begitu banyak orang berkinerja buruk di tempat kerja, sehingga karyawan berbakat dan talent berhenti dari pekerjaan mereka. Memberi tahu atasan Anda bahwa Anda mengalami disengagement dapat mengatasi hal ini karena mereka mungkin tidak menyadarinya dan bersedia melakukan sesuatu untuk membantu Anda, terutama jika mereka menghargai bakat Anda.

  1. Politik Organisasi: Para pemimpin bisnis senang apabila perusahaan mereka menjadi magnet bagi para talent, tetapi kenyataannya adalah ketika mereka mampu menarik talent berkinerja tinggi ke dalam perusahaan mereka, talent-talent itu harus belajar cara mengatasi sisi negatif dan nepotistik dari budaya dan politik organisasi. Tidak mengherankan, banyak karier dan pelatihan eksekutif berfokus pada peningkatan people’s soft and political skills. Kecakapan politik seseorang sangat berguna untuk mempromosikan keberhasilan karier mereka terlepas dari bakat dan keterampilan teknis mereka. Secara umum, semakin terkontaminasi dan rusaknya budaya suatu organisasi, semakin banyak individu yang parasit. Anda dapat mengatasinya dengan memahami politik organisasi dan mengambil bagian di dalamnya. Terlalu naif untuk berpikir bahwa Anda dapat membiarkan bakat Anda berbicara sendiri. Faktanya, semakin Anda berbakat, semakin banyak musuh yang akan Anda buat, khususnya di politik organisasi.

  1. Keadaan Pribadi: Dalam dunia kerja yang semakin menghabiskan waktu ini, banyak orang lupa bahwa mereka juga memiliki kehidupan pribadi. Tidak peduli bagaimana mereka terlibat dan berbakat, kelemahan dan kemunduran pribadi akan sering mengganggu kesuksesan karier mereka. Inilah sebabnya mengapa ada begitu banyak diskusi tentang work-life balance karena batas-batas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi telah terkikis. Atasan yang baik dan yang mendukung akan memahami keadaan Anda, dan Anda menjadi yakin bahwa mereka memiliki kepentingan dalam membantu Anda menangani pekerjaan mereka sehingga Anda dapat memberikan hasil sesuai dengan bakat Anda, dan merasa bersyukur serta berkomitmen kepada mereka dalam jangka panjang.

 

Singkatnya, Anda selalu dapat mengasumsikan bahwa bakat Anda diperlukan, tetapi tidak cukup untuk unggul dan mengesankan di tempat kerja. Mengoptimalkan pekerjaan Anda agar sesuai dengan minat, keyakinan, dan aktivitas kehidupan Anda yang lebih luas, pada akhirnya akan membantu Anda melakukan yang terbaik dari kemampuan Anda.

 

Referensi:
https://hbr.org/2019/03/4-reasons-talented-employees-dont-reach-their-potential?_lrsc=500fbab8-bc8c-4c5b-8c90-7155aca09ee7&utm_source=linkedin&utm_medium=elevate
https://www.fastcompany.com/3054213/three-reasons-why-you-arent-reaching-your-full-potential
https://www.inc.com/marcel-schwantes/research-why-70-percent-of-employees-arent-working-to-their-full-potential-comes-down-to-1-simple-reason.html

Pentingnya Menerapkan People Analytics dalam SDM

Sebelum teknologi ditemukan, sangatlah sulit bagi organisasi untuk melakukan analisis yang akurat dikarenakan adanya keterbatasan data. Keterbatasan data dan fasilitas untuk pengumpulan data mengenai orang yang terlibat dalam organisasi berpengaruh besar pada cara Sumber Daya Manusia (SDM) mengambil keputusan. Hingga saat ini, pengambilan keputusan SDM sering berdasar hanya pada insting dan intuisi saja. SDM semakin dituntut untuk memperbaiki keputusan mereka berdasarkan data dan analisis, yaitu dengan menggunakan People analytics. People analytics, yang juga dikenal sebagai HR analytics, adalah penggunaan data dan teknik pengolahan dan analisis data untuk memahami, meningkatkan, dan memaksimalkan setiap orang yang terlibat dalam organisasi.

Beberapa keuntungan yang akan didapat dari penerapan People Analytics dalam SDM:

  1. Mengidentifikasi faktor pendorong performa yang baik
  2. Meningkatkan produktivitas bisnis
  3. Meningkatkan kualitas peranan talent acquisition
  4. Meningkatkan efektivitas proses recruitment
  5. Meningkatkan kemampuan recruite dalam menemukan kandidat pekerja dengan kualitas terbaik

Seiring berjalannya waktu, kecanggihan teknologi dalam bidang pengumpulan data dan analisis telah berkembang pesat. Organisasi telah mengetahui bahwa mereka membutuhkan data untuk mencari tahu apa yang memengaruhi orang ingin bergabung, berkinerja baik, dan memutuskan untuk tetap bersama organisasi. Data juga dibutuhkan untuk menemukan talent, seperti siapa yang kemungkinan akan berhasil; siapa yang akan menjadi pemimpin terbaik; dan apa yang diperlukan untuk memberikan layanan pelanggan berkualitas tinggi. Data tersebut lalu akan diproses dan dianalisis sehingga SDM dapat mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan tujuan organisasi.

Berikut 4 langkah pengimplementasian People Analytics:

  1. Mengidentifikasi pertanyaan yang ingin dijawab oleh organisasi
    • Tetapkan sasaran yang masuk akal secara spesifik
    • Bentuk hipotesis berdasarkan masalah saat ini yang kemungkinan dapat diselesaikan oleh bantuan data
  1. Mengumpulkan data
    • Tentukan data apa yang yang harus dikumpulkan dan yang harus diukur berdasarkan hipotesis yang telah dibuat
    • Gunakan alat pengukuran yang akurat (software) untuk memastikan data telah dikoleksi sesuai standar
  1. Memahami hasil analisis dan mengambil tindakan yang tepat
    • Analisis data dan pahami hasil analisis dengan seksama
    • Tentukan tindakan yang harus diambil berdasarkan hasil analisis tersebut
    • Implementasikan tindakan tersebut
    • Review dan tindak lanjuti hasil yang didapat dari pengimplementasian tersebut
  1. Mendorong terbentuknya budaya pengambilan keputusan yang selalu berdasar pada data yang ditujukan untuk seluruh peranan organisasi
    • Menjadikan pengoleksian data, penganalisisan informasi, dan pelaksanaan tes sebagai kebiasaan di dalam organisasi untuk mengungkapkan wawasan baru
    • Mendorong adanya inovasi
    • Menoleransi kesalahan yang terjadi dalam organisasi
    • Menekankan continuous learning

 

Referensi:
https://www.cornerstoneondemand.com/glossary/people-analytics
https://www.mckinsey.com/solutions/orgsolutions/overview/people-analytics
https://hbr.org/2018/11/better-people-analytics
https://www2.deloitte.com/insights/us/en/focus/human-capital-trends/2017/people-analytics-in-hr.html

Menerapkan Total Reward untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan

Total reward adalah total imbalan yang mencakup segala sesuatu yang menurut karyawan bernilai karena hubungan kerja. Elemen-elemen yang membentuk paket total reward adalah hal-hal yang sudah ditawarkan oleh sebagian besar perusahaan: gaji pokok (upah per jam), opsi saham, asuransi kesehatan, tunjangan kesehatan gigi dan penglihatan, iuran pensiun, asuransi jiwa, cuti dibayar, dll. Termasuk juga tunjangan seperti bonus kinerja, pelatihan yang disponsori perusahaan, program kesehatan karyawan, opsi fleksibilitas tempat kerja, program diskon karyawan – hal-hal yang biasanya tidak termasuk dalam kompensasi atau tunjangan.

Perusahaan yang menerapkan total reward menikmati sejumlah manfaat, antara lain:

  • Alat rekrutmen persuasive.
  • Setelah perusahaan mengkuantifikasi nilai paket total rewardnya, mereka dapat menggunakannya untuk menunjukkan nilai paket tersebut kepada kandidat potensial.

  • Meningkatnya kesadaran akan semua tunjangan yang diberikan perusahaan.
  • Alasan mengapa karyawan tidak mengambil keuntungan dari tunjangan seringkali hanya karena mereka tidak tahu bahwa tunjangan itu ada. Program total reward membantu perusahaan mengkomunikasikan semua tunjangan yang tersedia untuk karyawan.

  • Tingkat retensi karyawan yang lebih tinggi.
  • Program total reward memungkinkan perusahaan untuk menghitung nilai dari setiap tunjangan individu, serta jumlah total yang dihabiskan untuk reward ini. Ketika karyawan melihat seberapa banyak perusahaan berinvestasi di dalamnya, di luar gaji mereka, itu bisa menjadi pengalaman yang sangat positif serta meningkatkan moral dan keterlibatan karyawan.

  • Peningkatan kinerja dan produktivitas.
  • Karyawan yang lebih terlibat bukan hanya karyawan yang loyal, tetapi juga lebih produktif. Program total reward telah dikaitkan dengan peningkatan kinerja dan kepuasan karyawan secara keseluruhan.

Berikut cara menerapkan program total reward yang efektif:

  1. Membangun program total reward.
    • Secara umum, total reward dikelompokkan ke dalam salah satu kategori berikut: kompensasi, tunjangan, pengembangan dan lingkungan kerja.
    • Perusahaan harus bertujuan untuk menggabungkan reward dari masing-masing kategori ini dan memastikan bahwa program memiliki elemen yang menarik bagi seluruh karyawan, terlepas dari perbedaan generasi, senioritas, atau posisi.
    • Perusahaan juga harus menetapkan beberapa tujuan untuk program selama fase desain awal yang mencakup peningkatan tingkat partisipasi, meningkatkan kepuasan kerja karyawan, mengurangi pergantian karyawan, dll.
  1. Mengkomunikasikan program kepada karyawan.
    • Perusahaan harus berkomunikasi secara efektif sebagai prioritas utama peluncuran program. Komunikasi harus menyeluruh dan berkelanjutan, tetapi tidak berlebihan.
    • Perusahaan juga harus mengumumkan program secara langsung, baik selama rapat staf reguler atau dengan mengadakan pelatihan khusus untuk memperkenalkan program, dan kemudian menyoroti berbagai reward yang tersedia sepanjang tahun untuk menjaga program selalu diingat oleh karyawan.
  1. Total reward statement
    • Salah satu cara terbaik untuk mengkomunikasikan nilai program total reward adalah dengan membuat dan mendistribusikan pernyataan kompensasi total yang dipersonalisasi.
    • Biasanya dirancang agar terlihat seperti pernyataan bank atau potongan gaji, pernyataan ini menunjukkan biaya dari setiap tunjangan yang diberikan kepada karyawan sepanjang tahun, dikombinasikan dengan kompensasi tahunan karyawan.
  1. Mengevaluasi keberhasilan program.
    • Perusahaan hanya perlu mengukur hasil terhadap tujuan yang ditetapkan selama fase pembangunan. Sasaran spesifik yang ditetapkan akan menentukan instrumen atau alat apa yang dapat digunakan perusahaan untuk mengukur hasil tersebut.
    • Misalnya, jika tujuannya adalah untuk meningkatkan kepuasan kerja, perusahaan dapat melakukan survei kepuasan kerja sebelum implementasi program pada akhir tahun.

 
 

Referensi:

https://www.gnapartners.com/article/total-rewards/

https://smallbusiness.chron.com/value-total-rewards-compensation-2584.html

https://www.naturalhr.com/total-reward/

Manfaat Sistem Data Biometrik bagi Manajemen SDM

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) memiliki satu fungsi penting dalam sebuah organisasi yaitu pencatatan data terkait dengan SDM. Metode pencatatan data sangat beragam dan biasanya dibagi menjadi manual atau digital. Pencatatan data digital menjadi sangat penting dalam mempermudah fungsi MSDM sebagai record keeper. Salah satu pencatatan data digital SDM yang bisa digunakan dalam organisasi adalah biometrik. Data biometrik adalah data personal yang diambil dari bentuk fisik unik seseorang dan tidak bisa ditiru oleh orang lain.

Metode yang digunakan untuk otentikasi biometrik sering diklasifikasikan menjadi dua kategori utama yaitu:

  1. Fisiologis

    Data biometrik fisiologis berkaitan dengan aspek fisik tubuh seseorang seperti sidik jari, scan retina, dan scan wajah.

  1. Perilaku (behavioral)

    Sering disebut behaviometrik, meliputi tanda tangan, analisis tulisan tangan, dan pengenalan pola suara

Sidik jari dan pengenalan wajah adalah dua bentuk data biometrik yang paling banyak digunakan dalam organisasi untuk mencatat absensi karyawan, jam masuk dan pulang karyawan, serta akses ke aset organisasi. Dalam prakteknya, sidik jari sangat lazim digunakan di organisasi berskala kecil hingga besar karena peralatan yang terkait (hardware dan software) sangat mudah didapatkan dan digunakan. Ketika seorang karyawan datang di pagi hari, mereka tinggal menaruh jari yang terdaftar di alat sidik jari, dan karyawan tersebut akan tercatat jam masuknya. Kemudian, jari karyawan tersebut tidak bisa digantikan orang lain. Inilah mengapa sistem pelacakan waktu menggunakan data biometrik sangat memberi benefit bagi organisasi.

Sistem data biometrik memberi kemudahan bagi MSDM antara lain:

  • Mencatat data yang berhubungan dengan aktivitas SDM
  • Dengan data biometrik, validasi data bisa sangat dipercaya dan diandalkan karena 99.9% tidak mungkin dibohongi. Hal ini meningkatkan kedisiplinan karyawan secara signifikan jika diiringi dengan sistem reward and punishment yang tepat.

  • Menggunakan data biometrik yang sudah tercatat untuk membuat perencanaan kerja ke depan
  • Hal ini terkait dengan jam kerja dari masing-masing karyawan. Contohnya, jika karyawan A sudah memberi banyak jam kerja di minggu ini, maka ketika organisasi membutuhkan jam kerja yang lebih banyak organisasi bisa mencari karyawan yang baru memberi sedikit jam kerja.

  • Mengetahui efektivitas kerja seorang karyawan
  • MSDM dapat memanfaatkan data biometrik untuk mengetahui efektivitas kerja seorang karyawan. Data jam kerja yang didapatkan dari data biometrik dapat dibandingkan dengan hasil kerjanya.

  • Meningkatkan keamanan organisasi
  • Data biometrik berfungsi untuk meningkatkan keamanan aset organisasi, baik aset bergerak maupun aset tidak bergerak. Sebagai contoh, seorang karyawan dapat membuka brankas atau ruangan tertentu ketika diberi akses saja. Sebagai hasilnya, tidak semua karyawan dapat membuka atau menggunakan aset tersebut. Tentu saja hal ini meningkatkan keamanan organisasi secara langsung.

 
 

Referensi:

https://www.benefitspro.com/2017/12/29/the-hr-benefits-of-biometric-time-and-attendance/?slreturn=20190106032938

https://mitrefinch.com/blog/how-biometric-attendance-systems-help-hr-managers/

https://www.shrm.org/hr-today/news/hr-magazine/pages/0407hrtech.aspx

Atypical Worker dalam Dunia Kerja Masa Kini

Dengan adanya revolusi industri 4.0, pengembangan berbagai bentuk tenaga kerja menjadi sangat pesat. Banyak jenis pekerjaan baru yang terbentuk dan dibutuhkan, di mana sebelumnya pekerjaan-pekerjaan itu tidak ada. Dengan adanya bentuk-bentuk pekerjaan baru yang bermunculan, hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja pun ikut berubah bentuknya. Alhasil, istilah Atypical Worker sedang menjadi trending topic di bidang SDM.

Atypical Worker adalah para pekerja yang memiliki hubungan kerja non-konvensional dengan pemberi kerjanya. Kata non-konvensional di sini mengacu pada tidak adanya kontrak kerja jangka panjang, pemberian fasilitas tambahan, cuti berkala, maupun benefit lainnya yang biasa didapatkan oleh typical worker. Berubahnya bentuk hubungan di dalam konteks atypical worker disebabkan kebutuhan dari industri-industri baru yang berbeda dengan industri konvensional lainnya. Sebagai contoh, maraknya industri kreatif di 1 dekade terakhir ini membuat munculnya ribuan desainer freelance di Indonesia. Desainer freelance inilah yang dimaksud dari atypical worker.

Para atypical worker yang kebanyakan berasal dari generasi milenial justru menyukai bentuk hubungan kerja yang tidak terlalu mengikat. Hal ini didukung dengan survei yang menyatakan bahwa generasi milenial menyukai bentuk pekerjaan yang sesuai dengan passion mereka, namun tidak mengikat dan memiliki fleksibilitas waktu serta tempat kerja yang baik. Keinginan mereka ini justru tidak dapat terpenuhi dengan kontrak-kontrak para typical worker dengan pemberi kerjanya.

Pemberi kerja pun sebenarnya juga ikut diuntungkan dengan bentuk hubungan kerja atypical worker antara lain:

  • Berkurangnya pengeluaran pemberi kerja untuk jangka panjang

    Dengan tidak adanya kontrak formal, maka pemberian benefit seperti fasilitas tambahan di luar gaji dengan berbagai bentuknya tidak perlu diberikan oleh pemberi kerja.

  • Pengaturan jumlah pekerja yang jauh lebih fleksibel

    Dengan skema kerja atypical, pemberi kerja dapat menambah atau mengurangi jumlah pekerja secara hampir instan. Kemudahan ini membuat pemberi kerja dapat mengurangi risiko kerugian karena underutilization secara signifikan.

  • Sangat sesuai dengan kebutuhan industri masa kini

    Atypical worker biasanya sangat tertarik dengan sistem kerja non-kontrak ini karena mereka memiliki kemampuan yang tidak dimiliki banyak orang. Kemampuan tersebut biasanya berhubungan dengan industri-industri baru yang bermunculan.

Meski begitu, pemberi kerja harus berhati-hati dalam melakukan sistem kerja ini kepada para atypical worker. Harus ada kesepakatan-kesepakatan tertentu yang terkait dengan hukum yang berlaku di mana pemberi kerja dan atypical worker melakukan pekerjaan. Jika pemberi kerja melalaikan kewajibannya sebagai pemberi kerja dan tidak memenuhi kesepakatan, jalan hukum bisa menjadi konsekuensi yang cukup berat. Kemudian, pemberi kerja perlu melibatkan ahli hukum dalam pembuatan kesepakatan, karena di banyak negara atypical worker belum diatur secara lengkap regulasinya. Hal ini menimbulkan banyak celah atau grey area di mata hukum.

 

Referensi:

https://www.eurofound.europa.eu/observatories/eurwork/industrial-relations-dictionary/atypical-work

https://www.forbes.com/sites/adigaskell/2018/08/01/the-demographics-of-the-gig-economy/#73c0852869fb

https://www.kek.ch/files/media/atypical-employment.pdf

Manajemen Kinerja yang Efektif bagi Perusahaan

Manajemen kinerja adalah salah satu aspek kunci dari manajemen sumber daya manusia (SDM) yang harus dilakukan oleh para pemimpin bisnis, profesional SDM, dan manajer. Sebagai suatu proses, manajemen kinerja mengintegrasikan aspek-aspek yang berkaitan dengan strategi, perencanaan, pengelolaan, hukum, dan SDM. Manajemen kinerja bertujuan untuk mengukur dan memastikan setiap orang atau setiap bagian dalam organisasi, melaksanakan tugas dan pekerjaan yang sudah dicanangkan, dengan efektif dan selaras dengan tujuan Perusahaan.

Manajemen kinerja adalah keseluruhan sistem kerja yang dimulai ketika suatu pekerjaan didefinisikan sesuai kebutuhan. Jika diterapkan dengan benar, manajemen kinerja dapat menciptakan hasil kinerja positif dan bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan perusahaan, antara lain:

  • Peningkatan komunikasi.

    Karyawan dan manajer berkomunikasi lebih teratur untuk membahas tujuan perusahaan dan kemajuan secara keseluruhan.

  • Aturan yang ditetapkan.

    Karyawan dan manajer lebih mudah memahami proses dan ketentuan tentang bagaimana penilaian kinerja dilakukan.

  • Mengurangi stres.

    Karyawan tidak menekankan tentang mengesankan manajer melalui beberapa tugas acak dan manajer tidak khawatir tentang menyinggung karyawan karena tidak melakukan tugasnya.

Kunci dari sistem manajemen kinerja yang sukses adalah untuk mengidentifikasi hard dan soft elemen serta menggabungkan praktik terbaik. Keyakinan utama memiliki program manajemen kinerja yang kuat adalah bahwa hal itu dapat membantu bisnis menjadi lebih sukses dan membantu karyawan bekerja dan berkembang. Ini juga membantu menciptakan organisasi yang berkelanjutan dan membangun branding perusahaan yang kuat.

Berikut 7 elemen manajemen kinerja yang efektif bagi perusahaan:

  1. Performance Target Setting

    Elemen ini berkaitan dengan penetapan tujuan untuk organisasi dan individu. Praktik terbaik pada tahap ini adalah menggunakan mekanisme seperti Balanced Scorecard (konsep manajemen yang menekankan pada pengukuran keuangan dan non keuangan berdasarkan visi dan misi suatu perusahaan) untuk menangkap berbagai perspektif tujuan (mis: keuangan, pelanggan, proses, dan pengembangan & pertumbuhan).

  1. Feedback Berkala

    Elemen ini melihat apakah kita berada di jalur dan dukungan apa yang diperlukan. Umpan balik berkelanjutan memastikan bahwa kita menghindari kejutan di menit-menit terakhir, ekspektasi yang jelas, kebutuhan pengembangan disuarakan dan kesenjangan dalam hal kinerja ditangani pada waktu yang tepat (pembinaan kinerja).

  1. Evaluasi dan Feedback

    Langkah ini berbeda dari feedback berkelanjutan dan pembinaan kinerja, karena terlihat pada bagaimana seorang karyawan telah melakukan harapan atau tujuan yang ditetapkan di awal. Praktik terbaik di sini adalah meminta karyawan untuk mengirim daftar pencapaian besar, melakukan penilaian sendiri, serta lebih fokus pada pencapaian daripada penilaian.

  1. Evaluasi dan Pengembangan Kompetensi

    Elemen ini berupaya memastikan bahwa karyawan memiliki kemampuan dan perilaku
    yang tepat untuk melakukan peran tersebut. Unsur-unsur kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap diperhatikan di sini. Manajemen kinerja akan memasukkan diskusi tentang kompetensi, evaluasi mereka dan rencana pengembangan.

  1. Perencanaan dan Pengembangan Karir

    Elemen ini melihat hubungan aspek pengembangan karir manajemen kinerja. Ketika seseorang memasuki peran dan melakukan secara efektif, dia juga akan mencari untuk meningkatkan karirnya dan juga mencari peluang untuk berkembang.

  1. Output Management

    Elemen ini melihat apa saja hasil kritis yang merupakan bagian dari proses manajemen kinerja dan praktik terbaik di dalamnya adalah memastikan ada perbedaan dalam hal insentif, kenaikan kompensasi, dan pembayaran untuk berkinerja tinggi, sedang, dan rendah.

  1. Culture, Process and systems

    Elemen ini melihat infrastruktur yang disediakan organisasi untuk manajemen kinerja. Ini seperti sistem operasi untuk manajemen kinerja. Organisasi mengakui bahwa budaya kinerja tinggi sangat penting untuk pertumbuhan bisnis.

Referensi:

Krishnan, K. Sandeep. 2013. 7 Elements of Effective Performance Management. Practice Lead – Organization Development, Infosys Ltd
https://www.thebalancecareers.com/performance-management-1918226
https://www.businessnewsdaily.com/4748-performance-management.html

Pentingnya Penerapan Soft Skills bagi Perusahaan

Soft skills adalah kemampuan personal dan interpersonal seseorang di luar kemampuan teknis, seperti keterampilan untuk berinteraksi secara individu, keterampilan sosial, komunikasi, dsb., yang dapat mendukung kinerja seseorang dan prospek karirnya. Soft skills merupakan kemampuan yang sudah melekat pada diri seseorang, tetapi dapat dikembangkan dengan maksimal dan dibutuhkan dalam dunia pekerjaan sebagai pelengkap dari kemampuan teknis / hard skills. Keberadaan antara hard skills. dan soft skills sebaiknya seimbang, seiring dan sejalan.

Secara garis besar soft skills dapat digolongkan menjadi dua kategori, yaitu:

  1. Keterampilan Intrapersonal meliputi:
    • Self-awareness

      Kepercayaan diri, penilaian diri, karakteristik dan sifat, serta pengendalian emosi

    • Self-skill

      Peningkatan diri, kontrol diri, penyelesaian masalah, tingkat kepercayaan, tingkat kelayakan, manajemen waktu, keproaktifan dan hati nurani

  1. Keterampilan interpersonal meliputi:
    • Social awareness

      Kesadaran politik, mengembangkan orang lain, menjunjung dan meningkatkan keragaman, berorientasi pada layanan, serta empati

    • Social skill

      Kepemimpinan, keterampilan memberi pengaruh, komunikasi, keterampilan beradaptasi, manajemen konflik, kerja sama, kerja tim, serta keterampilan bersinergi dan berorganisasi.

Pentingnya penerapan soft skills telah dirasakan oleh banyak perusahaan. Hasil sebuah laporan oleh the International Association of Administrative Professionals, OfficeTeam dan HR.com menunjukkan bahwa 67% manajer SDM mengatakan mereka akan merekrut seorang kandidat dengan soft skills yang kuat bahkan jika kemampuan teknisnya (hard skills) kurang, sementara hanya 9% yang akan mempekerjakan seseorang dengan kredensial teknis yang kuat tetapi soft skills lemah.

Beberapa keuntungan yang akan diperoleh perusahaan melalui soft skills antara lain:

  1. Peningkatkan angka keberhasilan jangka panjang

    Stanford Research Institute International dan Carnegie Mellon Foundation menemukan bahwa 75% dari kesuksesan kerja jangka panjang seorang pekerja tergantung pada penguasaan soft skills dan hanya 25% pada keterampilan teknis (hard skills).

  1. Peningkatan performa

    Para peneliti Harvard University, Boston University, dan University of Michigan’s Ross School of Business menemukan bahwa pekerja dengan pelatihan keterampilan lunak 12% lebih produktif daripada mereka yang tidak memilikinya.

  1. Peningkatan produktivitas pekerja

    Berdasarkan survei Hay Group, manajer yang menggabungkan berbagai soft skills dalam kepemimpinan mereka dapat meningkatkan kinerja tim mereka sebanyak 30 persen

Berdasarkan survei yang dilakukan kepada para perekrut SDM profesional, soft skills para pekerja dirasa telah memburuk dalam lima tahun terakhir. Adanya digitalisasi menyebabkan soft skills para pekerja menurun, terutama pada generasi Milenial dan generasi berikutnya. Sebagai contoh, turunnya keterampilan komunikasi saat ini disebabkan karena adanya aplikasi chatting yang digunakan oleh para pekerja sehari-hari, bahkan ketika mereka duduk bersebelahan! Oleh sebab itu, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi SDM, yaitu untuk mengidentifikasi dan merekrut pekerja dengan soft skills yang dibutuhkan dan mengembangkan soft skills para pekerja dalam suatu perusahaan.

 

Referensi:

https://elearningindustry.com/soft-skills-in-the-workplace-develop-train
https://www.forbes.com/sites/janbruce/2017/03/10/why-soft-skills-matter-and-the-top-3-you-need/#492b751176f3</span
https://elearningindustry.com/soft-skills-in-the-workplace-develop-train</span